“Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.”
“Ya, jelas pilih SBY, supaya nanti dapat menerima BLT”, demikian kata seseorang dalam pemilu Capres dan Wapres yang lalu. Orang tersebut memang orang miskin yang selama ini telah menerima BLT. Maka hemat saya “BLT” merupakan salah satu bentuk kampanye yang memenangkan SBY terpilih menjadi presiden. Hal ini juga menunjukkan babwa jumlah orang miskin atau yang berkekurangan dalam hal makan di Indonesia masih cukup banyak. Dengan kata lain yang menjadi dambaan kebanyakan orang adalah makanan atau hal-hal duniawi, sebagaimana disabdakan oleh Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang”(Yoh 6:26).
Cukup banyak orang masih bersikap mental materialistis alias duniawi. “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.”(Yoh 6:27), demikian sabda Yesus.
“Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang
telah diutus Allah.”(Yoh 6:29) .
“Dia yang telah diutus Allah” adalah Yesus, Penyelamat Dunia, yang datang untuk menyelamatkan dunia seisinya. Maka jika kita mendambakan hidup kekal atau keselamatan abadi, hendaknya kita percaya kepada Yesus, menghayati sabda-sabdaNya serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya di dalam hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Kita diharapkan berpegang atau berpedoman pada ‘human investment’ daripada ‘material investment’, mengusahakan segala sesuatu yang dapat menyelamatkan jiwa manusia. Apa yang menyelamatkan jiwa manusia tidak lain adalah ‘budi pekerti luhur’, maka baiklah di bawah ini saya kutipkan apa itu ‘budi pekerti luhur’.
“Sesungguhnya, pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Sikap dan perilaku budi mengandung lima jangkauan sebagai berikut:
(1) Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan…
(2) Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri…
(3) Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga…
(4) Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa…
(5) Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar…
Selanjutnya dikatakan sifat-sifat budi pekerti luhur, yaitu: bekerja keras, berani memikul resiko,
berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet “(Prof.Dr.Sedyawati: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997)
Nilai-nilai sebagai sifat budi pekerti luhur di atas kiranya dapat diusahakan melalui aneka bentuk pembinaan atau pendidikan, entah di dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Dengan kata lain hendaknya anggaran untuk pembinaan atau pendidikan harus cukup memadai. Di sekolah-sekolah hendaknya yang diutamakan adalah pendidikan nilai atau hati nurani bukan otak atau kepala. Sebgai contoh di kolese-kolese atau sekolah Yesuit antara lain berpegang teguh pada 3 C , yaitu “Competence, Conscience, Compassion” (= kecerdasan otak, hati nurani, kepedulian terhadap sesama atau kepala, hati, tangan). Rasanya di Indonesia pembinaan atau pendidikan hati nurani dan kepedulian terhadap sesama kurang memperoleh perhatian yang memadai, maka marilah kita benahi atau perbaiki. Usaha untuk itu hemat saya pertama-tama dan terutama dapat dimulai di dalam keluarga: pendidikan anak-anak yang dilakukan oleh orangtua, ayah dan ibu.
“Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia” (Ef 4:17)
Bentuk buah pikiran yang sia-sia antara lain adalah dusta dan marah. Pada masa kini kiranya masih cukup banyak orang yang suka berdusta dan marah, demi kenikmatan duniawi yang sesaat saja. Berdusta berarti berkata-kata tidak benar atau berbohong atau menipu, sedangkan
marah berarti tidak menghendaki apa yang dimarahi itu ada alias melecehkan atau merendahkan yang lain , bahkan sampai membunuh atau memusnahkan yang lain. Dengan kata lain orang-orang berdusta atau pemarah berarti memang tidak mengenal Allah atau kurang/tidak beriman.
Kita dipanggil untuk memikirkan apa yang baik dan menyelamatkan. Ingat dan sadari bahwa apa yang akan kita lakukan adalah apa yang bergejolak di dalam pikiran kita, dengan kata lain seluruh anggota tubuh kita dikendalikan oleh pikiran kita. Dinamika dari berpikir sampai bertindak adalah : melihat -> berpikir -> merasakan -> bersikap -> bertindak. Kita melihat sesuatu, entah secara phisik atau spiritual, pada umumnya langsung berpikir, memikirkan apa yang harus dilakukan. Pikirkanlah apa yang baik dan menyelamatkan.
Apa yang baik dan menyelamatkan antara lain nilai-nilai sebagai ciri-ciri budi pekerti luhur, sebagaimana saya kutipkan di atas. Sebagai contoh untuk masa kini yang hemat saya cukup mendesak adalah ‘jujur’. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17). Didiklah dan biasakanlah hidup jujur pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dan kemudian diperdalam dan diteguhkan di sekolah serta masyarakat. Keteladanan hidup jujur dari para orangtua, pendidik atau orang-orang dewasa merupakan cara utama dan pertama dalam pembinaan atau pendidikan kejujuran bagi anak-anak.
Marilah kita berantas aneka macam bentuk kebohongan dan dusta dengan dan melalui kejujuran. Orang jujur mungkin untuk sementara hancur, tetapi selanjutnya selamanya akan mujur. Di sekolah-sekolah pendidikan kejujuran hendaknya menjiwai semua kegiatan proses pengajaran dan pembelajaran, inklusif di dalam semua mata pelajaran. Antara lain hal itu dapat dilakukan dengan larangan untuk menyontek baik dalam ulangan maupun ujian. [Ign. Sumaryo SJ]
“Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami,… kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya “(Mzm 78:3-4bc)
=================================================================
Bacaan Yoh 6:24-35
6:24 Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus.
6:25 Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: “Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?”
6:26 Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.
6:27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.”
6:28 Lalu kata mereka kepada-Nya: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?”
6:29 Jawab Yesus kepada mereka: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.”
6:30 Maka kata mereka kepada-Nya: “Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan?
6:31 Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga.”
6:32 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga.
6:33 Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.”
6:34 Maka kata mereka kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.”
6:35 Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.