Gus Dur memang manusia langka pada zaman kita. Tiga hari setelah wafatnya, Sabtu, 2 Januari 2010, di berbagai kota di Indonesia (Semarang, Yogyakarta, Ambon, Maluku) diselenggarakan acara bersama yang diberi nama “Sejuta Lilin Duka Lintas Iman untuk Gus Dur”. Di Ibukota Republik Indonesia acara tersebut diselenggarakan di Monumen Soekarno – Hatta Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Petang Itu meskipun gerimis tak kunjung henti, berduyun-duyun dari berbagai penjuru datang orang-orang menuju Monumen yang dikenal dengan Tugu Proklamasi. Peringatan wafat Gus Dur dijadikan momentum untuk menegaskan tekad kita membangun Indonesia merdeka.
Setelah ratusan orang berhimpun di seputar panggung yang disediakan, jam 19.30 acara demi acara mulai dilaksanakan. Orasi dari berbagai tokoh masyarakat disampaikan untuk menegaskan lagi sumbangan berharga dari Gus Dur bagi bangsa Indonesia. Mereka adalah Djohan Effendi, Todung Mulya Lubis, BM. Billah, Albertus Pati, Ulil Abshar Abdalla dan Rama Benny. Rama Benny Susetyo menyebut beberapa peristiwa sejarah hubungannya dengan Gus Dur yang mencerahkan hidupnya, sehingga semakin terlibat dalam memajukan dialog antar agama.
Diselingi dengan nyanyian yang dipandu oleh Franky Sahilatua para peserta diajak untuk bersenandung tentang Gus Dur sebagai guru bangsa. Penampilan Barongsay yang lembut mengajak para peserta untuk memberikan hormat kepada almarhum.
Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur, setelah menyampaikan terimakasih kepada seluruh rakyat Indonesia, menyulut kan lilinnya dari lilin besar di depan gambar Gus Dur, dan membagikan nyala lilin itu kepada semua peserta. Di kegelapan malam itu, ketika gerimis tak kunjung henti, nyala lilin-lilin itu bagaikan kunang-kunang yang beterbangan di halaman luas Tugu Proklamasi tersebut.
Pada waktunya dipanjatkan doa oleh wakil dari berbagai tradisi keagamaan: Buddha, Tao, Bahai, Konghucu, Kristen, Hindu, Katolik, Islam. Ketika giliran saya untuk berdoa, saya antar para peserta untuk berdoa sbb.:
Saudari dan saudaraku terkasih,
Saya baru kembali dari Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Di sana saya menyaksikan wafat Gus Dur sebagai peristiwa bangsa. Bahkan lebih dari itu, wafat Gus Dur merupakan peristiwa iman. Ia wafat namun tetap hidup. Pada malam hari ini saya menyaksikan semangat hidupnya dalam diri kita semua. Sebagai ungkapan akan kehidupan itu saya panjatkan doa.
Untuk seorang Abdurrahman Wahid
(Abdi Allah yang Rahman -Mahabaik -dan yang wahid –Esa)
Ya, Allah,
Lihatlah umat-Mu berkumpul di tempat ini
tempat di mana kemerdekaan bangsa ini pernah diproklamasikan.
Kami berkumpul untuk mengenang seorang abdimu, Abdurrahman Wahid.
Sekarang ini kami merasa dipersatukan oleh sebuah perasaan kehilangan;
Kehilangan seorang pemimpin yang terpelajar
Kehilangan seorang pemikir yang merakyat
Kehilangan seorang guru yang cerdas
Kehilangan seorang bapak yang penuh kasih
Kehilangan seorang beriman yang tabah
Kehilangan seorang sahabat yang baik, bahkan jenaka juga.
Kau panggil dia kehadirat-Mu.
Bak sebuah mulut
tiba-tiba dunia kami seperti merasakan sebuah gigi yang tanggal
dan kami merasa gagal untuk berucap.
Kami terpukau dan menjadi gagap tetapi ingin bertanya pada-Mu,
apa kehendak-Mu dengan peristiwa kepergiannya ini.
Allah yang Mahabesar,
Kauambil dia dari tengah-tengah kami, sehingga kami merasa kecil.
