Fiat Voluntas Tua

The Catholic Way : Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita

| 8 Comments

Berikut adalah ulasan saat bedah buku “The Catholic Way” yang diadakan oleh Komisi KOMSOS KAJ hari ini , 13 Desember 2009 dari pk 9.00 sd pk 13 di aula Katedral Jakarta. Selain menampilkan Mgr Suharyo sang narasumber, juga disampaikan ulasan Romo Simon L. Cahyadi Pr, dosen STF Driyarkara, dan Bpk Raymond L Toruan, Pemred Majalah HIDUP.  Terimakasih buat Mungky, pengetik tercepat yang saya kenal dan telah meliputnya secara lengkap, Semoga ulasan ini membantu kita lebih memahami kekatolikan secara praktis. Tentu lebih lengkap bila anda membaca buku terbaru Penerbit Kanisius ini. Setelah dibuka oleh Romo Harry Sulistyo, Pr sebagai komandan Komisi KOMSOS KAJ, dengan panduan moderator Theresia Mey Lianny (yang biasa dipanggil mbak Mey atau Meyli atau Meyli Kwa) berikut ini adalah ulasan para pembedah buku tersebut.

Romo Simon Lilik Cahyadi: Pandangan mengenai buku The Catholic Way

Perspektif Umum

Ingat seorang filsuf German Immanuel Kant yang mengatakan kesibukan pemikiran kita diarahkan pada 3 pertanyaan dasar: apa yang bisa ku ketahui, apa yang wajib aku lakukan dan apa yang boleh aku harapkan. 3 pertanyaan ini menyentuh pertanyaan paling dasar tentang siapakah aku ini manusia.

Waktu membaca the Catholic Way di kepala saya ada 3 pertanyaan itu dan 1 pertanyaan pokok, apa yang bisa saya ketahui tentang Katolik dari buku ini, apa yang baik atau wajib kita lakukan sehabis membaca buku ini dan apa yang boleh kita harapkan. Pertanyaan lalu dimodifikasi untuk memasuki bedah buku ini.

Apa itu Kekatolikan?

Halaman 19-20 Mgr. Haryo mengatakan Katolik tak pertama-tama menunjuk sekelompok orang yang terbatas, melainkan lebih-lebih Roh yang hadir dan berkarya di mana-mana, menjiwai seluruh dunia dengan daya Roh itu serta mengangkat kekayaan seluruh umat manusia.

Jadi kata Katolik pertama-tama berkata tentang kegiatan Roh yang kita imani, berhembus ke mana Dia mau dan kita meyakini kehadiran-Nya yang menjiwai seluruh karya umat manusia. Maka kata Katolik adalah paham dinamis, suatu yang bergerak sampai pada kepenuhan-Nya. Dengan hakekat kekatolikan ini kita bisa masuk ke dalam 3 pertanyaan yang tadi diajukan.

Pertama-tama sebagai katolik kita percaya pada kehadiran Roh Kudus yang berhembus ke mana Dia mau dan menyertai kita. Dalam Matius 28:20 Yesus bersabda: Aku menyertaimu sampai akhir zaman, penyertaan itu hadir dalam Roh. Catholos berarti menyeluruh, keyakinan ini menjadi pegangan bagi saya untuk menjawab 3 pertanyaan yang saya ajukan.

Bagaimana mengetahui kehadiran Roh yang menjadi hakekat Kekatolikan kita?

Dalam buku ini meskipun secara sporadis Mgr. Haryo menunjukkan dengan jelas bahwa hal itu bisa kita kenali dalam dua hal. Pertama adalah sumber iman, bagaimana mengenali Roh Kudus hadir dalam seluruh dinamika kehidupan manusia, dalam gereja Kitab Suci : Sabda Allah yang dibahasakan dalam bahasa manusia, love sotry cinta Tuhan untuk mengungkapkan cinta-Nya. Allah mencintai kita Yoh 3:16. Itu seluruh love story dari Kitab Suci Allah pada kita maka Kitab Suci mengungkapkan karya Roh Kudus yang menyelamatkan dan mendampingi kita. (Hlm 34 dst) Kitab Suci sendiri ternyata tak bisa menjadi satu-satunya sumber.

Kitab Suci adalah salah satu sumber, maka iman Katolik punya sumber yang lain juga yaitu yang kedua adalah  tradisi gereja. Didalamnya ada wewenang mengajar dari gereja untuk umatnya. Ini 2 sumber iman yang membuat kita punya kekhasan bahwa iman kita tak hanya berdasarkan Kitab Suci tapi juga tradisi gereja. Tradisi gereja adalah apa yang dihayati dan diimani oleh gereja sepanjang perjalanan hayatnya dari dulu sampai sekarang. Dalam bahasa Latin ada semboyan Sola Scriptura, Alone the Scripture, gereja Katolik mengatakan bukan hanya Kitab Suci tapi juga tradisi gereja. Dan ini sesuai dengan Kitab Suci. Ini adalah 2 sumber iman kita, maka kita agak berbeda.

Orang Protestan biasa merujuk segalanya pada Kitab Suci, sedangkan dalam ajaran Katolik kita bisa saja ada tradisi yang tak langsung disebut; tapi bukan berarti tak disinggung atau tak ada inspirasinya maka tak bertentangan. Ini perbedaan sumber iman yang menjiwai cara kita menghayati iman, bertindak, berelasi dengan dunia, budaya atau inkulturasi maka Kitab Suci tak bisa jadi satu-satunya sumber.

