Fiat Voluntas Tua

Kerendahan Hati Orang Besar

| 0 comments

“Membuka tali kasutNya pun aku tidak layak.”

Orang-orang besar itu ternyata justru menjadi besar karena kerendahan hatinya, karena menyadari bahwa mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain. Bahwa mereka masih memerlukan ketelibatan orang lain dan bahwa mereka tidak berdaya tanpa bantuan orang lain. Orang besar itu juga tidak pernah merasa berjasa apa-apa justru pada saat mereka sudah melakukan banyak bagi orang lain.

Akhir tahun ini Indonesia kehilangan dua orang besar, besar karyanya bagi bangsa, besar artinya bagi  terpeliharanya NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua orang besar yang berbeda suku, berbeda iman, tetapi memiliki darah yang sama, darah orang Indonesia yang mengutamakan dan menjunjung tinggi keberagaman dan keadilan serta berjuang demi kesejahteraan bangsa.

Keduanya bersahabat, Gus Dur dan Frans Seda, sehingga saking dekatnya mereka wafat hanya selang beberapa jam. Seorang romo mengatakan mungkin pak Frans Seda ingin memastikan bahwa mereka bisa bersama-sama sepanjang masa. Maka ia buru-buru pergi menghadap ke Santo Petrus, penjaga pintu Surga dan berkata “Santo Petrus, jangan lupa siapkan tempat juga untuk Gus Dur”.

Satu hal lagi yang menunjukkan kebesaran mereka adalah kerendahan hati mereka, dimana mereka sama-sama menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Tempat yang justru dicari banyak orang sebagai tempat peristirahatan akhir. Mungkin juga impian bagi mereka yang ingin dikenang sebagai pahlawan (dan memang bisa jadi mereka juga pahlawan betul). Tapi justru mereka berdua tidak ingin dikenang sebagai pahlawan. Saya merasa mereka tidak ingin dikenang atas jasa dan karya mereka, tapi pasti mereka lebih senang kalau cita-cita dan perjuangannya hidup senantiasa diteruskan oleh kita ini yang masih hidup di bumi Indonesia.

Tanda lain kerendahan hati pak Frans Seda juga tampak pada keluarganya, mereka tidak memberikan informasi berpulangnya pak Frans Seda ke media untuk menjaga suasana duka masyarakat yang kehilangan Gus Dur. Mereka ingin juga memberikan penghormatan kepada Gus Dur, padahal mereka sendiri juga berduka. Hal ini tampak pada saat saya melayat siang hari ke rumah kediaman pada hari pertama meninggalnya oom Frans Seda. Tidak nampak karangan bunga yang layaknya menyambut di kediaman seorang tokoh. Tidak nampak pejabat negara dan orang penting. Yang ada hanya kerabat dan keluarga dekat serta civitas Atma Jaya  yang jumlahnya tidak sampai lima puluh orang. Baru setelah pemakaman Gus Dur selesai media menyadari bahwa seorang tokoh besar juga telah berpulang.

Injil hari ini mengajak kita mengutamakan kerendahan hati, justru agar Allah bisa berkarya secara maksimal lewat pikiran dan pekerjaan dan usaha kita. Usaha dan upaya yang ada selalu diawali dengan pikiran-pikiran Allah sang sumber kebaikan. Seperti halnya Yohanes Pembaptis melakukan segala sesuatu dengan harapan memberikan jalan terbaik yaitu pertobatan orang banyak agar mereka siap menerima Sang Juru Selamat. Karya yang begitu luar biasa toh tidak dilihat ‘berarti’ dimata sang Yohanes Pembaptis, Ia tidak merasa pantas untuk disandingkan berdekatan dengan Sang Immanuel. Pekerjaan membuka tali kasut adalah pekerjaan paling utama seorang hamba (pembantu) setiap ia melihat tuannya datang. Ia tidak lagi melihat dirinya penting, menjadi orang-orang ring-1 nya Yesus yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu. Ia hanya berusaha melakukan tugasnya sebaik mungkin agar tuannya senang dengan hasil kerjanya.

Banyak hal dalam kehidupan keseharian kedua tokoh besar ini menunjukkan kerendahan hati mereka sehingga mereka diterima oleh berbagai kalangan.  Tidak perlu menunjukkan kemewahan apalagi naik mobil dinas yang  harganya ajubilah, hanya untuk diakui  sebagai orang ‘besar’. Saya yakin sekali walaupun mereka juga mampu memilikinya (karena memang secara ekonomi juga mampu), mereka tidak merasa perlu untuk melakukannya.  Marilah kita meneladani kerendahan hati kedua tokoh bangsa Indonesia ini dengan perilaku kesederhanaan, tidak show of force, unjuk diri unjuk kekuatan tapi tahu kapan harus berani bersuara melawan ketidakadilan. Sehingga terang Allah nyata berkarya senantiasa agar kita dapat mengukir sejarah dalam membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi.  Selamat beristirahat dalam kekekalan abadi dan semoga Allah menerima Gus Dur dan oom Frans Seda dalam kasihNya.

===============================================================================================

Bacaan Injil  Yoh 1:19-28

“Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: “Siapakah engkau?” Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: “Aku bukan Mesias.” Lalu mereka bertanya kepadanya: “Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?” Dan ia menjawab: “Bukan!” “Engkaukah nabi yang akan datang?” Dan ia menjawab: “Bukan!” Maka kata mereka kepadanya: “Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?” Jawabnya: “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.” Dan di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi. Mereka bertanya kepadanya, katanya: “Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?” Yohanes menjawab mereka, katanya: “Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.”Hal itu terjadi di Betania yang di seberang sungai Yordan, di mana Yohanes membaptis.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.