Fiat Voluntas Tua

Pentakosta: Turunnya Roh Kudus ke atas Gereja (P. Yosef Bukubala SVD)

| 1 Comment

Hari Raya Pentakosta mengingatkan kita akan turunnya Roh Kudus yang dijanjikan Yesus atas Gereja yang masih muda, yaitu atas para murid bersama Bunda Maria, yang dengan tekun, sehati dalam doa bersama menantikan kedatangan-Nya, sesudah la naik ke surga.

Ketika tiba hari Pentakosta itu, turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah di mana mereka duduk. Lalu tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus.

Apa arti perayaan Pentakosta bagi kehidupan kita yang merayakannya? Bagi kita, turunnya Roh Kudus dan kadar daya kuasa-Nya bagi hidup kita dalam Gereja, bergantung dari persatuan kita dengan Yesus Kristus dalam doa, Ekaristi dan karya nyata. Karena itu kita harus sungguh-sungguh hidup dari kuasa karya Roh Kudus, di mana Kristus dalam RohNya itu meraja di dalam hidup kita dan kita hidup dalam sikap taat dan setia kepada-Nya. Maka, di sanalah akan terjadi perubahan dan pembaharuan dalam hidup bersama sebagai suatu persekutuan umat Allah dalam Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Roh Kudus pula memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran, yaitu mengajarkan kita bagaimana seharusnya kita hidup dan melaksanakan kehendak Bapa di surga.

Dalam hubungan dengan peranan Roh Kudus dalam Gereja, perlu dijelaskan beberapa istilah yang dewasa ini sering disalah-artikan:

KHARISMA. Kharisma sebenarnya berarti: karunia / anugerah Roh Kudus. Tetapi tidak semua rahmat Roh Kudus disebut kharisma. Kharisma merupakan suatu rahmat istimewa yang menonjol pada diri seorang yang memilikinya. Kharisma bukan pameran rahmat, melainkan diberikan oleh Tuhan demi pembangunan / pengembangan Gereja, (bdk. 1 Kor 12:7). Singkatnya, kharisma diberikan sebagai anugerah khusus untuk menjalankan suatu tugas dengan baik di dalam Gereja / jemaat.

Dengan demikian kharisma adalah anugerah iman yang bersifat amat pribadi. Karena itu, tidak bisa semua orang beramai-ramai dan berambisi untuk memperolehnya. Suatu pemberian khusus dari Tuhan bersifat bebas tanpa jasa dari pihak manusia. Tuhan tidak dapat dipaksa untuk memberikan anugerah itu. Anugerah diberikan oleh Tuhan kepada seseorang seturut kehendak-Nya yang bebas. Segala kharisma diberikan Tuhan demi pembangunan jemaat / umat, dalam ketaatan penuh pada pimpinan Gereja. Pembangunan jemaat tidak hanya dengan doa dan nyanyian saja, tetapi juga harus dengan karya nyata: cintakasih, amal dan karya pelayanan.

Kalau tidak demikian, maka bukan kharisma yang sungguh-sungguh melainkan bentuk-bentuk egoisme intern. Jadi, kharisma itu diberikan Tuhan untuk menolong orang lain atau sesama, bukan untuk kepentingan dan kehormatan pribadi. Santo Paulus menyebut beberapa kharisma, antara lain: karunia melayani, mengajar, memberi nasehat, membagikan derma, bahasa roh, penyembuhan.

BAHASA ROH. Bahasa Roh berarti berbicara dengan bahasa roh, artinya berbicara langsung di bawah pengaruh roh. Dalam pembicaraan itu seringkali tidak mempergunakan kata-kata yang biasa yang dimengerti orang lain. Orang itu tidak mau mengatakan sesuatu kepada orang lain, tetapi dengan suaranya ia memperlihatkan / memperdengarkan bahwa roh itu ada di dalamnya. Bahasa roh merupakan salah satu kharisma yang diberikan kepada orang-orang tertentu untuk menolong orang lain. Anugerah bahasa Roh pasti akan mendorong orang untuk menyatakan imannya dalam kesatuan dan kerukunan dengan orang beriman lainnya dalam Gereja dan dengan ketaatan penuh pada pimpinan Gereja / hierarki. Kalau tidak demikian, berarti suatu praktek penyimpangan dalam Gereja, atau pun praktek melarikan diri dari realitas kehidupan Gereja / Jemaat.