Secara ilmiah, Kitab Suci adalah salah satu dalam tradisi gereja yaitu dalam bentuk yang tertulis. Banyak tradisi gereja yang tertulis, macam-macam tulisan, praktek-praktek hidup, ini tak bisa dirangkum dalam Kitab Suci, maka Kitab Suci adalah salah satu tradisi gereja, tradisi tertulis sehingga tak bisa jadi satu-satunya sumber.

Dengan bekal ini kita masuk ke dalam beberapa inti yang oleh Mgr. Haryo ditunjukkan dalam tradisi, misalnya penghormatan pada orang Kudus, ibu Maria, kepercayaan pada purgatorium, yang oleh Mgr. Haryo dikatakan sebagai pencucian. Purgatorium sebenarnya tempat, tempat pentahiran, pencucian. Bukan berarti tak ada dalam Kitab Suci, ada acuannya dalam Kitab Suci yaitu dalam 1 Korintus, bahwa Paulus mengatakan ada orang yang diselamatkan seolah-olah dari api, lalu dari situ asosiasi muncul purgatorium, tempat pencucian yang lalu dihubungkan dengan api pencucian. Dalam Kitab Suci tak ditunjuk secara langsung tapi tak melawan, melainkan cocok.

Apa yang wajib dilakukan?

Buku ini tak hanya memuat masukan teologis tapi juga tindakan yang perlu kita lakukan dalam kehidupan iman kita. Banyak hal menyangkut relasi dengan lingkungan hidup, hubungan dengan orang kecil, dialog dengan orang yang punya kepercayaan lain.

Imperative bisa diringkas dalam 2 kategori

1. Halaman 42, baik kalau kita mempunyai mata iman, yang melihat semua itu sebagaimana Tuhan melihat, bahwa Tuhan baik pada setiap orang. Dia memberikan sinar matahari pada setiap mahluk, Dia mencintai dunia dan mengutus Yesus, dosa tak dikehendaki-Nya, cinta-Nya bisa dinikmati oleh setiap orang. Kita perlu melihat hidup kita dalam terang iman, ada Tuhan yang berkarya dalam kehidupan kita. Dulu Tuhan dibawa oleh para misionaris kepada kita sekarang harus dibalik, dalam negara kita ditemukan Tuhan, pada mereka Tuhan harus ditemukan, pada yang kecil, Matius 25 misalnya, jadi penting melihat dengan mata Tuhan

2. Kita punya respek terhadap

a. Diri sendiri. Respek diri sendiri kita lebih kaya daripada apa yang ditawarkan, tak hanya ikut mid-night sale.

b. Terhadap pihak lain. Prinsip fairness, dialog penuh penghargaan pada orang yang punya keyakinan lain.

c Terhadap alam. Tidak memanipulasi alam begitu saja, alam dieksploitasi habis-habisan. Dalam Kejadian Tuhan mau kita menguasai dan menaklukkan dunia, Tuhan menempatkan kita untuk menjadi walinya, kita menjadi wali alam. Keserakahan dan kemarukan mengakibatkan kecelakaan dan kehancuran alam yang pada gilirannya menghancurkan kita.

Apa yang boleh kuharapkan

Keutamaan pengharapan kita percaya bahwa Tuhan nanti menyempurnakan karya kita. Kita wajib dalam kewenangan dan kemampuan bahwa kita punya kepercayaan bahwa Dia yang sudah memulai perbuatan baik akan menyempurnakannya pada akhirnya. Lihat Aku membangun serba baru yang lama sudah lewat yang baru sudah datang. Harapan ini tak membuat kita patah semangat, kita membawa optimisme, percaya pada jaminan sabda Allah maka dengan penuh kesabaran kita mau terus bekerja, berdoa dan membangun dunia ini menjadi dunia yang lebih baik, lebih manusiawi di mana setiap orang menerima cinta-Nya.

RAYMOND TORUAN

Buku kecil ini diberi judul The Catholic Way, subjudul kekatolikan dan keindonesiaan kita. Ketika membaca buku ini ada 2 nama yang langsung muncul di kepala. Yang satu adalah seorang pastor, (maaf namanya sulit dieja) sosiolog, pastor keturunan Irlandia tapi tinggal di Chicago, membuka pusat sosiologi mengenai Katolik, pastor Jesuit satu ini menghasilkan buku yang berkaitan tentang kekatolikan, puluhan bukunya termasuk novel dan bagus-bagus. itu yang pertama teringat.

Nama kedua adalah Mgr. Sugiyopranoto 100% Katolik 100% Indonesia, saya agak bingung judulnya kalau diindonesiakan menjadi cara hidup Katolik atau cara katolik, berbeda dengan being Katolik, beriman Katolik. Buku ini semacam panduan untuk orang Katolik, tindakan apa yang harus dilakukan.

Daftar isi memuat pengantar, tak kurang dari 20 artikel. Kebanyakan judul artikel barbahasa Indonesia, tapi ada 3 berbahasa Inggris. Saya coba menyatukan berbagai pemikiran Mgr. Suharyo yang sebelumnya berserakan. Buku ini merupakan kumpulan tulisan berbagai hal. Ukuran dan isinya macam-macam. ada 3 tulisan diantara 20 tulisan yang agak panjang, lebih dari 25 halaman. Lainnya pendek-pendek.

Buku ini kalau saya yang sunting akan dibagi dalam tiga kategori:  tulisan mengenai iman Katolik, being a catholic, tentang menjadi Katolik Indonesia, hanya 1 artikel yang paling panjang memuat itu. Tentang cara hidup Katolik, Catholic Way, di sini ada 15 artikel. Kategori lain-lain adalah sisanya.

