Mother Teresa dari Calcutta terkenal dengan pernyataannya “Kemiskinan yang terburuk adalah kesepian dan merasa tidak dicintai”. Kemiskinan jenis ini bisa menyerang semua manusia tanpa pandang bulu. Perasaan tertolak, tidak diakui dan tidak diterima,begitu menyakitkan dan bisa mempengaruhi kepribadian seseorang. Banyak kasus di Pusat konseling PPKPS Shekinah menunjukkan, mereka yang mengalami masalah dalam hubungan dengan pasangan dan orang disekitarnya ternyata diakibatkan dengan pengalaman masa kecil. Mereka merasa tidak diterima orang tuanya, tidak dapat memenuhi cita-cita orang tua atau bahkan waktu dalam kandungan hendak digugurkan orang tuanya. Permasalahan kepribadian anak-anak di Panti Asuhan tergolong “sulit”, banyak pengurus setuju bahwa masalah ini muncul akibat “tertolak” oleh orang tuanya. Dibutuhkan kasih yang luar biasa untuk mengembalikan mereka kepada kepribadian positif yang tidak merusak masa depan mereka sendiri.
Kehidupan para preman yang disertai kekerasan, juga akibat kurangnya bahasa kasih. Mereka tidak merasa dikasihi dan tidak merasa perlu mengasihi orang lain, sehingga tega-teganya memeras dan menggunakan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkan. Pelayanan kasih di penjara mengajarkan kita bahwa mereka pun perlu disapa disaat ‘ditolak’ masyarakat. Saya tidak dapat menahan air mata kalau dengar kesaksian mereka yang merasa diterima Tuhan kembali, justru setelah dipenjara, setelah dikucilkan dari keluarga dan masyarakat. Its not always about money.. its about love. Selama masih ada matahari, pasti masih ada harapan, karena rahmatNya selalu baru setiap pagi.
Pengalaman kita sendiri menghadapi para EXIM, eks imam, mantan biarawati, juga mereka yang pernah menikah dan berpisah, bisa menimbulkan trauma tersendiri bagi sang pelaku. Bahkan seorang teman akitvis berkata ” saya tidak pernah mau menerima nasehat seorang EXIM, karena dia sendiri tidak bisa membuktikan bahwa dia berusaha taat pada panggilan Tuhan”. Lho?? Maaf, jangan tersinggung, tapi yang jadi Tuhan siapa ya? Siapa kita kok berani-beraninya menghakimi, dan sama sekali tidak memberi kesempatan untuk memperbaikinya. Kalau saya berhadapan dengan mereka, para mantan rohaniwan/ti, justru saya tetap mensyukuri bahwa mereka sekarang menjadi awam “plus” karena sudah mengalami pendidikan di kawah candradimuka, paling tidak ada kualitas berbeda dibandingkan kita yang merayap dalam pengalaman iman.
Injil hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan saja berjanji siapapun yang datang kepadaNya, “tidak satupun dibuang, tidak satupun akan hilang”. Di hadapan Tuhan tidak ada dimensi waktu, artinya mau 3 bulan, 30 bulan, 30 tahun… it does not matter at all ! As long as he/she was found! Itulah contoh nyata hati Bapa yang ditinggalkan dan diajarkan Yesus bagi kita. Gak masalah kok kalau seseorang berbuat salah sekarang, some day… he/she will make it better.
Kita sendiri juga perlu berrefleksi : well.. once in my life time, I also make mistake. Everybody make mistake. Tapi setiap orang mendapat tawaran sama untuk kembali pada Tuhan, kembali untuk memperbaiki kesalahannya. Pertanyaannya: maukah kita juga memberi kesempatan kepada mereka yang pernah bersalah? Harusnya semangat penggembalaan juga kita imani dalam kehidupan keseharian, semangat untuk merangkul yang (pernah) bersalah, semangat untuk menyapa yang dikucilkan. Resikonya: bisa-bisa kita juga ikut dikucilkan. Dianggap bergaul dengan kaum “kafir”, menyamakan diri dengan orang “kusta” yang membuat orang Yahudi menjadi najis.
Tidak satupun dibuang dan ditolak kehadirannya, tidak satupun boleh hilang dari hadapan Tuhan Sang Pencipta. Perintah ini bersifat universal, berlaku bagi semua orang. Sehingga tidak satupun manusia ditolak oleh Mother Teresa, semua yang sakit diterimanya, apapun agamanya, bahkan yang tidak beragama. Semua dikasihi dan dirawat agar di akhir hidupnya bisa meninggal dengan pantas sebagai manusia. Kalau kita hanyamengasihi orang yang seiman dengan kita, buat apa agama? Penjahatpun melakukannya, mereka sayang dengan anggota kelompok nya sendiri. Adakah kelakuan kita, tanpa disadari, membuat orang lain bahkan orang-orang yang kita kasihi justru merasa “ditolak”, tidak diterima dan merasa tidak dicintai? Jangan-jangan kita belum bisa menerima orang lain karena kita sendiri belum ‘sembuh’ dari luka batin tertolak tadi.
===============================================================
Bacaan : Yohanes 6, 35-40
Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
April 16, 2008 at 11:11 am
(titipan mbakYansi dari Manila)
Bu Ratna,
Siapa sih yang berani2nya menolak exim, dan ex2 yang lain itu? Tersinggung ni…ha..ha. .. Untung aja bu Ratna gak ikut2an nolak, bisa demo ni saya. Wah, tapi ya agak malu2 tapi manggut2 juga, (tanda setuju maksudnya), emang yang ex2 itu ada nilai plusnya lho, asal bener diterapkan apa yang didapat di dalam, kalo gak, ya sama aja bo’ong.
Banyak untungnya lho kalo pernah ngikutin pembinaan kehidupan membiara, ato pendampingan hidup rohani di seminari. Maka jangan heran kalo ada pribadi yang sengaja masuk seminari hanya untuk nyuri start. Kalo ex seminari menengah katanya bisa lebih mudah kuliah, kalo ex frater katanya lebih mudah cari kerja, kalo ex pastor lebih mudah cari jodoh.. ha.ha.. kualat nantinya.
Tk renungannya, biasa.. renyah kayak kacang goreng???
Salam,
Jansi