Santo Paulus pun bersyukur bahwa ia memperoleh anugerah bahasa Roh, tetapi ia tidak suka menggunakannya karena tidak bermanfaat bagi orang lain. Mengapa? Karena orang lain tidak mengerti. “Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh” (1 Kor 14:18-19).

PEMBEDAAN ROH. Pembedaan roh berarti menguji karya roh dalam hati sendiri; bukannya suatu bentuk ketaatan kepada roh saja, tetapi hendaknya juga suatu bentuk dalam dalam rangka melibatkan diri dalam pembangunan Gereja. Dewasa ini kita mendengar istilah “prioritas”, karena ada banyak hal yang harus dilakukan. Maka orang harus memilih mana yang lebih penting, mana yang lebih berguna dan terutama mana yang lebih sesuai dengan kehendak Allah. Praktek membedakan roh itu sudah biasa dilaksanakan orang sejak dari dulu, hanya baru sekarang istilah “membedakan roh” semakin populer digunakan.

PENCURAHAN ROH. Pencurahan roh berarti segala doa permohonan disampaikan kepada Allah agar berkat rahmat Sakramen Pembaptisan dan Krisma, hidup kita semakin digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus. Hal seperti itu sudah biasa dilaksanakan oleh orang yang sungguh-sungguh beriman. Hanya “Pencurahan Roh” itu sama seperti “membedakan roh” yang dewasa ini lebih populer tapi isinya tetap sama.

Namun harus dibedakan dengan baik antara “Pencurahan Roh” dengan Sakramen Pembaptisan dan Krisma, sebab dalam kedua sakramen itu Roh Kudus dicurahkan ke dalam hati kita. Penggunaan istilah di atas dapat mengaburkan makna / arti Sakramen Pembaptisan dan Krisma.

Konsili Vatikan II mengajak kita agar senantiasa terbuka terhadap Roh Kudus dan segala karunia-Nya. Ciri-ciri orang yang mendapat karunia istimewa adalah orang yang rendah hati dan terbuka terhadap semua orang. Orang yang mempunyai karunia istimewa itu senantiasa mau melayani Gereja / jemaat dengan penuh kasih tanpa pamrih, taat pada hierarki dan memelihara kesatuan dan kerukunan dengan semua umat beriman dalam Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

Bukti umum Roh Kudus dalam diri seseorang adalah apakah seseorang itu menghasilkan buah-buah Roh dalam kehidupan, yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5:22-23).