Kategori pertama

Halaman 9-26 merupakan ringkasan dari iman Katolik. Uraian tentang apa saja yang kita percaya sebagai orang Katolik, mau dikatakan bahwa iman Katolik adalah syahadat para rasul, aku percaya, itulah iman kita. Hanya saja dalam artikel ini ditambah beberapa hal lainnya yang juga khas Katolik, penghormatan pada Bunda Maria, Para Kudus, Kitab Suci, sebagai sumber. Dalam artikel pertama yang panjang yang menurut saya dasar dari buku ini, ada sisipan mengenai perpecahan gereja. Buat saya artikel pertama ini menjadi Katolik Indonesia adalah katekismus teringkas yang pernah saya baca, karena ada katekismus Indonesia, iman Katolik dsb.

Pada dasarnya kategori pertama ini berbicara tentang penerimaan dan pengakuan kita sebagai orang Katolik akan kebenaran tertentu.

Loncat ke kategori 3,

Ada 3 artikel 203-208 berbicara tentang budaya instan, atau gejala kecenderungan orang sekarang mencari jalan pintas, lalu artikel hal ihlwal uskup 215-230 menceritakan gelar dan wewenang uskup serta artikel masa kecil yang membentuk, lebih biografi Mgr. dan keluarga. Sebagai kisah sangat enak dibaca karena menginspirasikan tapi masuk dalam kategori lain-lain maka Catholic Way harus dicari pada 15 artikel lain berurutan dari depan ke belakang

Kategori kedua

15 artikel dalam kumpulan kedua lebih menjawab pertanyaan seputar Catholic way, bagaimana harus bertindak sebagai Katolik, di rumah, jalan, masyarakat terhadap bumi dst. Inilah inti dari buku ini. 15 artikel ini paling perlu dibaca dan disimak. Tak ada yang baru dalam tulisan-tulisan itu. 2 diantaranya cukup panjang, Pancasila dan bonum commune. Hlm 47 dan 70, yang lain lagi Dialog antar Agama 71-100. Ini panjang tapi sangat baik untuk disimak. Yang lain lebih pendek. Secara keseluruhan ke 15 artikel bisa menjadi panduan bagaimana menghayati iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari. Yang harus dibaca dulu adalah artikel Pancasila dan bonum commune dan Dialog antar Agama

Halaman 118 Mgr menegaskan hal beriman tak sekadar menerima dan mengakui kebenaran-kebenaran tertentu. Beriman berarti menjadi murid Yesus, melanjutkan pengutusan yang dilakukan oleh Yesus sendiri, ke 15 artikel merupakan bentuk perutusan murid-murid Yesus secara Katolik. Dalam hal menerjemahkan bentuk perutusan, buku kecil ini sungguh menunjukkan Mgr yang pawai dalam memahami kitab-kitab gereja yang rumit.

Beliau dalam buku ini tak bersikap sebagai ahli teologi biblis, membaca buku ini seperti tak membaca tulisan Mgr, namun mendengarkan langsung tutur sapanya. Dan memang sungguh sulit untuk tidak terpesona ketika membacanya. Bagaimana kumpulan Ajaran Sosial Gereja itu dituturkan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dengan konteks masa kini dalam kehidupan nyata kita. Alur diteruskan dalam beberapa artikel, cukup jelas beliau menuturkan bagaimana alur itu dituliskan dalam serangkaian surat-surat gembala KWI terutama selama 10 tahun terakhir yang berkaitan dengan keadilan sosial. Dengan santai beliau bisa menohok Fukuyama, tapi surprisingly menuturkan model ekonomi alternatif, teologi biblis membahas ekonomi alternatif.

Dari buku ini ada sisi lain dari Mgr. Haryo, sisi seorang magister dalam arti yang sesungguhnya, magister itu guru, dengan bahasa yang sangat populer. Buku ini menarik sebagai bacaan, ajaran sosial gereja yang tebal bisa teringkas dalam buku ini.

Ekonomi berbagi, rasanya di Jakarta perlu dicoba model ini.

Buku ini banyak typo error, yang perlu diperhatikan. Masih ada kutipan-kutipan yang membuat kalimat yang menggantung, ada kata yang hilang entah bagaimana atau tak masuk, hanya beberapa kalimat yang menggantung, ini catatan untuk Kanisius sehingga lebih cermat kalau mau cetak ulang, dibersihan dulu.

Catatan lain mengenai bagaimana buku ini dikelola, saya merasa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan seluruh artikel, sebetulnya tiap artikel diawali dengan pertanyaan. Pertanyaan ada yang koheren tapi ada yang agak tercampur aduk, beberapa pertanyaan itu sepertinya menggurui, lebih enak membaca tuturan Mgr daripada membaca pertanyaannya.

Ada pertanyaan pada Mgr dari Raymond, kalau jadi uskup KAJ yang dikukuhkan apa masih tetap berpegang pada kalimat: Perutusan yang diterima adalah mewartakan pengharapan, jika ini dipertahankan, Jakarta bakalan hebat karena pekerjaan Rm Harry sebagai penanggungjawab Komsos menjadi lebih ringan. Mewartakan pengharapan bukan pekerjaan mudah. Dua hal menjadi penting: bagaimana dia berkomunikasi, mewartakan pengharapan tapi juga menunjukkan hidupnya bahwa Mgr juga memberikan harapan

Pertanyaan pak Raymond

Model ekonomi berbagi apa bisa diterapkan lalu pembahasan mengenai perpecahan gereja kok sampai dibahas di buku ini, dan tugas perutusan untuk mewartakan pengharapan.

