Fiat Voluntas Tua

Renungan Tutup Tahun

| 0 comments

Saudara-Saudariku tercinta,
Apa yang kamu rasakan saat ini, saat membaca tulisanku ini? Adakah persoalan keluarga di akhir tahun ini yang masih belum selesai? Masih adakah rasa dendam, rasa benci yang masih berkecamuk dalam dirimu? Adakah rasa kesal dan marah pada saudaramu terdekat, suami, isteri, anak dan sahabatmu? Adakah dalam dirimu, rasa gelisah tidak menentu….rasa bosan tidak beralasan… dan rasa putus asa yang tidak kunjung henti karena ketidakpastian masa depan, akibat ancaman PHK, karena efek domino krisis ekonomi global..? Adakah rasa ingin lari saja dari kenyataan hidup yang serba pahit dan memualkan ini?

Saudaraku, apapun perasaanmu saat ini saat membaca suratku, tetap saja waktu itu akan berjalan terus, tiada henti…dan berputar dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun…dari abad ke abad…. Lalu apakah pertanyaanku tadi ada kaitannya dengan waktu yang sudah berjalan terus sampai akhir nanti?

Saudaraku, pertanyaanku tentang kamu, bukanlah pertanyaan untuk ingin tahu segala-galanya tentang dirimu, melainkan pertanyaan itu kuungkapkan. ..karena kalau boleh, aku mau meminjamkan telingaku untukmu…agar bibirmu berucap, tapi ada telinga yang mendengarkan. .! Kalaupun ada persoalan belum selesai, tidak berarti hidupmu gagal…! Sebaliknya, syukurlah engkau masih sadar..masih memiliki persoalan. Artinya engkau serius untuk bertanggung jawab atas hidup. Puji Tuhan, engkau menerima rahmat “persoalan” karena dari persoalan yang seolah-olah mengganggu dirimu, engkau belajar untuk tumbuh dan berkembang mengubah “ancaman” menjadi “kesempatan” untuk berbenah diri. Orang yang “berbenah diri” itu selalu menentukan waktu, “kapan dirinya kan bertanya tanya tentang hidupnya sendiri dalam relasi dengan Tuhan dan sesama”. Dalam arti itu, orang yang bertanya, menjadikan waktunya itu tidak berlalu begitu saja, melainkan waktu itu diperlakukan sebagai “kesempatan” untuk membuat sebuah keputusan : berkata dan berbuat!
Saudaraku, begitu jugalah kalau ada rasa dendam dan rasa benci kepada orang-orang yang pernah menyakitkan hati kita. Mungkinkah kita mengubah perlakuan kita, menjadikan orang yang pernah menyakitkan hati menjadi pribadi yang paling menantang saya untuk mengampuni? “Musuh-musuh” itu kita ciptakan sendiri karena cara pandang kita selalu picik dan egosentrisme bagaikan kita pakai kacamata “gelap”. Mungkinkah kita mendengarkan suara “musuh-musuh” yang memohon ampun kepada kita? Rasanya sulit untuk mendengarkan karena kita merasa akan kehilangan “reputasi” kita!

Padahal, Allah sudah menunjukkan, Dia tidak dendam, dan tidak menyimpan dosa manusia dalam hati-Nya. Itulah sebabnya, dosa Adam dan Hawa tidak menghalangi cinta kasih Allah, tetapi Allah Putera menjadi manusia, agar hidup manusia diperbaharui dan mengalami “kelahiran baru”. Karena itu, Yesus lahir menjadi Immanuel (Allah beserta kita). Dialah Allah yang ikut kemanapun kita pergi! Kalau Allah bersikap begitu, tidak dendam pada diri kita, kenapa kita masih dendam kepada sesama? Mungkinkah kita melepaskan rasa dendam itu?

Saudaraku terkasih, rasanya kita tidak akan mampu melepaskan dendam itu kalau mengandalkan diri sendiri. Kita ini terbentuk dengan berbagai kecenderungan dosa, yang menggoda kita untuk mempertahankan “reputasi”, harga diri kita sendiri. Karena itu, kita sulit untuk kehilangan harga diri. Apakah Yesus juga mengalami hal yang sama? Lihatlah ketika Yesus di taman Getsemani. Dia bergulat dengan diri-Nya, “Kalau boleh, singkirkanlah aku dari cawan ini! Namun kehendak-Mulah yang harus terjadi!” Salib yang paling berat bukanlah luka karena siksaan, paku di pergelangan kaki dan tangan, dan tusukan di lambungnya, akan tetapi, Dia harus menderita “dipermalukan” oleh para imam kepala, para tetua Yahudi dan bangsa-Nya sendiri. Dia dipermalukan karena dituduh menghojat Allah dengan cara ditelanjangi dan diundi jubah-Nya. Melalui peristiwa dipermalukan itu, Yesus adalah pribadi yang mau disalib reputasinya sebagai anak Allah. Dia yang setara dengan Allah tidak mempertahankan keallahan-Nya sebagai milik yang mengikat diri-Nya, melainkan melepaskan “ikatan kepemilikan” itu.

Yesus hanya mampu disalibkan reputasinya karena Ia berada dalam kuasa Roh cinta Allah Bapa-Nya. Karena itu, dari pihak kita, diminta oleh Allah adalah kerjasama agar kita sampai pada proses “pengampunan” , lepas bebas dari dendam. Allah meminta kerjasama dalam bentuk apa? Dalam bentuk KEPUTUSAN yang datang dari diri sendiri, sadar, dan dengan kehendak bebas. Keputusan itu isinya adalah “ya Tuhan, aku mau mengampuni sahabatku yang kumusuhi itu.”. Namun pengampunan itu tidak datang tiba tiba, melainkan dibutuhkan sebuah proses, yakni mohon karunia Roh Kudus terus menerus agar mampu mengampuni orang yang kuanggap musuh! Roh Kudus itu sudah hadir dalam diri manusia, namun Roh itu tidak otomatis berkarya untuk memperbaharui hidup, kalau kita sendiri tidak MEMINTA Roh Kudus itu. Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya. (Luk 11, 13) Yesus menjamin Roh Kudus itu akan dianugerahkan kepada kita. Roh yang satu dan sama, yang menjiwai dan membangkitkan Kristus, Roh itu pulalah yang kita mohon untuk berkarya memperbaharui diri. “Allah Bapa, aku mohon Roh Kudus-Mu agar aku dibebaskan dari rasa benci dan dendam, sehingga aku dapat mengasihi Engkau dan sesama, sehingga aku memasuki Tahun Baru 2009 dengan hati yang mencinta, bukan lagi hati yang mendendam.”

Saudaraku, itulah sekedar sebuah cerita di akhir penghujung tahun 2008. Semoga ada banyak pertanyaan tentang kamu yang silih berganti datang agar engkau memiliki kesempatatan untuk “bekerjasama dengan Allah”, yakni belajar meminta Roh-Nya agar kita makin dewasa, mampu mencintai Allah dan sesama!

Selamat menyongsong tahun baru 2009 – b slamet lasmunadi pr

Leave a Reply

Required fields are marked *.