Fiat Voluntas Tua

Qui Bene Cantat Bis Orat (St Agustinus)

| 1 Comment

He who sings well prays twice adalah kutipan terkenal dari Santo Agustinus. Menurutnya menyanyi hanya bisa dilakukan bagi mereka yang memiliki kasih. Demikian juga tiap kali diucapkan Bapak setiap kali kami bertugas di paroki Theresia. Ayo semangat dan latihan terus, kita mengantarkan umat menyanyi; kalau mereka menanyi dengan baik maka mereka berdoa dua kali. Waktu saya masih SMA saya bertugas sebagai organis sementara bapak menjadi dirigen. Tiap kali kami berdua harus standby kalau-kalau ada koor yang berhalangan di paroki St Theresia. Maklum rumah kami paling dekat gereja dibandingkan organis/dirigen lainnya. Buat saya pribadi keharusan belajar main organ awalnya berat juga, tapi melihat Bapak serius sekali, saya menyerah lah. Bapak memang suka musik terutama klasik dan pemain clarinet di masa mudanya. Saking seriusnya dibelinyalah Yamaha E 10 R yang waktu itu paling top, warna putih dan besar sekali karena ada 2 tingkat tuts dan 2 oktaf pedal. Akhirnya belajarlah saya dengan seorang guru privat. Tapi memang yang paling malas kalau belajar lagu baru Malas latihannya, mules waktu mainnya. Takut salah. Sementara teman2 asyik janjian main basket dan soft ball, hobby saya waktu itu, saya harus les dan latihan organ dengan bapak. Begitu saya diterima di FT Sipil Unpar di Bandung… happy banget booo… bukan apa-apa, salah satunya ya itu tadi… bebas dari tugas organis. Namanya juga anak-anak. Itulah saat terakhir saya jadi organis karena untuk seterusnya saya lebih sering tinggal di Bandung sampai menikah dan memiliki dua orang anak.

Rupanya Tuhan belum selesai berurusan dengan saya. Dia tidak tinggal diam. Dia tahu apa kelemahan saya, Dia tahu apa kemampuan saya. My God has a sense of humor ! Saya memang menghindari tugas organis. Lebih senang melihat orang lain bermain organ daripada memainkannya didalam Misa. Tidak ada yang tahu di paroki ini kalau saya pernah jadi organis. Sampai suatu saat, lingkungan kami berinisiatif membentuk koor, mengajak umat terlibat ikut latihan, mencari guru dan menentukan tempat dan hari latihan. Semua sudah di atur, bahkan tanggal tayang perdana sudah ditentukan yaitu hari ini … betul hari inilah tayang perdana kami. Waktu mereka ribut-ribut cari organis, saya diam saja. Saya katakan saya tidak bisa, tapi kalau pakai Q-Chord mau deh. Q-Chord adalah alat musik khusus di disain untuk mereka yang tidak bisa main organ/piano dan gitar. Memang modalnya cukup tahu kord saja. Praktis dan hampir selalu saya bawa kalau pelayanan di lingkungan dan didaerah.

Tiba-tiba di pertemuan lingkungan berikutnya, adikku yang baru pindah ke parokiku usul: organisnya Dityo (anak sulungnya) sama mbak Nana tuh. Dia dulu organis waktu kita tinggal di paroki Theresia. Walaah… sudah ngumpet puluhan tahun, konangan juga. Yo wis lah… masa mau bohong? lagipula masa bude nya tega sih dengan keponakan yang mau ujian SMP. Wah Tuhan memang suka becanda rupanya. Gak bisa lari deh ! Akhirnya bergabunglah saya dengan koor lingkungan sejak dua bulan lalu. Syaratnya banyak deh, maklum cuma bisa kunci A, G, D, F.. yaah sekitar itulah. Pernah sekali saya tidak bisa datang karena masih di Padang. Mereka bilang : bu kenapa tidak datang latihan? Gak enak latihannya kalau tidak ada organis. Wah… jadi semakin susah menghindar nih.

TIbalah hari yang menegangkan buat saya. Saya hanya ada piano di rumah, jadi latihan organ hanya dilakukan saat latihan koor. Saya sempatkan latihan di gereja sendiri tanpa koor. Organnya lebih besar dari biasanya, tiga tingkat dengan pedal 2 oktaf dan pedal kaki kanan 4 buah. Buset deh… ribet. Ada lagi organ pipa, wah itu sih… belakangan aja untuk iringi lagu gregorian. Syusyah ! Semalam kami latihan terakhir di gereja, saya pulang belakangan karena mau latihan sendiri. Duh Gusti… mainnya besok pagi kok mulesnya dari sekarang ya. Ada lagu-lagu yang masih gak PD dimainkan terutama lagu-lagu yang beatnya cepat karena saya mesti koordinasi tangan kanan-kiri serta kaki kanan dan kiri.