MGR. SUHARYO

Economic of sharing, ekonomic of communion, dalam buku ini ditunjukkan sekian ratus perusahaan yang sudah mempraktekkan tidak di Indonesia, baru ada satu di Indonesia yaitu di toko KAS. Saya baca buku Chiara Lubich dan saya ketemu teman-teman Focolare Movement. Saya sangat tertarik pada gagasan seperti ini karena konsep seperti ini belum ada dalam teksbuk ekonomi namun gagasan yang dilemparkan oleh Chiara, yang aslinya guru taman kanak-kanak yang menjadi pemimpin Focolare, diimplementasikan oleh orang-orang yang bergerak dalam bidang ekonomi dan mereka menjiwai bidang pekerjaan mereka dengan iman yang sangat radikal. Kuncinya ada di iman yang radikal sehingga muncullah macam-macam perusahaan yang dikelola dengan cara ini. Kalau tidak salah sudah ada 3 disertasi ilmiah yang dibuat di Filipina mengenai ekonomic of share. Ada satu perusahaan kecil di salatiga yang mencoba mengaktualisasikan gagasan ini.

Keadaan gereja yang terpecah-pecah. saya menulis karena memang ditanya, namun kalau mencoba untuk mengembangkannya lebih jauh, salahsatu dari sifat gereja yang paling dasar adalah kesatuan. Maka gereja dalam Konsili Vatikan II khususnya diberi judul communio, persekutuan, sulit diterjemahkan dalam bhs Indonesia. Intinya adalah persekutuan, persatuan. Kalau inti gereja persekutuan dan persatuan, maka salah satu yang langsung berlawanan dengan hakekat gereja adalah perpecahan. Yesus berdoa supaya para muridnya menjadi satu; tapi para muridnya pecah terus menerus. Ini langsung menohok hakekat gereja.

Maka kalau saya ditanya pastoral gereja sekarang yang paling pokok itu apa, atau ciri tanda pastoral berhasil atau tidak jawabannya ada disitu. Apa yang paling membahagiakan bagi uskup? Adalah kalau umatnya tak berkelahi dan pastornya juga tak berkelahi. Apa yang paling menjadi beban berat seorang uskup jawabannya sama kalau umat atau pastornya berkelahi, yang lain bekerja tak terlalu sulit apalagi dengan kerjasama sekian banyak umat yang rela bertanggungjawab dalam kehidupan gereja. Ini langsung menyangkut inti gereja.

Mewartakan pengharapan. Dari satu pihak, kata pengharapan dokumen resmi gereja baik dari Vatican maupun dari KWI, dan kalau kita baca dokumen-dokumen lain dari Komisi Wali Gereja tempat lain, kata ini merupakan refrain terus diulang dari satu pihak itu. Salahsatu dari sinode para uskup yang berlangsung di Vatikan 2001, judulnya berkaitan dengan mewartakan pengharapan sebagai tugas para uskup. Saya hanya mengutip dari sinode para uskup. Dari satu pihak tertulis bsebagai dokumen.

Dari lain pihak sharing pribadi Mgr: itu merupakan pergumulan pribadi, dari pengalaman sendiri dan berbagi pengalaman dengan orang lain yang sungguh bekerja keras untuk kebaikan bersama tak jarang orang lelah, habis, putus asa karena bekerja 24 jam sehari membanting tulang dsb. Kelihatannya dunia tak berubah, sama saja jeleknya. Di negara kita sejak reformasi 2008 sampai sekarang tak ada yang berubah dalam arti apa yang ada dalam Pancasila tentang kesejahteraan masyarakat. Pertimbangan manusiawi kita bekerja keras, maka seperti saudara kita seperti yang orasi dari Pemalang, semangat, seolah-olah dunia akan menjadi lebih baik, dengan datang ke Jakarta, akhirnya diantar pulang sudah menjadi jenazah.

Justru dalam perjuangan yang entah berhasil atau tidak menurut perhitungan manusiawi, yang namanya pengharapan menjadi inspirasi iman. Pejuang perdamaian Vietnam di Amerika, banyak yang masuk rumah sakit jiwa karena industri senjata terus menjual senjata, perjuangan mereka tak ada hasil. Mental habis, rohani tak punya, fisik lelah membuat mereka terdampar di rumah sakit jiwa. Maka dikatakan oleh Rm. Simon, saya membuat perbedaan yang sangat hitam putih antara optimisme dan harapan

Optimisme, muncul atas siasat naluri, atau pertimbangan manusiawi. Misalnya, rupiah semakin kuat 5 tahun lagi ekonomi makin baik. Ini optimisme. Kalau pada waktunya yang dioptimiskan tak jadi maka habislah dia; optimisme berubah menjadi pesimisme.

Pengharapan itu berbeda, ada pada tingkatan inspirasi, pada tingkatan iman. Kalau tak berhasil, Tuhan tak akan pernah gagal; Ia yang telah memulai pekerjaan yang baik akan menyelesaikan juga pada waktunya. Mungkin saja diwujudkan lewat orang lain, dalam masa yang lain juga. Kalau omong berdasarkan Kitab Suci, kalahkan kejahatan dan kebaikan, kalaupun saya gagal maka Allah tak pernah gagal . Dengan harapan seperti itu, saya bisa bekerja mati-matian tanpa merasa putus asa kalau saya gagal. Kalaupun gagal ya mulai lagi, begitu seterusnya. Sebaliknya saya tak merasa sombong, kalau yang saya kerjakan itu berhasil; karena semuanya adalah dari Allah yang telah memulai karya yang baik. Begitu besar tantangan dan usaha yang harus kita buat. Hal-hal yang baik tak akan tampak dalam waktu dekat. Maka harapan, ketahanan menjadi kekuatan iman yang bukan main dahsyatnya.

