Fiat Voluntas Tua

PRT … oh … PRT

| 1 Comment

Hampir dari kita semua terutama ibu rumah tangga saat ini mengalami nasib yang sama menjadi OSHIN. Setiap kali Lebaran tiba-tiba nama OSHIN muncul dan mengingatkan kita akan film tersebut yang diputar sekian belas tahun yang lalu. Untuk menghindari menjadi OSHIN inilah banyak keluarga memilih untuk piknik ke luar kota bahkan ke luar negeri.

Menarik bahwa isu PRT ( PEMBANTU RUMAH TANGGA ), menjadi isu hangat yang diangkat oleh Rm Andang, Vikep KAJ, menjadi salah satu isu utama keuskupan tahun 2010, salah satu dari 5 isu besar agenda raker Pemikat kemarin. Pasti bukan masalah kecil kalau keuskupan merasa harus sudah ada perhatian kepada para PRT ini.

Membicarakan masalah PRT pasti akan ada 1001 cerita pro dan kontra, baik dan buruknya PRT, kecurigaan dll. Itu juga yang menjadi KESULITAN ketika WKRI sebagai salah satu kategorial yang diminta oleh Rm Andang untuk menjadi PIC nya, mengadakan GATHERING PRT, beberapa bulan yang lalu, dimana umat diminta mengirimkan PRT nya untuk mengikuti acara gathering/ hiburan yang khusus diperuntukkan bagi PRTnya, yang seluruhnya gratis ditanggung oleh WKRI. Alasan yang paling klise adalah, takut PRT meneceritakan tentang majikan mereka, membanding-bandingk an gajinya, bisa-bisa setelah acara gathering PRT bisa pada pindah kerja. Alasan yang cukup masuk akal juga, seperti stigma PRT selama ini.

Apakah semua PRT akan seperti itu? tidak loyal? tukang gosip? Saya kok tidak sependapat ya. Seandainya kita sudah memperlakukan PRT kita dengan layak dan pantas, memberikan imbalan yang layak sesuai dengan jenis pekerjaan dan masa kerjanya, juga memperlakukan mereka dengan manusiawi dan baik, masa sih PRT tidak mau menceritakan tentang kebaikan kita? Aku pribadi percaya, mereka itu orang yang lugu, akan cerita apa adanya, sesuai dengan realita yang mereka hadapi.

Misal contoh seperti ini ( mungkin sering kali juga kita temui kasus-kasus seperti ini, atau bahkan tidak jauh-jauh dari lingkungan di sekitar kita sendiri ):

- Seorang pembantu yang sellau mengalami KDRT ( kekerasan dalam rumah tangga ) oleh majikan atau anak-anaknya, bahkan anak balita, tentu saja jika ada kesempatan bertemu dengan orang/ temannya mereka pasti akan ceritakan hal itu. Sering anak yang masih balita melakukan tindakan kasar, memukul, menendang, bahkan di depan orang tuanya, yang juga membiarkan anaknya melakukan kekerasan fisik sedari dini, .. atau sering seorang majikan memaki PRT nya dengan sebutan kata-kata yang tidak pantas di depan anak-anak mereka… bukankah itu juga mengajarkan/ memberi teladan kepada sang anak bahwa melakukan perbuatan tersebut kepada PRT adalah sah.. Jika sang anak dikemudian hari susah diatur atau berbuat kurang ajar salah siapakh itu? atau bahkan di benak sang anak, seorang PRT memang pantas diperlakukan kasar seperti itu.

- Saya sering mendengar cerita bahwa seorang anak ( kebanyakan gadis ). ada yang bahkan sudah kuliah, bangun harus dibangunkan si Mbok/ Mba, mandi diurusin, nyisir disisirin, sepatu dipakein… Saya hanya merasa kasihan, bahwa seorang ibu yang seharusnya mengasuh anak, membimbing untuk mandiri dan bertanggung jawab, menyerahkan semua pola asuh kepada si mba, yang karena ‘ mampu digaji’ HARUS MELAKUKAN SEMUA YANG DIMINTA, sampai ada seorang mahasiswi untuk menyisir rambutpun tidak mau melakukannya. Dan hal ini diturutin dan dibiarkan oleh orang tuanya. Bukankah “kemampuan membeli PRT” ini merusakkan hidup sang anak?

Mungkin dengan mudiknya PRT sekarang ini bisa menjadi refleksi kita, mengembalikan pola asuh anak seperti keinginan kita, menjalin hubungan batin dengan sang anak, mengajarkan nilai-nilai luhur keluarga yang bertanggung jawab dan menghargai orang lain, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri..tentu tidak mudah, tapi harus dicoba.

Juga ada program dari gereja melalui WK, entah itu pembekalan pemberdayaan, kursus etika, kursus masak, gathering, marilah kita dengan suka cita mengambil bagian. Beberapa ketakutan kita terhadap PRT mungkin bisa kita atasi, jika kita mau melibatkan PRT kita dalam program tersebut.

Beberapa hal yang mungkin bisa jadi pertimbangan :

- besarnya gaji bukan suatu hal yang mutlak, karena PRT bukan buruh yang gajinya diatur UMR ( saya belum tahu apakah sudah ada aturan untuk PRT ), karena PRT tinggal di rumah ( tanpa harus bayar kos ), makan , mandi, segala keperluan mencuci , gratis..

- mungkin bisa kita berikan 1 hari libur dalam sebulan? sesuai kebutuhan mereka, saya yakin tidak semua pembantu mau menggunakan tawaran tersebut.

- menghargai mereka sebagai manusia yang sama di hadapan Tuhan, sekaligus mengajarkan anak-anak kita untuk menghargai mereka, jika salah mintalah maaf, jangan lakukan kekerasan dengan siapapun termasuk PRT.

- ada beberapa kursus yang diadakan kategorial AMOR DEI yang katanya justru tidak ada muridnya??, sayang sekali jika ada training gratis untuk meng-upgrade skill pembantu menjadi lebih baik supaya lebih handal membantu keluarga.

Selamat menjadi OSHIN temans, sama seperti saya juga : )

[Windy Sylvana]

One Comment

  1. Saat ini adalah paling tepat merenungkan bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang ada disekitar kita, khususnya para PRT yang sudah mudik dan meninggalkan para ibu mengurusi segala upacara hariannya. Apapun Injil hari ini, Injil tetap harus diwartakan pertama-tama dari perbuatan kita terhadap mereka yang menjadi ‘orang upahan’ kita. Bisakah kita memperlakukan mereka sebagaimana manusia seutuhnya? Relakah kita memberikan mereka libur sehari setiap bulan? Syukur malah kalau bisa setiap minggu? Semoga setelah lebaran ini kita siap menerima mereka kembali dengan perlakuan yang baru, yang lebih baik tentunya.

Leave a Reply

Required fields are marked *.