Imanmu telah menyelamatkan engkau
Menjadi orang yang tersisihkan itu paling tidak enak. Mau bergerak takut salah, mau kemana-mana rasanya tidak ada teman. Saya pernah mengalaminya saat masih TK, bahkan sering membuat saya mules perutnya dan malas berangkat ke sekolah. Jadinya sering membolos waktu di TK. Kami sekeluarga memang baru pindah dari Jogyakarta ke Jakarta. Saya lahir di Jogya dan tinggal di komplek dosen Sekip karena ayah dosen ekonomi di UGM. Sebagai anak sulung saya tentu yang pertama di cemplungkan disekolah terdekat, St Theresia, sementara dua adik saya boleh main-main dirumah karena belum bersekolah.
Tidak ada yang merasa aneh sampai saat penerimaan raport, guru saya mengatakan pada ibu ” Nana ini anak baik bisa mengikuti pelajaran, tapi sayang masih terlalu pendiam”. Ibu saya heran karena tidak ada yang berbeda dari sikap saya selama di rumah sepulang sekolah. Bahkan kalau di rumah tidak bisa berdiam diri, main bersama adik2nya layaknya seperti anak laki-laki. Selidik punya selidik ternyata nana kecil ini tidak bisa berbahasa Indonesia, karena sehari-hari menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa ibu. Bu Ani, guru TK waktu itu sungguh sabar sekali mengamati dan akhirnya mengajarkan saya bahasa Indonesia. Ibu saya sungguh berterima kasih dan bersyukur karena kepedulian bu Ani. Nah, sejak saat itu orang tua mulai mengajarkan kami menggunakan bahasa Indonesia dan mengajak anak-anak berteman dengan tetangga disekitar kami tinggal. Tapi sayangnya hal ini menjadi kebiasaan sampai sekarang, sehingga generasi berikutnya tidak terbiasa lagi berbahasa Jawa.
Injil hari ini mengingatkan kita untuk memperhatikan satu sama lain. Ada orang-orang yang diluar kemampuannya menjadi tersisihkan. Seorang teman yang gay tiba-tiba dipecat dari pekerjaannya hanya karena boss nya takut ia juga akan berubah menjadi seganas Ryan. Padahal ia termasuk ujung tombak tim sales dalam perusahaan tersebut. Ternyata ia tidak sendiri, masih banyak kawannya mengalami hal serupa. Duh! Kita memang punya pilihan bebas untuk menerima dan menyisihkan orang-orang disekitar kita termasuk melalui peraturan-peraturan yang dibuat manusia.
Orang-orang kusta tersebut terdiri dari berbagai suku termasuk ada yang yahudi dan yang dari samaria (yang dianggap tidak tunduk pada aturan Yahudi). Tapi sebagai penderita kusta mereka tidak layak masuk kota suci Jerusalem, walaupun mereka berasal dari suku yehuda. Aturan dalam perjanjian lama, orang kusta terlarang karena mereka dalam kondisi ‘terkutuk’. maka hanya para imam lah yang layak mencabut status mereka menjadi ‘layak’ untuk bergabung dengan umat yahudi lagi. Selama terkucilkan itu mungkin keluarganya sudah melupakannya karena tidak ada harapan, warisannya pun sudah diperebutkan bahkan istrinya mungkin sudah menikah lagi dengan yang lain. Maka saat mereka sembuh, yang ada dalam pikiran adalah apakah hal-hal yang mereka miliki dulu bisa kembali lagi kepada mereka? Yang ada di dalam pikiran mereka hanyalah keinginan pribadi atau mungkin ingin balas dendam dan menunjukkan bahwa akhirnya mereka tidak lagi terkutuk dan berhak meminta kembali apa yang menjadi hak mereka.
Hanya satu orang yang langsung kembali mencari Yesus untuk mengucap syukur bahwa sekarang ia bisa memulai kehidupan yang baru dan tidak lagi terkucilkan. Ia sudah merasakan sulitnya terkucilkan, maka ia sungguh ingin menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Jesus. Imam bisa ditemui kapan saja di Bait Allah, tetapi Jesus lebih sulit dicari karena Ia keliling ke kota-kota dan desa-desa. kalau bukan karena perjumpaanNya dengan Jesus maka seumur hidupnya ia akan tersisihkan dari komunitasnya dan kehilangan segala-galanya.
Maka marilah kita yang telah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus senantiasa mengucapkan syukur karena iman yang demikian lah justru yang menyembuhkan dan memulihkan kita dari pikiran-pikiran egois yang hanya berpusat pada diri sendiri. Akhirnya tidak meninggalkan damai sejahtera bagi kita dan orang-orang disekitar kita bahkan menjadi terlibat untuk saling menyisihkan satu sama lain dengan peraturan yang kita buat dan norma yang kita anut.
==============================================================
Bacaan Luk 17:11-19
“Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”