“Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”
Paling pusing kalau ditanya umat tentang bagaimana mengenali kehendak Tuhan setelah membawakan renungan. Biasanya saat konseling seperti itu paling sering ditanya: kalau kondisinya begini kira-kira apa ini maunya Tuhan ya bu? bagaimana saya bisa tahu ini jalan Tuhan apa bukan? Wah, saya juga bingung lha wong saya juga bukan paranormal kok. Kalau membaca kisah romo Martin “Raib jadi Rahib” dan “Dari Rahib menjadi Sohib“, apa gak tambah bingung lagi seperti apa jalan yang Tuhan mau? What is our destiny?
Teman-teman religius lainnya sering menjawab “insya Allah” kalau ditanya komitmennya. Menarik juga dengan penjelasan yang saya temukan dalam salah satu blog tentang arti sebenarnya dari Insya Allah Bukan suatu pembenaran akan adanya ingkar janji atau rendahnya komitmen dan juga bukan berarti manusia tidak memiliki kebebasan. Perlu dipahami dengan mengucapkan “Insya Allah” adalah adanya kesadaran akan kehadiran Allah SWT dalam kehidupan manusia sehingga setiap tindak tanduk kita pun juga harus sejalan dan tidak melanggar kehendak Allah.
Dalam surat rasul Paulus bagi umat di Filipi (Fil 4:7-8 ) dikatakan bahwa kalau kita tinggal dalam pikiran Kristus maka damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran kita senantiasa. Maka sebaiknya yang ada dalam pikiran kita hanyalah semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji; kalau kita pikirkan itu semua kira-kira seperti itu pulalah pikiran Kristus…. Dan bertindaklah berdasarkan pikiran-pikiran tersebut.
Maka Injil hari ini mengingatkan kita bahwa sebagai orang yang tak berpengharapan, orang yang tidak layak dan dikucilkan seperti orang kusta ini, kita dapat datang karena mengenali pikiran Kristus dan yakin hakul yakin bahwa Ia akan mengabulkan permintaan kita. Di sisi lain doa dan pengharapan yang dikabulkan juga menuntut tanggungjawab selanjutnya. Kita masih harus menyaksikan kasih Kristus yang telah menyembuhkan dan mentahirkan kita dari dosa-dosa kepada mereka-mereka yang belum percaya. Adalah egois bila kita hanya menyimpannya untuk diri sendiri.
Kita perlu memberitakan kesaksian kesembuhan dan pentahiran ini sebagai rasa kasih kita pada Tuhan, sebagai rasa syukur kita akan cintaNya yang memulihkan. Dan kita ingin sebanyak mungkin orang juga datang kepadaNya memohon pentahiran akan dosa-dosa mereka serta menikmati kehidupan dan kedamaian yang ditinggalkanNya bagi kita. This is my life Lord, please touch me, as you wish…
===================================================================
Bacaan : Mat 8:1-4
“ Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.”
June 27, 2008 at 1:55 pm
Jeng Ratna,
Renungan ini bagus sekali. Setiap kali saya punya permohonan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan, saya selalu mulai dengan kata-kata dalam Kitab Suci tersebut. ” Tuhan, bila Engkau berkenan, ijinkan aku untuk menerima rahmat-Mu ……..”. Dan ternyata Tuhan tidak pernah menelantarkan kita yang berharap kepada-Nya. Amin.
Selanjutnya, upaya terus kita jalankan dan lainnya berserah kepada kehendak Tuhan. Tenteramlah hidup ini…
Salam, Alex Rudatin.