Sekali-kali saya menambah renungan mBak Ratna. Boleh tho? Nah — boleh tidak boleh — saya jalan terus.
Dengan hasrat kuat untuk menumbuh-kembangkan Basic Ecclesial Community alias Komunitas Basis Gerejani, baik yang bercorak teritorial maupun kategorial, kita mau menyediakan diri sebagai “tanah yang subur dan siap ditaburi benih.” Individualisme maupun primordialisme adalah salah satu kecenderungan yang mungkin tidak diinginkan tetapi de fakto kita hidupi. Kondisi seperti ini tidaklah kondusif untuk bertahannya dan bertumbuh-kembangny a iman-harapan- kasih. Karena itulah dari awal Allah telah menciptakan pria-wanita; Dia pun menjelma menjadi manusia di dalam Diri Yesus melalui keluarga, kelompok basis Yahudi Nasaret, the given society yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan-sosial- politik-dst, yaitu Masyarakat Yahudi dan yang non.
Nah, dalam kondisi seperti ini Sabda Allah diharapkan dapat bertumbuh-mengakar dan memberikan effek ekologis yang juga dibutuhkan oleh anggota masyarakat lain. Kita tidak hidup di dalam sistem multi-kultur, semisal kebun kelapa sawit saja; lebih dari itu kita sehat secara organik — seperti Pastor Agato OFMCap di Cisarua — mengembangkan sistim tanam tumpang sari, yang dengan mana lingkungan tanam yang saling membantu atau saling memproteksi dan bahkan saling memberi pupuk kehidupan sungguh-sungguh terjadi. Bhineka Tunggal Ika adalah kondisi apik yang harus kita sadari tepat untuk menumbuh-kembangkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Bukankah begitu?
Bacaan Mat 13 : 1-9
13:1 Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau.
13:2 Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.
13:3 Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.
13:4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
13:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
13:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
13:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
13:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
13:9 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”