Fiat Voluntas Tua

Batu Buangan Batu Penjuru

| 0 comments

Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru

Kita ini tak ubahnya seperti penggarap-penggarap kebun anggur itu. Kita bukan pemilik kebun anggur itu, tetapi menjadikan kebun anggur itu seolah-olah milik kita sendiri, mencelakai orang-orang yang diutus oleh pemilik kebun, bahkan tega membunuh anak dari pemilik kebun anggur itu. Jika melihat sejarah pada waktu itu, pemilik kebun akhirnya datang untuk menghukum penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang lain. Itu terjadi sekitar 70 tahun kemudian, tentara Roma akhirnya menghancurkan Yerusalem. Batu yang “dibuang” itupun telah menjadi batu penjuru.

Sampai sekarang masih saja ada penggarap-penggarap yang merasa bahwa kebun anggur itu adalah miliknya sendiri, memutar-balikkan Firman Tuhan, dan mendirikan gereja sesuai selera mereka, dan menganggap gereja miliknya yang paling benar. Penggarap-penggarap ini memang bekerja di ladang kebun itu, tetapi mereka tidak bekerja untuk pemilik kebun itu. Mereka telah merampas kebun anggur itu, menjadikannya sebagai miliknya sendiri, lalu berperilaku seolah-olah merekalah hamba utusan dari pemilik kebun.

Ketika apostolic  gereja mengambil tindakan untuk menghentikan perbuatan itu, mereka menganggap gereja telah bertindak sewenang-wenang, telah berlaku tidak adil. Inilah kesalahan tumpang-tindih yang telah terjadi. Gereja merasa berhak untuk menghukum penggarap-penggarap itu, padahal kita tahu bahwa kewenangan untuk menghukum ataupun mengampuni itu tetap merupakan keputusan Allah, tidak ada pendelegasian wewenang. Gereja telah salah menggunakan kunci kerajaan Surga.

Pada Matius  16:19 sesungguhnya Yesus telah secara jelas menyampaikan tentang kunci tersebut, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.
Kewenangan hanya untuk mengikat atau melepas, tetapi tidak untuk menghukum.

Bekerja di ladang Tuhan, bukan sebagai wakil pemilik kebun apalagi merasa sebagai pemilik, melainkan sebagai penggarap, kita bekerja untuk kepentingan pemilik kebun, dan berharap menerima upah yang dijanjikan, baik ketika masih hidup ataupun setelah meninggal kelak. Mendahulukan kepentingan pribadi sama artinya dengan menolak para utusan-Nya. – Sandy Kusuma

==============================================================================================

Bacaan Injil, Mrk 12:1-12
Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: “Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar  sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia.

Leave a Reply

Required fields are marked *.