“Biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi”
Saya mengenal seorang kerabat yang bisa dikatakan menyia-nyiakan apa yang telah dimilikinya demi egoismenya. Istri yang cantik, pandai dan punya karir bagus, anak semata wayang juga cantik dan pandai. Ditambah lagi orang tua yang berada dan memberikannya pendidikan tinggi sampai keluar negeri. Tapi ia memilih menentukan hidup dan gayanya seenak perutnya, memuaskan diri dan mengesampingkan kebutuhan orang-orang disekelilingnya bahkan meninggalkan mereka. Dia habis-habisan memprioritaskan teman-temannya yang akhirnya satu demi satu menipunya dan membuatnya dalam belitan hutang. Teman adalah yang utama baginya, tidak peduli kualitas teman yang hanya memperalat kepandaiannya, keluarga menjadi yang terakhir bahkan dikorbankan dengan menceraikan istrinya.
Saya ikut prihatin karenanya, tapi sayangnya setiap uluran tangan dan kesempatan yang diberikan tidak digunakan untuk memperbaiki hubungan keluarga. Kembali lagi bisnis yang diutamakan dengan tanpa sadar membuatnya tenggelam dalam ancaman debt collector. Rasanya untuk tidak peduli berat juga, apalagi mengingat tatapan sang anak gadis saat bertemu di acara sekolah yang memandang teman-temannya bercengkerama dengan ayahnya. Seperti ada rasa marah tapi juga iri hati dan kecewa pastinya. Mau tumbuh seperti apakah anak perempuan yang disia-siakan sejak bayi dan terluka begini?
Bersama beberapa teman yang peduli dengan kehidupannya, berkali-kali mengupayakan untuk mengajaknya kembali kepada komitmen dan tanggunjawab pada keluarga. Tapi berkali-kali juga kami dikecewakan sampai hampir delapan tahun dan satu persatu kawan meninggalkannya. Beberapa dari kami masih bertahan karena kami masih punya satu pengharapan bahwa pasti suatu saat ia bisa berubah dan kembali menjadi bapa yang baik. Persis seperti perikop hari ini yang menuntut kesabaran dan kasih yang terus diulur dan diulur lagi untuk memohon kemurahan Tuhan. Seandainya saja Tuhan memberikan hari yang baru esok pagi, berarti kami masih ada harapan baginya untuk bertobat dan menjadi lebih baik. Kalau hari ini usaha kami gagal, ia tidak juga bertobat dan tidak berubah, mungkin besok masih ada kesempatan lain. Yang penting kami tidak berhenti berusaha.
Allah memang tidak mengijinkan kompromi terhadap dosa, termasuk terhadap orang-orang yang tidak menghasilkan buah-buah perbuatan yang baik. Allah itu panjang sabar dan begitu murah hati dan rela menanti mereka yang suatu saat ingin kembali berbalik kepadaNya. Tapi tentu saja dibutuhkan kerja sama dengan orang lain yang perduli satu dengan yang lainnya. Diperlukan orang-orang yang tidak berhenti berusaha untuk menanamkan yang baik, menyapa dan mengajak serta menarik kembali untuk kembali menerima kasih Tuhan. Untuk itu perlu persisten, ketahanan dan kesabaran. Maka marilah tetap setia untuk saling mengingatkan satu sama lain, saling menyapa dalam kasih dan pengharapan bagi keluarga, kerabat dan siapapun yang ada di sekitar kita untuk menerima kasih Tuhan. Kalau hari ini belum berhasil, siapa tahu besok masih ada kesempatan, karena Ia memegang janjiNya.
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Rat 3:22-23)
=====================================================================
Bacaan Luk 13:1-9
“Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!”