Tema bahasan pada SAGKI hari ke-4 adalah “Mengenali Wajah Yesus dalam pergumulan hidup kaum marjinal dan terabaikan”
Narator tertunjuk untuk pengolahan tema hari ini adalah: Benediktus Gimin Setyo Utomo (KAS), RD. John Bunay (Jayapura) dan Maria Mediatrix Mali (Maumere).
Dari keluarganya yang non katolik, Mas Gimin tumbuh menjadi individu yang keras di mana ia sering bermasalah dengan orang-orang yang mencerca keluarganya. Bahkan ia pernah bermasalah dengan orang tuanya. Ia pernah mengalami masa kelam dengan menjadi seorang penjembret. Perkenalannya dengan Yesus diawali oleh kakaknya yang mengajak dia mengikuti agama katolik. Pertengkarannya dengan orang tuanya juga yang menjadi awal ia serius untuk mengenal Yesus. Dalam pertengkaran itu, ia pernah ingin membunuh orangtuanya. Namun orangtuanya meletakkan kepalanya di dadanya saat ia menghunus golok karena emosi. Orang tuanya hanya mengatakan: “Kalau itu memang baik dilakukan, lakukan saja!” Pada saat itu Mas Gimin merasa seperti habis kekuatannya dan mulai tersadar. Mas Gimin dalam pengalaman pengenalannya pada Yesus, juga selalu mengingat pesan ibunya kepada kakaknya: “sabarlah dalam mengasuh Gimin”.
Saat ini Mas Gimin bekerja sebagai petani di Sumber Magelang. Ia dan istrinya juga menjadi buruh tani dan beternak sapi hasil pinjaman dari program Keuskupan Semarang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurutnya, menjadi petani itu tragis karena petani itu selalu dipandang rendah. Ia mencoba mengajarkan kesederhanaan dalam keluarga, selain itu, ia juga merasa perlu bertindak dan aktif seabgai umat Katolik. Sampai sekarang juga aktif dalam Lembaga Pendampingan Usha Buruh Tani dan Nelayan (LPUBTN).
Romo John Bunay Pr adalah pejuang kaum ibu rumah tangga yang tidak mendapatkan tempat berjualan hasil kebun di tempat yang layak. Seperti diketahui, di Papua para mama mempunyai tradisi untuk menjual hasil bumi yang sebelumnya ditanam, sedangkan kaum laki-laki bekerja membuka kebun dan pengerjaannya. Ini berarti, mama-mama Papua mempunyai peran besar dalam ekonomi rumah tangga. Rm John Bunay Pr menyuarakan aspirasinya kepada pemprov dalam RAPBD dan sampai saat ini sudah ditetapkan rencana lokasi pasar tradisional di Jayapura. Bahkan ia juga sudah memasukkan unsur keberpihakan kepada rakyat kecil dalam setiap kotbah dan acara televisi lokal agar terbentuk persepsi mengenai keberpihakan itu.
Maria Mediatrix Mali adalah pejuang karya karitatif dari Maumere. Kini ia berjuang di yayasan sosial pembangunan Masyarakat di Maumere. Ia sudah menolong operasi bibir sumbing untuk 80 anak dalam dua tahun ini. Operasi ini mendatangkan dokter dari Jerman yang bekerja sama dengan depkes. Ia pun membentuk tim “buru sergap” untuk memerangi nyamuk penyebab malaria di tanah Maumere dengan melibatkan seratus orang lebih. Perbaikan gizi buruk, pemulihan dan penyuluhan tentang gizi menjadi sepak terjang Maria Mediatrix Mali. Sudah hampir 21 tahun ia menggeluti urusan anak-anak yang tersingkir. Awalnya ia mengurusi anak-anak di jalanan di daerah Cawang. Lalu ia merintis sekolah anak-anak miskin di Cimanggis Bogor selama 10 tahun. Sampai saat ini, sekolah Maria di Cimanggis ini tetap berdiri dengan TK, SD, SMP. Lalu pada tahun 1999, ia berpindah ke Maumere untuk bergabung dengan Yaspem, memerangi gizi buruk dan membantu anak-anak cacat dari keluarga tidak mampu.
Refleksi teologis atas narasi tertunjuk dan narasi dalam kelompok disampaikan oleh Rm William Chang. Poin-poin yang disampaikan adalah:
Gereja mengakui bahwa proses pemiskinan manusia merupakan pencideraan terhadap citra Allah yang luhur (Kej 1:26-27). Hidup dalam kemiskinan adalah hidup dalam keadaan serba terbatas. Upaya pemulihan dan pengangkatan martabat manusia dilakukan dengan memperjuangkan hak2 dasar orang miskin.
Gereja memandang bahwa pribadi si miskin menjadi “pewahyu” wajah Yesus yang sedang menderita, yang terluka, tabah, menangis, karena Yesus hadir dalam diri mreka yang miskin, menderita, tertekan dan susah (Mat 25).
Meneladani Yesus, Sang Pembebas, Penolong, dan Pembawa harapan, Gereja bersolider dengan orang miskin. Solidaritas itu dinyatakan melalui keberpihakan dan pemberdayaan orang miskin, tindakan berbagi serta keterlibatan secara aktif dalam memperbaiki struktur/sistem yang tidak adil.
Untuk itu, Gereja perlu menghidupi spiritualitas yang memerdekakan orang dari cengkeraman kemiskinan dan peminggrian. Perlu pertobatan nyata dalam tindakan. Gereja juga semakin menegaskan komitmennya untuk pengembangan pastoran pertanian, nelayan dan kelompok terpinggirkan.
Lalu, malam menjelang diadakannya ekspresi budaya, peserta diajak untuk melihat Draf I Rangkuman SAGKI 2010. Acara ini dipandu oleh Mgr Pujasumarta dan Rm Eddy Kristiyanto OFM. Banyak peserta yang antusias bertanya, usul, dan menyarankan isi rangkuman Draft I SAGKI tersebut.
Tim perumus yang diketuai oleh Rm Eddy Kristiyanto OFM ini, selain akan merampungkan Draft rangkuman SAGKI, juga akan membukukan narasi-narasi yang telah terkumpul.
Acara ekspresi budaya diisi oleh Sanggar Akar, Regio Kalimantan, Keuskupan Makasar, Keuskupan Atambua dan Keuskupan Jayapura.
Demikanlah reportase SAGKI IV, Tuhan memberkati…
handi s, pr – Keuskupan Purwokerto
November 17, 2010 at 7:23 am
Terima kasih sudah mampir di blog ini. Masukan anda sudah saya sampaikan kepada panitya SC SAGKI untuk mendapatkan klarifikasi. AMDG