Padahal saat ini adalah saat yang tepat
ketika kami sedang sangat memerlukannya.
Allah yang Maha Baik,
Kauambil yang baik di antara kami
sehingga kami khawatir jangan-jangan yang jahat akan menyergap kami.
Maka kami berkumpul di sini untuk berdoa agar Kauteguhkan
agar kaukuatkan
agar kaubuka hati dan pikiran kami
untuk lebih mampu menyadari rahmat-Mu
yang selama ini Kausampaikan kepada kami melalui dia.
Dia yang tahu apa artinya menjadi manusia, makluk yang Kau beri kemerdekaan.
Dia yang tahu bagaimana mempergunakan kemerdekaan itu.
Dia yang tahu bahwa manusia bemartabat sama,
sehingga harus saling menghormati.
Dia yang tahu apa artinya perbedaan: bukan untuk membuang yang tidak sama, melainkan saling melengkapi dan memperkaya.
Allah yang Esa,
satukan kami untuk mencecap rahmat dan kebijaksanaan-Mu
yang selama ini telah Kausampaikan melalui abdi-Mu ini.
Ampunilah kami karena kami tak cepat memahaminya,
atau malah cenderung mengabaikannya.
Berilah kami kekuatan untuk merelakan dia kembali ke hadapan-Mu.
Sebagai manusia dia tak lepas dari dosa dan kesalahan,
tetapi kami percaya, Dikau yang Rahim, mengampuninya.
Kami percaya, bahwa tempat yang layak telah Kausediakan baginya.
Selama hidupnya, dia banyak menderita karena keyakinannya
maka sekarang ini juga kami ingin menyatukan semua penderitaan yang ditanggung oleh umat-Mu yang menderita karena keyakinan mereka.
Semoga semua penderitaan itu Kauubah menjadi keberanian untuk dengan tekun menjadi saksi-Mu.
Allah yang Mahaagung,
dengan rela kami serahkan dia kepada-Mu kembali.
Hanya kami mohon semoga kenangan akan dia
membuat kami semakin mampu bekerja sama untuk melanjutkan cita-cita-Mu ketika menciptakan kami:
Hidup sesuai dengan jalan-Mu, jalan kasih, jalan kebenaran, jalan keadilan dan damai.
Ya Allah, lihatlah kami yang dipersatukan oleh sebuah perasaan kehilangan, kehilangan seorang abdi yang telah menjadi sahabat yang menjadi teladan bagaimana berjalan bersama dalam menyusun bagian sejarah negeri ini.
Ya Allah, kami mohon agar perasaan kehilangan ini Kauubah menjadi perasaan bahwa kami telah memperoleh terang-Mu, melalui dia, abdimu.
Sejuta lilin ini kami nyalakan
ketika kami dirundung duka karena merasa kehilangan.
Tetapi kami berdoa, agar nyala yang dipancarkan adalah nyala penuh kekuatan untuk mengubah semuanya menjadi kebaikan.
Berilah kami kekuatan untuk menjaga terang itu, memancarkannya, mengamalkannya dalam hidup bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia.
Dia telah berusaha menunjukkan bagaimana hidup sesuai dengan jalan-Mu,
jalan kasih, jalan kebenaran, jalan keadilan dan damai.
Allah yang baik dan esa
Jadikanlah kami pula abdi-Mu, untuk melanjutkan apa yang telah dia kerjakan selama ini.
Kami mohon lekas wujudkan kasih-Mu di negeri kami
sehingga kasih, keadilan dan damai dapat kami alami dalam hidup harian kami.
Lekas wujudkan kasih-Mu di negeri kami Indonesia, yang kami cintai
dan kami percaya, kaucintai juga.
Raganya telah mati, tetapi semangatnya tetap hidup di hati kami.
Amin
Jakarta, 2 Januari 2010
Johannes Pujasumarta
KWI
January 3, 2010 at 7:07 pm
wonderful prayer. Saya juga merasakan kehilangan sesosok Bapa Bangsa, Guru Bangsa. I’m a fan of him. He’s such a great figure of our nation.
March 15, 2011 at 5:51 pm
wah,,,,,,wah.,,,,wah bagus yach