PERTANYAAN RM. SIMON

Antara tradisi dan Kitab Suci harus dijelaskan. Dalam tradisi ada unsur yang belum disinggung dalam buku, yang bisa jadi klenik, tahyul. Ada catatan dari seorang teolog gereja protestan : percatum per defectum, terlalu sedikit Kitab Suci tak bisa bicara. Dalam Katolik percatum per excestum, terlalu banyak, orang bisa jadi kafir. Bagaimana kaitan Kitab Suci dan tradisi sedangkan Protestan jelas hanya Kitab Suci.

Tanggapan Mgr.

Relasinya baik-baik saja. Pentingnya magisterium, kuasa mengajar gereja. Memang kalau kita menjadi warga gereja Katolik, penafsiran-penafsiran yang bermacam-macam kalau menjadi pokok iman, yang memutuskan adalah kuasa mengajar Gereja, Paus dalam persatuan dengan kolegium para uskup. Sementara yang lain bisa menjadi pendapat teolog, kalau dalam sekolah macam-macam teologi macam-macam. Tapi kalau jadi pokok iman tak didiskusikan lagi. Bahwa didiskusikan dalam rangka teologi ya, tapi pokok iman yang tak dipersoalkan dalam isi iman. Kuasa mengajar gereja, magisterium akan sangat hati-hati untuk mengambil keputusan ini atau itu sebagai ajaran iman. Dan gereja dinamis, saya yakin pelan-pelan gereja akan berkembang dan berubah dalam dinamika yang ditutur oleh Roh Kudus. Bahwa ada perbedaan pendapat nyatanya ada.

Percaya atau tidak Konsili Vatikan II dibimbing oleh Roh Kudus, Roh Kudus membimbingnya dengan cara apa? Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II lolos tidak ada yang mulus, semua pakai voting, ada sekian ribu uskup, dokumen ini diterima atau tidak? Tidak ada satupun dokumen Konsili Vatikan II yang lolos dengan suara penuh, semua dengan voting. Itulah caranya Roh Kudus membimbing gereja. Kalau tahu sejarah konsili, ketika mereka berada dalam ruang konsili, mereka berdiskusi di antara mereka. Begitu keluar ruang konsili, mereka membuat lobby-lobby di antara para teolog.

MGR. SUHARYO

Saya ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saya sama sekali tak menduga bahwa buku ini akan menjadi bahan diskusi di ibukota Republik Indonesia, dulu hanya mendapat pertanyaan, judulnya tak seperti ini. Pertanyaan saya jawab semampunya dengan melihat dokumen ini dan itu dan saya senang.  Akhirnya seluruh pertanyaan dan jawaban ini ketika dilempar menimbulkan pemikiran-pemikiran yang selanjutnya, ini hakekat sebuah tulisan. Mungkin yang saya maksud berbeda dengan yang ditangkap pembaca , ini bagus karena akan memunculkan pemikiran-pemikiran. Dalam buku ini, yang menjadi harga mati hanyalah kutipan-kutipan dokumen gereja. Yang lain adalah pemikiran-pemikiran yang selalu bisa dikembangkan dan dipakai untuk bahan diskusi. Saya sangat hati-hati dalam memberikan jawaban-jawaban. Karena dulu waktu mulai menjawab, yang memberi pertanyaan mengatakan bahwa ini akan menjadi acuan bagi pemahaman-pemahaman kekatolikan. Oleh karena itu tak berani saya menjawab sembarangan, akan jauh lebih mudah untuk berbicara saja. Bahayanya apakah itu resmi Katolik atau pendapat seorang desa yang sekarang masuk ibukota. Maka saya sungguh-sungguh hati-hati untuk menjawab pertanyaan untuk mengutuip yang universal dan resmi dikeluarkan oleh KWI.

Sebetulnya judulnya bahasa Jawa bukan Inggris, Katolik wae. Dengan pengantar itu dan ucapan terimakasih pada Rm. Simon dan pak Raymond atas penelisikan pada buku ini saya ingin menyampakikan 1 atau 2 hal, bukan isi, mengenai isi silahkan baca bukunya.

Pertama

Kalau mengambil subjudul kekatolikan dan keindonesiaan kita. Kita semua tahu bahwa kekatolikan dan keindonesiaan bukan sekadar konsep tapi itu adalah kehidupan, konkrit pilihan-pilihan keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan. Oleh karena itu, saya ingin, menampilkan 1 atau 2 tokoh yang menghidupi keKatolikan dan keindonesiaan. Supaya bisa meskipun tak sekaliber mereka, kita tahu apa kerangkanya supaya bisa sampai pada kehidupan itu.

rm Vanlith. Misionaris Belanda di jateng, pada awal abad 20, ia istimewa karena diberi julukan, waktu itu belum ada indonesia, karena tahun 1920 an ia diberi julukan orang Belanda yang berhati jawa. Untuk, membedakan dengan orang jawa yang berhati Belanda, berarti penjajah. Bisa dibayangkan dari sebutan itu seperti apa dia. Saya kutipkan salah satu tulisannya, ketika harus berhadapan dengan penjajah yang sebangsanya. Setiap orang sekarang tahu kami, para misionaris, ingin bertindak sebagai penengah. Itu konfilik antara penjajah yang dijajah. Tapi setiap orang tahu juga bahwa seandainya terjadi perpecahan meskipun tak diharapkan sedangkan kami terpaksa memilih, kami akan berdiri di pihak golongan pribumi, golongan yang dijajah dan dihisap. Ini jelas pemihakan, pilihan sikap ketika berhadapan dengan situasi konkrit dengan inspirasi iman mewartakan kerajaan Allah, rm Vanlith memilih orang-orang setempat tak memilih orang-orang Belanda meskipun dia adalah orang Belanda. Waktu itu belum bisa dikatakan keindonesiaan, tapi jiwanya ada di situ. Yang juga sangat menarik, rm Vanlith, yang adalah pastor, yang adalah Belanda, dicalonkan oleh partai sarikat Islam untuk menjadi anggota volkstraat waktu itu, orang Belanda dicalonkan menjadi anggota DPR oleh partai sarikat Islam. Waktu itu terjadi karena keberpihakannya itu.