Saking senewennya semalam saya latihan sendiri sampai hampir jam 10, bahkan diledekin romo-romo di pastoran. Ayo kita ikut Misa jam 7 besok, organisnya lain dari yang lain lho. Wah wah… semakin senewen saya. Pulang pun tidak bisa langsung tidur. Mungkin setelah jam 12 saya baru bisa tidur. Sudah berdoa tapi tidurpun tidak nyenyak juga, berkali-kali terbangun. Pengalaman pertama memang paling mendebarkan. Saya ingin jam 6 pagi ada disana untuk latihan sekali lagi dan saya takut terlambat. Wah baru jam 2 pagi, jam 4.. ya bentar lagi. Begitu saya bangun…. Ya amploop …jam 6 45 !!!

Ampun Tuhan… saya lompat dari tempat tidur, cuma sempat cuci muka dan sikat gigi. Gak sempat mandi lah ! Gak usah dandan cukup pake lipstik aja, lha wong memang mau ngumpet dibalik organ. Sepanjang jalan saya berdoa mohon ampun atas kegelisahan dan keteledoran saya. Kirimkan malaikatMu ya Tuhan, bimbing aku dengan Roh Kudus Penolong disaat aku tidak berdaya. Tidak ada waktu untuk latihan lagi. The show must go on. Aku harus mengiringi orang-orang bernyanyi. Aku tidak ingin mengecewakan mereka.

Pukul 7 kurang 2 menit saya sampai di pintu gereja. Tanpa mengunci pintu mobil langsung lari ke dalam gereja. Puji Tuhan tepat pada waktunya saya datang. Saya melihat wajah para anggota koor lega melihat saya datang dengan terburu-buru. Wuih… banyak betul, lebih dari 25 orang nih. Saya jadi semangat.

Tapi di perjalanan tadi saya rasa mata saya tidak nyaman. Mungkin karena kurang tidur, mungkin juga karena iritasi. Maklum saya pakai contact lens karena minusnya sudah 8. Ah Tuhan, semoga tidak mengganggu lah. Biasanya kalau sudah mata berair dan gatal begini maka hidung pasti bocor, semakin sulit konsentrasi.Tiba-tiba datanglah Galuh… aah.. Thank you Lord, You send me an angel to help me. Galuh memang organis senior di gereja, dia akan membantu memainkan lagu yang saya belum kuasai. Galuh ajarkan bagaimana menggunakan tuts ditingkat bawah, tengah dan atas. Lha… jadi selama ini saya salah dong, waduh bahaya nih… kagak sempat lagi latihan booo… Gemana neeh..

Sejenak saya tersadar, lho… kemana kertas2 lagu setumpuk dan buku Puji Syukur yang saya tinggal semalam di bangku organis? Sengaja saya tinggalkan biar tidak terlupa, kok malah tidak ada? Galuh dengan tenang menjawab ” Rule # 1 : jangan tinggalkan barang2 disini” Waduh rasanya semangat saya terbang separoh, itu kan teks lagu yang sudah lengkap dengan kord yang saya revisi semalam. Bagaimana bisa main organ kalau saya belum hafal semua lagu? Puji Tuhan akhirnya ditemukan buku saya ditumpukan PS lainnya. Tapi kertas lagu lainnya tetap ‘lenyap’. Saya hanya bisa berdoa ” Tuhan, aku sungguh-sungguh perlu Roh PenolongMu”

Lagu pertama lancar, lagu kedua ok juga.. tiba-tiba hidung saya mulai berulah gara-gara mata gatal dan berair. Kelabakanlah saya cari tissue, karena saya tidak membawa tas. Akhirnya dapet juga, tapi sayang adanya tisu wangi. Bukannya berhenti, malah semakin bocor karena saya alergi wangi-wangian. Bener-bener deh… ini Misa terlamaaaa yang saya ikuti, padahal ya sama tuh cuma sejam juga seperti biasa. Duuh…Sulit sekali konsentrasi untuk koordinasi mata di buku, tangan kiri dan kanan di tuts dan kaki di pedal dengan hidung bocor. Lord, this is not my day…but I am sure this is Your day… Help me Lord to do my best.

Akhirnya di pesan penutup Misa, romo Marwan mengucapkan kalimat yang diajarkan almarhum Bapak. Qui Bene Cantat Bis Orat… menyanyilah dengan baik karena artinya berdoa dua kali. Ia ucapkan selamat kepada koor lingkungan Monika dengan tampilan perdananya yang menggelegar. Semoga lingkungan-lingkungan lain juga ikut tergerak membentuk koor. Wah jadi isin….. tapi tepuk tangan umat yang menggema adalah penghiburan buat saya yang sungguh bersyukur atas karya penyelenggaraan Tuhan pagi ini. Yang main organ tadi bukan saya lho, lha pilek begini mana bisa main?