Sumber :http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id508.htm

One Comment

  1. Hari Raya Pentakosta (Imamat 23 : 15 – 22)

    Hari Raya Pentakosta berdasarkan kalender Yahudi, jatuh pada setiap tanggal 6 Sivan, yaitu 50 hari setelah Hari Raya Buah Sulung. Berdasarkan kalender internasional akan jatuh diantara bulan Mei dan Juni.
    Bagi bangsa Israel, tujuan perayaan Hari Raya Pentakosta atau yang juga disebut Hari raya Shavuot adalah untuk memperingati turunnya Kitab Torah, yaitu peristiwa yang terjadi setelah 50 hari Moshe memimpin bangsa Israel keluar dari laut Kolsom. Pada saat itu Yahweh memanggil Moshe untuk naik kegunung Sinai. Dan secara langsung Yahweh menurunkan 10 Perintah Tuhan (The Ten Commandement), yang kemudian dikenal dengan sebutan Torah (Kel 19 dan 20).
    Bangsa Israel memaknai hari raya Pentakosta ini sebagai ”hari pertemuan kudus”, yang padanya tidak boleh dilakukan pekerjaan berat, dan semua laki-laki Israel harus hadir di tempat kudus (Im 23 :21). Dimaknai pula sebagai ”hari suka-ria” (Ul 16 : 15), pada hari itu orang Israel mengungkapkan rasa terimakasihnya karena berkat tuaian gandum dan sekaligus menyatakan rasa takut dan hormat kepada Yahweh Elohim (Yer 5 : 24). Selain itu mengandung makna sebagai hari peringatan akan kelepasan dari Mesir(Ul 16 : 12) sebagai umat perjanjian Yahweh Elohim (Im 23 : 22).
    Pada perayaan ini para imam mempersembahkan korban bakaran dari binatang untuk menghapus dosa dan memperoleh keselamatan (Im 23 : 17) yang dimaknai dengan diterimanya persembahan itu mempra dallilkan penghapusan dosa dan pendamaian dengan Yahweh Elohim.
    Realitas sejarah, mengungkapkan bahwa berdasarkan perhitungan tanggal waktu shavuot / turunnya Torah di Gn. Sinai adalah juga menjadi tanggal dan waktu yang sama pada saat peristiwa shavuot
    (tercurahkannya Ruakh Ha Qodes / Roh Kudus) yang terjadi di salah satu tempat di Yerusalem, yaitu juga pada hari ke 50 setelah hari Raya Buah Sulung (Kis 2 : 1 – 13), dimana saat itu sedang dalam ibadah merayakan Hari Pentakosta.
    Hari Raya Pentakosta yang semula oleh bangsa Israel dirayakan untuk memperingati turunnya Torah, maka pada jaman Perjanjian Baru ditransformasikan tujuan, makna dan nilai intrinsiknya guna memperingati hari Pencurahan Ruakh Ha Qodes (Roh Kudus) ke dalam dunia sebagai penolong dan penuntun kehidupan manusia.
    Jika tujuan perayaan Pentakosta oleh bangsa Israel adalah untuk memperingati shavuot di Gn. Sinai dimana Kitab Torah yang disuratkan diatas loh batu oleh jari tangan Yahweh Elohim telah diberikan kepada Bangsa Israel melalui perantaraan Moshe. Maka dijaman Perjanjian Baru tujuan perayaan Pentakosta adalah untuk memperingati shavuot yang terjadi di Yerusalem, dimana Torah secara rohani telah ”dituliskan” oleh Ruakh Ha Qodes pada hati setiap orang percaya.
    Nilai kesetiaan yang rendah / jelek yang ditunjukan oleh Bangsa Israel terhadap Yahweh Elohim karena mereka menyembah anak lembu emas (berhala) pada saat Moshe sedang menerima Shavuot di Gn. Sinai telah mengakibatkan 3000 orang Israel mati (Kel 32 : 1 – 29). Sebaliknya nilai kesetiaan yang tinggi / baik yang ditunjukan oleh segenap murid Tuhan Yeshua setelah menerima shavuot di Yerusalem telah menghasilkan 3000 orang menerima baptisan dan mengalami kelahiran baru (Kis 2 : 41).
    Transformasi makna teologis yang terkandung dalam perayaan Pentakosta di masa perjanjian baru bagi kekristenan , adalah bahwa setiap orang percaya harus mengandalkan Kuasa dan tuntunan Ruakh Ha Qodes dalam sepanjang umur hidupnya, agar tidak menjadi tersesat dalam menjalani kehidupan duniawi yang penuh dengan kegelapan dan bahwa segala sesuatu dapat terjadi oleh pertolongan Ruakh Ha Qodes, terutama dalam upaya penyampaian kabar keselamatan (berita Injil) kepada setiap umat manusia dimanapun berada(Kis 1 : 8 ; 1Tes 1 : 5).

Leave a Reply

Required fields are marked *.