Bapak Kasimo, seorang pejuang politik. Dia berjuang dalam politik bukan hanya sebagai politikus biasa tapi sebagai politikus yang berinspiras iman Katolik, dalam iman ketika ia diwawancarai mengenai sikap dasar berpolitkik pertama sederhana, kedua jujur, yang ketiga tidak semata2 perjuangan duniawi (ini mengesankan). Kalau kita bahasakan dengan bahasa kita demi Kerajaan Allah lalu bisa dijelaskan seperti apa?

Mgr. Sugiyopranoto, orang istimewa, beberapa hal dalam kehidupan beliau yang belum banyak diketahui selain 100% Katolik 100% Indonesia, ketika ibukota pindah dari Jakarta ke Yogya, romo Sugiyopranoto memindahkan keuskupan dari Semarang ke Yogya. Bukan karena semarang gedungnya rusak. Tapi karena dia ingin menunjukkan pada seluruh dunia, pada rakyat indonesia bahwa gereja Katolik adalah bagian dari bangsa indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Ini tindakan kenabian yang bukan main besar artinya. Semarang terkenal dengan perang 5 hari, jepang menyerang, Inggris datang, semarang akan dihanguskan, Sugiyopranoto menjadi penengah pendamai, antara jendral jepang dan Inggris.

Slamet Riyadi, Ign Slamet Riyadi. Pada usia 23 tahun, dia menjadi wakil pemerintah indonesia untuk menerima penyerahan kota Solo dari penjajah Belanda. Masih sangat muda pangkatnya overste, ketika komandan Belanda ketemu geleng-geleng kepala, ini tokh anak yang mencelakakan kami terus, tak pernah bisa ditangkap. Dalam posisi yang setinggi itu dalam karir militer kenegaraan, waktu itu belum Katolik, akhirnya ia memutuskan untuk menjadi Katolik, biasanya sekarang terbalik untuk mencari jabatan Katolik ditinggalkan. Selamet riyadi terbalik, ketika ingin menyempurnakan aktualisasi  dirinya sebagai manusia dia memberikan dirinya untuk dibaptis, ini istimewa sekali. Sehingga ia dikhianati dan ditembak mati sebagai orang Katolik, sempurnalah pengabdiannya pada nusa dan bangsa. Nama baptisnya Ignatius dan ia dibaptis sekitar bulan desember …aneh kalau dia mendapat nama baptis Ignasius karena Ignasius 31 Juli. Berhubung dia tentara dan Ignasius juga tentara, kelihatannya dia memilih nama itu rupanya.  Ia memilih nama ignatius untuk menyempurnakan pengabdiannya sebagai manusia beriman kristiani. Itulah contoh2 yang bagi saya sangat inspiratif untuk menampilkan bahwa keKatolikan dan keindonesia bukan sekadar konsep tapi kehidupan.

Catatan kedua

Tadi orang-orang besar, lalu kita apa bisa mengejawantahkan konsep kekatolikan dan keindonesiaan? Harus bisa, menurut kadar yang berbeda-beda. tak usah bercita-cita menjadi tokoh yang besar. Saya ingin menampilkan atau menawarkan suatu kerangka, refleksi, kerangka berpikir, bahan-bahan yang sudah diulaskan oleh pak Raymond bisa dimasukkan dalam kerangkat itu. Ada 3 kata kunci yaitu iman, mediasi atau jalan, sarana, bisa pendidikan, kesehatan perusahaan, perdagangan, guru , wartawan dsb, apa yang kita pilih sebagai mediasi untuk mewujudkan iman. Dan ketiga adalah perubahan sosial. Ini bahasa yang biasa kita pakai bahasa salehnya adalah datangnya kerajaan Allah.

Iman, inspirasi iman. Iman memuat sekurangnya 2 hal yang pertama adalah pengetahuan, maka tadi ditunjukkan bagian 1 praktis pertanyaan seputar pengetahuan iman. Dan rupanya pengetahuan iman umat Katolik masih sungguh banyak harus ditingkatkan. Selama ini bapak kardinal selalu berbicara hal itu dan karena pengamatan beliau kira-kira sama, maka pastor-pastor dihimbau setiap bulan sekali homili diganti dengan pengajaran iman. Ada banyak contoh yang meyakinkan saya bahwa pengetahuan iman memang harus dikembangkan. Salah satu contoh yang lucu, pada satu pertemuan orang muda lintas agama, Katolik, Protestan, Islam, dsb yang Islam bertanya pada yang kristen, teman, apa beda Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tak ada yang jawab, sesudah beberapa waktu OMK berdiri dengan sangat percaya diri dan mengatakan Perjannjian Baru adalah cetakan yang paling Baru dari Perjanjian Lama. Ggrrrr…

Pengalaman iman. Soal pengalaman, pengetahuan ada dikepala, moga-moga turun ke hati menjadi pengalaman myang menggerakkan kehidupan. Untuk menunjukkan dengan sederhana faham tentang iman sangat berpengaruh dalam kehidupan. Dongeng anak kecil ingin makan permen. Didik namanya, dia ingin makan permen yang dia tahu ibunya punya banyak, dia tak berani karena paling-paling dimarahi, maka dia ambil tanpa minta ijin, dikiranya ibunya tak melihat, ternyata ibunya melihat, sesudah ambil dia ditanya oleh ibunya, ketika kamu curi kamu tahu tidak Allah ada di situ, dengan tenang didik menjawab tahu. Apa yang dikatakan Tuhan? jawab didik Tuhan menyuruh saya ambil dua. Ggrrrr….

