Fiat Voluntas Tua

Persiapan Kongres Ekaristi (alm Prof DR Tom Jacobs,SJ)

| 0 comments

(Wasiat yang ditinggalkan romo Tom Jacobs beberaoa hari sebelum wafat; Prakata dari Mgr. Suharyo Uskup KASemarang disertakan pada artikel sebelumnya.)

Refleksi

Ini adalah gambar tiga malaikat yang menjumpai Abraham, seperti yang diceriterakan di dalam kitab Kejadian 18: 1-10:

Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, serta berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini. Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini; biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali; kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini.” Jawab mereka: “Perbuatlah seperti yang kau katakan itu.” Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: “Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!” Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya. Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu; dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan. Lalu kata mereka kepadanya: “Di manakah Sara, isterimu?” Jawabnya: “Di sana, di dalam kemah.” Dan firmanNya: “Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya.

Dikatakan di awal kutipan di atas:Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbatin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya’ (Kej 18: 1-2a).

Layak dicatat bahwa Tuhan bukanlah salah satu dari tiga orang yang disebutkan itu. Melalui kunjungan ketiga orang itu, Tuhan menampakkan diri. Tetapi, ini hanya lambang, seperti yang dikisahkan dalam bab sebelumnya, tentang penampakan Tuhan melalui lambang-lambang.

Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu (Kej 15:17).

Pada kitab Kejadian 15: 17 dan seterusnya, Tuhan tampak dalam bentuk perapian dan suluh. Tetapi ini hanyalah lambang. Tuhan menampakkan diri lewat lambang! Dengan demikian, kalau dalam kutipan sebelumnya dikatakan, ‘Firman Tuhan’ (bdk. Kej 15: 13), maka itu tidak berarti bahwa Tuhan langsung berbicara dengan Abraham. Ini hanya terjadi pada Kej 15. Maka juga, berkenaan dengan tiga orang dalam Kej 18, tidak perlu bertanya ‘siapakah Tuhan dan siapa pembantu atau pendamping-pendamping-Nya!’

Persoalan muncul ketika di kemudian hari gambar yang dibuat oleh Adrej Rubljow pada abad 15 tersebut diintepretasikan sebagai gambaran tentang Trinitas. Pada tahun 1745, Paus Benediktus XIV melarang pemakaian gambar tersebut sebagai gambaran tentang Trinitas. Mengapa? Alasannya adalah karena dalam gambar tersebut – yang memang tidak dimaksudkan oleh pelukis sebagai gambaran tentang Trinitas – Bapa, Putera, dan Roh Kudus, telah disejajarkan. Gambar tersebut dilarang, sebab kalau ada tiga Allah – dan Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus, disejajarkan – maka monotheisme akan hilang. Jadi yang dilarang oleh Paus adalah penyejajaran ke-tiga Pribadi Ilahi.

Dengan demikian Pribadi Kedua tidak dapat berdiri di samping Pribadi Pertama, tetapi merupakan ‘kesinambungan’ dari-Nya, dan oleh karena itu Ia disebut Firman. Kedudukan Firman tidak ada di samping! Firman terkait dengan ‘pihak yang berfirman’, maka dikatakan bahwa ‘Dia adalah Firman Allah’ dan oleh karena itu Dia adalah Allah. Tetapi, Yohanes sampai dua kali menegaskan bahwa Dia tidak sama dengan Allah, karena ‘firman’ memang tidak sama dengan ‘pihak yang berfirman!’ Sebagai Firman Allah, Firman adalah benar-benar Allah. Ini tidak dapat disangkal; hanya layak dicatat bahwa – sebagai Firman Allah – Pribadi Kedua tidak dapat dilepaskan dari Pribadi Pertama. Maka dikatakan: ‘Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya…’ (Yoh. 1: 14a).

Di dalam diri Yesus, kelihatanlah siapa Allah yang sesungguhnya! Di dalam diri Yesus, Allah telah menampakkan diri.

Nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasihNya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang sudah dilimpahkanNya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karuniaNya berhak menerima hidup yang kekal sesuai dengan pengharapan kita (Titus 3:4-7).

Di dalam diri Yesus, menjadi jelas siapakah Allah. Di dalam diri Yesus, kita mengenal Allah. Maka dikatakan ‘….. barang siapa yang melihat Aku, ia melihat Dia yang mengutus Aku …’ (Yoh 12:45).

Di dalam diri Yesus, kita bertemu dengan Allah. Dan Allah yang menampakkan diri di dalam diri Yesus adalah Allah yang penuh dengan cinta kasih, bahkan Allah yang penuh dengan kerahiman! Mengapa? Alasannya adalah karena Allah memang mencintai orang yang malang dan miskin. Mereka adalah orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan dari Allah, dan Allah menampakkan kerahiman-Nya kepada mereka. Allah yang hadir di dalam diri Yesus menampakkan bahwa Dia menerima kemalangan dan kekurangan, dan bahkan juga kedosaan manusia. Dalam kerahiman dan kebaikan Yesus tampaklah kerahiman Allah. Sekali lagi, di dalam diri Yesus, kita mengetahui siapakah Allah yang sesungguhnya!

Di dalam diri Yesus, kita mengetahui bahwa Allah bukan hanya hakim yang adil, melainkan, dan terutama, hakim yang pengampun. Kepada seorang pendosa yang disalib di samping-Nya, Yesus berkata: “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23: 43).

Yesus tidak pernah menolak siapa pun. Oleh orang Farisi, Ia dianggap salah, karena Ia bergaul dengan orang berdosa. Tetapi, justru dengan demikian, Ia memperlihatkan siapakah ‘Allah yang sesungguhnya’ dan bukan ‘Allah yang menuntut’ seperti yang dipahami oleh orang-orang Farisi. Dengan itu semua, Yesus memperlihatkan ‘Allah yang memberi’ dan khususnya ‘Allah yang memberi pengampunan’.

Selanjutnya, karena Allah adalah maharahim, maka Yesus menyebut Allah dengan sebutan Bapa, dan Ia menyebut diri Anak! Maka dikatakan: ‘………… Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: ‘Dia adalah Allah kami’…………’ (Yoh. 8: 54b).

Tetapi bukan hanya diri Yesus yang disebut ‘Anak Allah’. Semua orang yang bersatu dengan Yesus juga disebut anak-anak Allah (bdk. Rom. 8: 16-17). Mengenai sebutan anak pada diri Yesus, layak diingat bahwa ini adalah sebutan kiasan yang terkait dengan ke-manusia-an Yesus, bukan yang terkait dengan Firman!

Puncak kerahiman Allah menunjuk pada kenyataan bahwa kita boleh bertemu dengan Allah dalam kebersamaan dan kesatuan dengan Yesus. Maka dari itu, puncak kerahiman Allah juga menunjuk pada kenyataan akan wafat Yesus yang menyerahkan diri kepada Allah dan diterima Allah dalam kemuliaan.

Berkaitan dengan hal ini, kita ingat akan gambar kerahiman Ilahi sebagaimana dipopulerkan oleh St. Faustina.

Di dalam gambar di atas, kerahiman Ilahi dilukiskan sebagai Yesus yang bercahayakan kebangkitan dan kemuliaan. Yesus memang bersatu dengan Allah; dan kenyataannya itu pulalah tujuan hidup kita. Puncak kerahiman Allah adalah bahwa kita boleh bersatu dengan Allah di dalam dan oleh Yesus. Hal itu tidak terlaksana hanya pada akhir hidup kita, tetapi sekarang ini juga, yaitu di dalam Ekaristi Suci. Ekaristi dengan demikian tidak hanya mempersatukan kita dengan diri Yesus; namun persatuan kita dengan Yesus juga telah mempersatukan kita dengan Allah. Singkatnya, Ekaristi adalah puncak kerahiman Ilahi.

Leave a Reply

Required fields are marked *.