Kita tidak punya rasa keprihatinan bersama atau sense of crisis, ini nyata didepan mata, bahkan kita hanya bisa geleng-geleng kepala. Di lokasi perumahan saya tinggal daerah Cikarang saat ini sudah menjadi daerah Industri yang berkembang pesat, bahkan sangat pesat, mulai dari MM2100 (Cibitung) – EJIP, Delta Silikon, Hyundai, Jababeka (Cikarang) – KIIC (Karawang) kira-kira ada 2000 an perusahaan, pabrik dan gudang.
Dengan potensi demikian seharusnya penduduk asli Cikarang yang merupakan campuran antara suku Betawi-Sunda lebih makmur dibandingkan 5 atau 10 tahun yang lalu, tetapi kenyataannya tidak demikian, mayoritas dari mereka ternyata lebih menyukai pekerjaan yang santai, tidak terikat waktu dan banyak waktu untuk menikmati hidup, maka pekerjaan yang dipilih adalah menjadi tukang ojek, supir angkot, jaga warung jualan didepan rumah, atau kalau punya modal halaman rumah mereka dibangun kios atau kamar kost untuk disewakan.
Tuaian yang demikian banyak akhirnya di kerjakan oleh para pendatang, lama-kelamaan penduduk asli tidak siap dengan biaya hidup dan mulai menjual aset miliknya yang kemudian pindah ke pelosok kampung atau kepinggiran kota, dimana harga rumah atau tanahnya lebih murah, sisa dana untuk bertahan hidup selanjutnya, tetapi tetap saja tidak mau belajar untuk lebih cerdas menyikapi hidup yang semakin tidak efisien.
Disisi lain, kita juga tidak menyikap krisis ekonomi ini secara bersama-sama, tetapi lebih senang dengan survive sendiri-sendiri, sehingga beban biaya BBM, PLN, Gas dan PDAM yang naik, ditimpali dengan kenaikan barang-barang produksi dan harga kebutuhan pokok agar laba dan untung yang didapat tidak berkurang. Yang paling dirugikan adalah para pekerja atau buruh kelas bawah, karena berdampak pada naiknya biaya kebutuhan fisik/hidup minimum, yang dengan demikian para pekerjapun terpaksa menuntut kenaikan upah yang disikapi dengan keberatan oleh perusahaan atau pemilik usaha, kalau demikian bukankah kita hidup dalam lingkaran setan. Padahal setiap minggu kita mendengar sabda Yesus yang mengusir setan atau mengalahkan setan.
Seandainya kita mau dan sedikit cerdas dan memiliki sense of crisis serta mau sama-sama berkorban, maka kita tidak perlu tunduk pada sistem kapitalis, dimana biaya hidup bisa ditekan tanpa harus menjadi bangkrut, misalnya sekolahan mengeluarkan kebijakan boleh menggunakan buku-buku pelajaran bekas kakak kelasnya yang hanya berbeda halaman isi, murid boleh mencari buku tulis dari luar dengan standar dari sekolah, tanpa harus membeli dari sekolahan dengan harga yang jauh lebih mahal karena ada logonya. Kalau perusahaan misalnya mau berkorban dengan mengurangi keuntungannya sehingga tidak perlu ikut menaikkan harga atau mencari peluang yang kreatif.
Negeri ini kaya, begitu banyak lahan dan tuaian, tetapi karena kita malas, tidak sabar, tidak disiplin, serakah, mudah diadu domba, akhirnya para pekerja atau para pendatang asing yang menuainya, padahal kita bisa kalau mau dan tidak perlu menjadi bangsa yang mengharap belas kasihan, miskin dan menuju kemelaratan seperti ini.
Catatan permenungan:
Semua ini berpulang pada kita semua, apakah kita mau maju bersama dengan saling mengalah, berkorban untuk sesama dan menyamakan visi dimasa depan kita akan hidup penuh damai, sejahtera dan bahagia. Atau mau terus berkonflik seperti ini dengan maju sendiri-sendiri, saling sikut dan saling jegal sesama yang akhirnya kita akan menjadi serigala bagi sesama, dimasa depan kita pasti dijajah dengan menjadi budak di rumah sendiri.
Bacaan Matius 9:32-38
Sedang kedua orang buta itu keluar, dibawalah kepada Yesus seorang bisu yang kerasukan setan. Dan setelah setan itu diusir, dapatlah orang bisu itu berkata-kata. Maka heranlah orang banyak, katanya: “Yang demikian belum pernah dilihat orang di Israel.”
Tetapi orang Farisi berkata: “Dengan kuasa penghulu setan Ia mengusir setan.”
Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid- Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
August 3, 2008 at 9:14 am
Thanks !