Dongeng kecil ini bisa menjelaskan bahwa ada gambaran tentang Allah itu yang bisa berbeda-beda. ibu dalam dongeng itu gambarannya Allah terus mengawasi, kalau ketangkap dihukum. Maka dia menakuti anaknya dengan kehadiran Allah. Jadi jika Allah seperti itu kita akan susah, sementara anak kecil punya gambaran dan pengalaman yang sangat berbeda. Bagi dia Allah bukan yang mengawasi, Allah itu maha baik, maha kasih maka dia ingin satu disuruh ambil dua permen.

Pertanyaan kita adalah apakah pengetahuan iman yang banyak itu sungguh-sungguh bisa kita serap menjadi pengalaman? Oleh karena itu kalau ditanya silahkan menjelaskan Tritunggal. Jawaban saya Tritunggal tak bisa dijelaskan; kalau jelas maka bukan Tritunggal. Ada mahasiswi universitas negeri, dia ditantang dosennya. Kalau bisa menjelaskan Tritunggal saya akan jadi Katolik. Mahasiswi menjawab ringan, bapak jadi Katolik dulu nanti akan tahu Tritunggal siapa. Kalau saya akan menjawab: Tritunggal adalah pemikiran teologi yang nantinya mengarah pada satu kesatuan dimana Allah adalah kasih. Masalah nya Allah yang adalah kasih itu diimani atau tidak. Ini pertanyaannya, perlu usaha terus menerus harus diperjuangankan dalam doa dsb. Iman itu harus diujudkan maka dipilih mediasi.

kedua.

Mediasi, Vanlith seorang imam, mendirikan sekolah.  Sugiyopranoto imam, Kasimo politikus, itulah mediasi, bagaimana iman itu diujudkan. Dalam mewujudkan iman, yang namanya ajaran-ajaran Katolik, ajaran iman dipegang maka ada etika politik Katolik, ada etika bisnis dsb dalam meujudkan mediasi pilihan ketika mewujudkan iman. Di mana-mana ada sekolah Katolik, Rumah Sakit Katolik,  ini adalah pilihan yang diambil untuk mewujudkan iman itu.

Ketiga,

Perubahan sosial macam apa yang ingin kita ujudkan dengan inspirasi iman, mediasi yang kita pilih yang mau dicapai itu apa. Rm Vanlith dulu mengambil mediasi pendidikan. Karena dia melihat bahwa dengan pendidikan, orang dibebaskan dari penjajah. Maka di sekolah yang dia dirikan, orang-orang yang masuk ke sana diberi pelajaran bahasa Belanda. Bukan supaya orang itu menjadi kebelanda-belandaan tapi supaya anak-anak pribumi yang kemudian menjadi orang Indonesia, bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan orang Belanda. Jangan-jangan dimaki-maki pakai bahasa Belanda dijawab terimakasih. Ketika anak-anak di situ tahu bahasa Belanda, selain bisa belajar ilmu macam-macam, dia bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, itu kesamaan sosial, datangnya kerajaan Allah. Orang bodoh dibebaskan dan bisa mengaktualisasikan diri. Tadi dikatakan macam-macam hal pendidikan kesehatan dan lingkungan hidup semua bisa dimasukkan dalam kerangka perubahan sosial.

Yang terakhir. PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan sosial sebetulnya adalah bidang dari Ajaran Sosial Gereja, gereja tak hanya mengajarkan dogma, ajaran iman tapi gereja juga punya ajaran sosial. Terjemahannya tebal, baca pasti tak selesai karena sudah lelah sebelum selesai dan bahasanya sulit. Saya coba merangkum ajaran sosisal gereja dalam beberapa rumusan singkat.

Ajaran sosial gereja, sebetulnya bisa dikatakan hanya 2 isinya.

Sebagai orang beriman kita diajak, bukan pertama-tama ajaran, tapi sebetulnya ajaran sosial gereja mengandalkan gerakan maka dikatakan ajaran untuk melibatkan diri pada masalah-masalah aktual dan mengangkat masalah-masalah itu sebagai masalah iman. Kalau sekarang ada masalah tentang perubahan iklim, ini bukan sekadar masalah iklim saja tapi tantangan iman bagi orang beriman. Kalau ada masalah hukum, ini adalah tantangan iman bukan sekadar masalah hukum. Ajakan untuk melibatkan diri pada masalah-masalah sezaman dan mengangkatnya menjadi tantangan iman, kita melihat dari kacamatqa iman meskipun seperti pak Kasimo, melihat masalah politik tak sekadar politik melainkan lebih dari itu.
Karena ajaran sosial gereja adalah gerakan maka pertanyaan kedua adalah apa yang dapat dan hendaknya dibuat supaya hidup manusia dalam lingkungan kita dapat berlangusng lebih manusiawi? Tak usah pikir yang luas-luas. ketika orang kekurangan air, kita bisa memberi air. Tapi memberi air lama-lama tak cukup, kita perlu mencarikan sumber air. Ketika orang tak bisa sekolah apa yang diperbuat? Mengumpulkan beasiswa. Apa yang bisa kita buat supaya hidup di lingkungan kita menjadi manusiawi. Banyak hal besar atau kecil sudah dikerjakan. Di KAJ akan didirikan sebuah sekolah khusus dengan syaratnya satu, harus miskin. Ini pilihan iman ketika melihat di KAJ banyak anak-anak yang tak bisa sekolah mencapai pendidikan yang sebaik-baik nya karena kemiskinannya. Moga-moga bisa terlaksana sebelum akhir zaman.

