Yesus wafat. Hari itu adalah Jumat, pukul tiga sore. Pada hari ketiga, minggu pagi-pagi buta, Yesus bangkit dari kubur-Nya. Menarik untuk direnungkan lebih dalam, apa yang diperbuat Yesus setelah kematian-Nya sampai pada kebangkitan-Nya?
Nampaknya Injil tidak menceritakan apa yang dilakukan Yesus mulai Jumat sore sampai Minggu pagi itu, karena pada kurun waktu itu Yesus tidak berada di alam dunia, melainkan di suatu alam lain yang kita sebut sebagai “tempat penantian”, yaitu tempat yang masih menjadi misteri bagi kita, sehingga tidaklah mungkin untuk memberikan kesaksian tentang tempat penantian itu. Saya meyakini Yesus memang berada di sana pada saat itu, sebagaimana Doa Syahadat yang selalu kita daraskan, “… Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati…”
Ini menunjukkan bahwa Yesus memang sungguh-sungguh mengorbankan diri-Nya, bukan pura-pura. Baru pada hari ketiga, setelah bangkit dari antara orang mati, Ia menampakkan diri-Nya. Tidaklah benar kalau orang mengatakan bahwa Yesus sudah kembali ke rumah Bapa-Nya. Yesus sendiri yang berkata kepada Maria Magdalena, “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa…”
Yesus benar-benar turun ke tempat penantian. Dikatakan “turun” karena tempat penantian itu kedudukannya memang lebih rendah dari alam dunia. Tempat penantian adalah tempat orang-orang yang telah meninggal dan menanti saat Yesus membukakan pintu surga bagi mereka. Bisa jadi juga untuk menantikan keputusan pengadilan Tuhan, dipisahkan untuk selama-lamanya dari Tuhan karena akan berada di alam neraka. Tempat penantian itu semacam terminal atau persimpangan jalan. Di tempat itu kita akan dipisahkan, apakah kita akan diangkut kendaraan menuju Surga atau menuju Neraka, tergantung dari tiket yang kita miliki. Bulir gandum akan dipisahkan dari ilalang.
Kita tidak bisa membeli tiket di tempat itu, mencuri atau merampasnya dari orang lain.
Setiap orang telah mengantongi tiketnya masing-masing.
Di tempat itu kita hanya bisa pasrah menantikan kendaraan yang akan mengangkut kita.
Tiket itu kita peroleh semasa kita masih hidup di alam dunia ini.
Sampai saat ajal tiba, kita masih memiliki kebebasan untuk memilih tiket jurusan mana yang akan kita “beli”.
Tiket jurusan Surga mesti kita beli dengan kasih, kebaikan dan ketaatan akan kebenaran Allah.
Hanya “mata uang” ini saja yang berlaku dan bisa digunakan untuk membeli tiket jurusan itu.
Seperti halnya membeli tiket kereta api, kita mesti membayar lebih guna mendapatkan tempat duduk di kelas bisnis.
Saya sendiri berusaha untuk rajin menabung, agar memiliki “uang” yang cukup, setidaknya cukup untuk membeli tiket kelas ekonomi, agar nanti bisa satu gerbong dengan orang-orang lain yang akan diangkut menuju Surga. Saat ini bisa jadi tabungan saya masih nihil, karena uang yang saya peroleh mesti saya gunakan untuk membayar “hutang-hutang” saya. Saya berusaha untuk tidak membuat hutang baru, cukup sudah hutang yang segudang itu menjadi tanggungan saya.
Sandy Kusuma