“Sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”
Masih banyak diantara kita beranggapan bahwa ada pemisahan antara dunia rohani dan dunia tempat kita hidup. Urusan dunia ya urusan antar manusia, urusan rohani ya urusan kita dengan masing-masing kepercayaan dan Tuhannya. Satu sama lain tidak berhubungan. Masa? Kita perlu menyadari bahwa manusia terdiri atas tubuh, jiwa dan roh. Bukan hanya tubuh, jadi kita seperti robot atau tanaman yang dikasih makan tumbuh dari kecil menjadi besar dan mati begitu saja. Bukan juga hanya tubuh dan jiwa seperti umumnya binatang mamalia, beranak pinak dan masih punya perikebinatangan ; btw ada juga binatang yang IQ nya tinggi sehingga mampu berpikir tidak hanya menggunakan instingnya. Manusia juga punya roh yang memampukan kita berhubungan dengan Sang Pencipta, justru yang mengingatkan kita senantiasa dalam hati nurani kita terdalam. Ada kasih disitu, ada kepedihan dan kepedulian terhadap yang lain. Dari sejak jaman dulu manusia mencari kekuasaan yang lebih tinggi daripadanya, entah itu menyembah batu, pohon, dari jaman animisme, polytheisme sampai berpaham monotheis.
Maka dalam tindak tanduk dan perilaku kesehariannya, manusia mau tidak mau juga ‘diatur’ dari tingkat keimanannya. Coba perhatikan suku-suku pedalaman dimanapun, mereka hidup ramah dengan alam. Tidak merusak hutan tempat mereka tinggal, hanya mengambil yang mereka perlukan. Nothing more, nothing less. Betapa mereka memahami ketergantungan mereka pada alam, sehingga sangat dijaga kelestariannya. Bandingkan dengan orang-orang kota yang ‘greedy’, gak cukup dengan satu rumah, mau lebih lagi. Gak cukup dengan satu lahan, mau lebih luas lagi. Buat apa ya? Kan yang dibutuhkan hanya 1 x 2 meter yang cukup untuk akhir hidupnya.
Dalam adat istiadat Yahudi pun demikian, sehingga aturan-aturan kehidupan dalam tatanan masyarakat merupakan perwujudan ketaatan mereka pada Yahwe. Pemahaman mereka mengatakan bahwa orang-orang yang tidak menyembah Yahwe akan dikutuk, termasuk rejekinya dan keturunannya. Sehingga orang-orang yang miskin dan tidak punya anak adalah orang-orang ‘terkutuk’ yang tidak layak didekati apalagi masuk Bait Allah. Itulah ‘aib’ dan cap yang telah ditetapkan aturan manusia.
Tapi ternyata didalam pengenalan akan Tuhan Allah yang hidup, yang menciptakan tubuh, jiwa dan roh manusia Ia mampu mengatasi semuanya. Ia mampu melakukan apa yang jauh dari pikiran dan harapan manusia. How great Thou art… How great Thou art.. Allah Hu Akbar – bahasa arabnya. Ia mampu membuka kandungan yang tertutup termasuk apa yang terjadi didalam Alkitab seperti pada mamanya Ishak, mamanya Samuel, mamanya Simson, mamanya Yohanes pembaptis… juga mama-mama lainnya disekitar kita saat ini. Dia bukan Allah yang maha pengutuk dan menakutkan seperti yang diartikan dalam Kitab Ulangan 28:15 dst. Kedatangan Yesus membuktikan bahwa Allah Sang Khalik itu adalah Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Begitu besar kasihNya bahkan bila seorang ibu menolak anaknyapun, (kita pikir mana mungkin ya? tapi kenyataannya yang diaborsi buanyak banget tuh) Allah tetap mengasihi kita. Demikian tertulis pada Mazmur 27:10 Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku. Maka saya hakul yakin juga bayi-bayi yang diaborsi pun pasti diambil lagi oleh Allah ditempatkan di firdausNya. Anak-anak yang ditinggalkan di Panti Asuhan pun akan menerima kasih Tuhan lewat para pengasuh dan bapak-ibu sambungnya. Setiap nyawa berarti dimata Tuhan.
Hanya yang menjadi penghalang kasih Tuhan adalah keraguan kita akan kebesaran dan kasihNya. Kita lah yang menghalangi karya Allah dalam kehidupan kita. Allah yang maha dahsyat itu mau kok turun tangan dan ikut campur dalam kehidupan kita, kita aja gak percaya. Masa sih? Lho ya kadang kita merasa masalah kita terlalu kecil untuk jadi urusan Allah. Or… terlalu besar juga untuk Allah, mendingan Allah mikirin yang lain saja deh. MYOB? Mind Your Own Business…. atau dengan kata lain urusan ku ya urusanku, gak usah ikut campur… termasuk Tuhan juga gak usah ikut campur.
Zakaria termasuk yang meragukan keAllahan Allah, ia ragu dan tidak percaya bahwa istrinya yang sudah tua bisa hamil. Ia lupa dan mungkin tidak sadar bahwa sel-sel istrinya adalah mahakarya Allah. Well… itulah kenapa perempuan biasanya lebih rohani dari laki-laki ya? Sel-sel perempuan lebih rumit dan lebih kompleks dari laki-laki, karena fungsi reproduksinya itu. Setiap kali perempuan melahirkan, deep in their heart… ini pertarungan hidup dan mati. Trust me, perempuan yang melahirkan normal pasti dan umumnya lebih bisa mensyukuri rahmat dan nikmat Allah.
Maka marilah kita belajar menyerahkan segala kekhawatiran kita, apa yang menghantui didepan kita dan apa yang menjadi beban pikiran kita. Aib kata orang belum tentu aib dihadapan Tuhan. Ia bisa mengubahkan aib itu dan mengangkatnya menjadi sumber sukacita bagi banyak orang. Kalau kita meragukan kebesaran Allah, maka kitapun bisa menjadi bisu seperti Zakaria. Bisu tidak bisa melihat kemurahan Allah, bisu tidak bisa menyatakan kebesaranNya melalui perkataan dan perbuatan kita. Bisu tidak bisa mewartakan kasih Allah yang luar biasa. Percayalah bahwa Allah kita adalah Allah yang penuh kasih, God is love.
===============================================================================================
Bacaan Injil Lukas 1:5-25
“Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: “Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.” Jawab malaikat itu kepadanya: “Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.” Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci. Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu. Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: “Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”