Untuk masuk ke dalam 2 hal itu, melibatkan diri sebagai persoalan masalah iman dan menjawab apa yang kita buat diperlukan kompetensi etis.

Kompetensi untuk berbelarasa, bukan skill tapi kemampuan untuk berbela rasa, compassion, semakin sering digunakan 10-15th lalu. Intinya sederhana, seorang yang berbela rasa mengatakan masalahmu masalahku, kecemasanmu kecemasanku, kegembiraanmu adalah kegembiraan ku. Kegembiraan dan pengharapan, kecemasan dan keresahan masyarakat adalah kegembiraan dan kecemasan murid-murid Kristus. Dan yang amat penting adalah ringkasan Injil. Ada sabda Yesus yang disampaikan pada kita dalam 2 versi, Matius 5:48 bunyinya: hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu di surga sempurna. Versi Lukas lain 6:36 hendaklah kamu berbelarasa seperti bapamu di surga berbelarasa. Dalam teks ini bunyinya murah hati, tapi sebetulnya kata yang paling tepat untuk murah hati adalah belarasa. Kalau kedua versi ini dibandingkan kesimpulannya jelas kesempurnaan terletak pada belarasa, a sama dengan b, b sama dengan c, maka a sama dengan c. Maka belarasa satu anak kecil meluruskan seluruh jiwa Yesus yang diharapkan menjadi kompetensi etis bagi setiap orang yang menjadi murid-murid-Nya.

Kalau belarasa itu dilakukan sendiri-sendiri habislah kita, tak kuat menghadapi tantangan, maka kompetensi etis kedua adalah kemampuan untuk melibatkan orang lain. Ini kemampuan. Bisa dilatih, tapi kalau tak dilatih bisa sebaliknya. Bukan orang ikut, malah menjauh; maka harus dilatih, kompetensi melibatkan orang lain dan bersama kita bisa. Yesus mengatakan kalau ada 2 atau 3 orang sependapat berkumpul, Aku di antara kamu. Seringkali dibaca kalau ada 2 atau3 orang berkumpul itu kurang, mestinya kalau ada 2 atau 3 orang berkumpul dan sehati, itu kadang tak dibaca. Karena kita mempunyai kecenderungan tidak untuk bersehati tapi untuk berkelahi.

Mencari jalan dan menentukan tindakan untuk menentukan sesuatu. 2 hari lalu saya ikut rapat panitia bakti dwi abad KAJ. Salah satu tindakan menawarkan Tempat Penitipan Anak khususnya untuk buruh. Ketika kedua ortu bekerja, anak-anak mereka siapa yang memperhatika. Maka panitia yang dulu dibentuk sesudah perayaan dwi abad KAJ bekerjasama dengan WK, memilih membuat TPA. Tidak perlu buat bank baru. Tapi bertindak untuk melakukan hal kecil jelas sekali, akan membuat lingkungan hidup saudara-saudara  kita lebih manusiawi. Kalau itu terjadi moga-moga terjadilah perubahan sosial, berlandaskan iman sehingga kerajaan Allah semakin ditegakkan.

8 Comments

  1. Terima kasih atas berita seminar yg inspiratif dan membuka wawasan ini.
    Salam
    YDHpr

  2. Terima kasih juga romo santo, sudah mampir ke blog ini. Semoga karya romo semakin membawa orang muda semakin katolik dan sekaligus semakin meng-Indonesia. Tentu ini hanya bisa dengan kerja sama antar berbagai pihak yang berkehendak baik.

    AMDG
    RA

  3. terimakasih atas berita ini….mau terus GBU

  4. Sungguh inspiratif, sangat dalam “Katholik wae” judul aslinya sederhana, tetapi tdk bisa habis dicerna, semakin dalam sedalam samudera, rasanya semakin sedikit yg sdh saya pahami, thanks bu Ratna

    • Thanks juga eddy sudah mampir, anehnya juga semakin dibagikan semakin juga kita merasa kosong dan senantiasa perlu ‘diisi’ tuh. Semoga senantiasa menjadi salurah rahmat Nya. GBU bro

  5. Pingback: Kasihallah's Blog

  6. Pingback: Kasihallah's Blog

  7. Pingback: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita « Caritas Dei

  8. Beberapa tahun lalu, di surat pembaca Kompas ,ada pihak yang mengaku sebagai saksi hidup perjuangan Slamet Riyadi. Ia menggambarkan setiap kali menyusun strategi menyerang belanda Slamet Riyadi tidak pernah cerita pada anak buahnya dari mana dia sendiri akan menyerang. Anak buahnya sering dibuat terkejut ternyata Slamet Riyadi hanya dengan dua orang anak buahnya berani menusuk langsung ke jatung pertahanan, markas, belanda. Kesaksian lain mengatakan , kalau Slamet Riyadi berada di kota Solo , simbok2 berani keluar jualan ke pasar.

Leave a Reply to Renny Cancel reply

Required fields are marked *.