Orang-orang munafik ini cukup banyak, tidak terbatas pada orang-orang farisi dan ahli Taurat saja, tetapi juga ada disekitar kita, dilingkungan Gereja, dan dikeluarga sendiri. Orang munafik ini tidak pernah konsisten, tidak pernah bertanggung- jawab atas tugas yang diberikan atau apa yang dijanjikannya, dalam pergaulan selalu menyembunyikan niat yang sebenarnya, selalu cari selamat dan cari untung sendiri.
Uniknya lagi, masyarakat kita lebih menyukai orang-orang munafik, karena senang dengan pujian atau tutur kata manis, walau kenyataan tidaklah demikian tidak masalah. Pada awal beraktifitas dalam pelayanan, saya seringkali terlalu jujur dalam bersikap, sehingga sering dikucilkan bahkan kalau bisa tidak dilibatkan, tetapi saya tidak pernah peduli karena memang niat mau melayani, bukan mencari nama atau kesibukan.
Saat ini banyak orang berlomba-lomba menjadi anggota DPR, dan pastilah dalam sumpah, janji dan visi-misinya untuk memperjuangkan rakyat Indonesia, tetapi setelah itu dari tahun ke tahun yang diperjuangkan adalah diri sendiri, keluarga sendiri dan kelompok sendiri, rakyat menjadi nomor sekian atau nanti saja jika diperlukan. Demikian juga dengan para eksekutif yang hanya membutuhkan legitimasi rakyat lewat pilkada/pemilu, bila perlu rela berangkulan dengan para pemulung atau berkotor-ria di pasar tradisional, setelah itu rakyat harus minggir ketika mereka ada, atau ketika mereka lewat. Kalau dulu hanya presiden dan wakilnya yang punya previlage, sekarang hampir semua menteri dan para petinggi lainnya bisa mendapatkan previlage, kalau bukan pemimpin munafik lalu apa namanya?
Masih jelas dalam ingatan, setiap kali presiden atau wakilnya mau kunjungan atau lewat, pastilah lokasi atau desa atau kota tersebut harus bersih tanpa cacat, indah dan asri, semua lobang, cacat-cela diperbaiki sedemikian rupa, selanjutnya tempat hunian yang dianggar liar, kumuh dan merusak citra digusur paksa, penghuninya diperlakukan lebih hina dari hewan, atas perintah yang berwenang. Padahal mereka adalah rakyat yang setiap pilkada/pemilu dirayu, dekati, dipeluk-rangkul, inikah yang namanya pemimpin bertanggung jawab?
Saya sertakan sebuah tulisan yang dikirim seorang teman, yang kiranya dapat membedakan antara Pekerjaan (munafik) dan Pelayanan (tulus/jujur) — Samsi Dharmawan–
Bila anda melakukannya untuk mendapatkan nafkah, itu pekerjaan
Bila anda melakukannya karena untuk ciptaan Tuhan itu Pelayanan
Bila anda keluar karena ada yang mengkritik itu pekerjaan.
Bila anda terus bekerja sekalipun dikritik habis-habisan itu pelayanan
Bila anda berhenti karena tidak ada yang berterima kasih, itu pekerjaan
Bila anda terus bekerja walaupun tidak pernah dikenal oleh siapapun itu pelayanan
Bila anda merasa makin sulit menikmati yang anda kerjakan, itu pekerjaan
Bila anda merasa makin sulit untuk tidak menikmatinya itu pelayanan
Bila yang anda pikirkan adalah sukses, itu pekerjaan
Bila yang anda pikirkan adalah kesetiaan, itu pelayanan
Gereja yang biasa-biasa saja dipenuhi oleh umat yang bekerja
Gereja yang luar biasa dipenuhi oleh orang-orang yang melayani.
====================================================================