Selesai Misa, saya berjumpa romo paroki, katanya: Bagus koornya mbak, suaranya keras menggelegar sampai atas (pastoran). Semoga tetap semangat dan bikin ‘panas’ lingkungan lain ya. Puji Tuhan… Saya sempat salami semua anggota koor, ternyata tangannya pada dingin semua. Mereka lebih senewen dari saya rupanya, padahal saya bukan senewen lagi, panik lah. Lha kertas lagunya ‘lenyap’ lalu hidung bocor, mau gimana lagi kalau gak berserah pada Roh Penolong? Seorang ibu, yang suaminya SATPAM, tadinya tidak PD waktu diminta menyanyikan mazmur. Ia menangis tidak menyangka bisa menyanyi untuk Tuhan. Saya terharu melihat senyuman ibu yang sederhana ini. Ayo bu tetap menyanyi terus untuk Tuhan. Inilah penghiburan Tuhan untuk saya.

Terima kasih Tuhan, Engkau membantu saya menemukan kegembiraan ditengah segala keterbatasan. Injil hari ini memang membuat saya membutuhkan Sang Penolong. Kalau bukan karena Roh Kudus, kami tidak bisa tampil maksimal hari ini. Kalau bukan karena Sang Penolong, saya tidak berani keluar dari zona nyaman saya setelah puluhan tahun, dan akhirnya bisa mengantarkan ibu-ibu dan bapak-bapak se lingkungan memuliakan Tuhan. Terima kasih juga Tuhan, Engkau ijinkan saya melihat Aldo yang seumur anak bungsu saya main keyboard dengan sungguh cantikdi Semarang. Anak-anakaja bisaaa…Ampuni saya Tuhan karena menahan talenta yang telah Kau berikan selama bertahun-tahun.

Lesson Learned: Gak penting soal kualitas suara, yang penting partisipasi dan kebersamaan dalam setiap latihan membuat anggota koor saling meneguhkan satu sama lain. Proses membuahkan hasil. Proficiat deh untuk Lingkungan Monika, Siap dong tampil bulan depan ?

One Comment

  1. buu ,…… nitip renungan dari romo pusppbinatmo, sj …. entah beliau ada dimana dia sekarang .. barangkali berguna buat sadara-saduara yang lain :

    Ini cerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang
    tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan.
    Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang
    menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebisaan ini ternyata mereka
    lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit
    untuk dipotong dengan kapak.

    Inilah yang mereka lalukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati. Caranya
    adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga
    ke atas pohon itu.

    Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di
    bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka
    lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa
    yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan
    daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga akan mulai
    rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.

    Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini
    sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah
    membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup
    tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya.

    Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati. Nah, sekarang,
    apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk primitif di
    kepulauan Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! Yang jelas, ingatlah
    baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu
    maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.

    Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda ?
    Ayo cepat!
    Dasar lelet!
    Bego banget sih! Begitu aja nggak bisa dikerjakan?
    Jangan main-main disini!
    Berisik !

    Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena
    Anda merasa sakit hati?
    Saya nyesal kawin dengan orang seperti kamu tahu nggak!
    Bodoh banget jadi laki/bini nggak bisa apa-apa !
    Aduuuuh, perempuan kampungan banget sih!?

    Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya :
    Stupid, soal mudah begitu aja nggak bisa!. Kapan kamu mulai akan jadi
    pinter?

    Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal:
    Eh tahu nggak? Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel!
    Ada banyak yang bisa gantiin kamu!
    Sial! Kerja gini nggak becus? Ngapain gue gaji elu?

    Ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel,
    marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk
    kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai
    berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga
    mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang
    kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan-lahan, pada akhirnya akan
    membunuh roh yang telah melekatkan hubungan kita.

    Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah untuk
    mendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita perhatikan dalam
    kehidupan kita sehari-hari. Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita
    bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan ? Nah, tahukah Anda mengapa
    orang yang marah dan emosional, mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak
    mereka hanya beberapa belas centimeter. Mudah menjelaskannya. Pada
    realitanya, meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka
    begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak!

    Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai
    serta mematikan roh orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam,
    benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin
    melukai, kita ingin membalas.

    Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin roh pada orang
    yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah
    menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila Anda ingin segera
    membunuh roh orang lain ataupun roh hubungan Anda, selalulah berteriak.
    Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan semakin
    dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.

    Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus
    berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.

    Mereka yang bekerja hanya dengan otak tanpa menggunakan hati nurani mereka,
    maka ia akan mendapat teman-teman kerja yang mati hatinya. ***

    Ini nyambung aja pada yang dikisahkan Suryo.
    Salam,

    puspobinatmo,sj

Leave a Reply

Required fields are marked *.