Fiat Voluntas Tua

Makan Roti Hidup Setiap Hari, Kenapa nggak?

| 0 comments

Suatu kali saya sedang berbicara dengan romo paroki, berkali-kali HP berbunyi, urusan kantor, parpol, rumah dan sekolah anak-anak juga.Sampai-sampai saya merasa tidak enak juga karena diskusi agak terganggu. Kata saya: Beginilah mo tantangannya, tuntutan flexibilitas waktu dan kebijaksanaan perlu dilatih senantiasa. Romo menjawab, dari mana mbak kekuatannya? Apa cukup dengan Ekaristi seminggu sekali? Apalagi jadi Prodiakon kok cuma Misa hari Minggu?
Demikian ucapan Romo paroki dengan wajah ‘cool’nya. Memang wajahnya tanpa ekspresi. Mau serius,becanda,kecewa… sama aja wajah nya ya begitu itu. Saya sampai memandang romo paroki dengan tak bekedip; ini serius, becanda apa menyindir ya?

Tapi sungguh,ucapannya yang singkat itu membawa saya dalam permenungan panjang. Betul,saya butuh makanan bagi rohaniku, setiap hari. Kegiatan yang begitu menyita waktu dan konsentrasi membuat saya menjadi letih fisik dan mental.Dengan tugas dan kegiatan seabreg, saya harus berani mengambil keputusan2 yang bijaksana. Darimana lagi kekuatan itu kalau bukan dari Roti Hidup? Tidak cukup lagi cuma Misa seminggu sekali.

Bangsa Israel di jaman Nabi Musa, ditengah kekeringan padang gurun, mendapat kan roti dan air dari surga, selalu baru setiap pagi. Mereka bisa bertahan hidup karena kemurahan Yahwe. Itupun tidak boleh rakus dan disimpan, karena akan menjadi busuk. Maka kita juga sampai sekarang mendapatkan rahmatNya selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:22-23). Hanya sering kita kurang menyadari rahmat Yahwe itu.

Akhirnya sejak percakapan singkat tahun lalu, saya bertobat dan memperbaiki diri menyempatkan mengikuti Misa Harian. Setelah sekian waktu berlangsung, sungguh saya rasakan Sakramen Ekaristi memberikan kenikmatan dalam menghadapi kegiatan sepanjang hari. Masalah selalu ada dan tidak pernah berhenti,tapi saya tahu Rahmat Tuhan lebih dari cukup bagi saya untuk menghadapi nya. RahmatNya selalu baru setiap pagi. Jadi makan Roti Hidup setap hari untuk saya adalah kebutuhan, sama seperti kita makan 3 x sehari. Jarang makan bisa membuat kita mengalami malnutrisi, demikian pula dengan kehidupan spiritual kita. Bisa-bisa jadi zombie, mayat hidup yang rohnya mati.

Marilah kita sungguh-sungguh mempersiapkan diri dalam menerima Roti Hidup dalam Sakramen Ekaristi. Kalau kita sungguh lapar akan kasih dan memerlukan pengampunanNya, rasanya tidak layak lagi kalau kita datang Misa terlambat dan pulang sebelum mendapat Berkat Pengutusan. Kitapun perlu mempersiapkan diri sebelum bersatu dengan Roti Hidup.

Yesus telah mengorbankan diriNya agar kita bisa menikmati Tubuh Nya sebagai sumber kekuatan dalam hidup pengembaraan di bumi. Semoga kita juga memberikan diri kita untuk menjadi ‘makanan’ bagi orang-orang disekitar kita yang lapar dan haus akan perhatian, akan sapaan dan penghiburan. Jangan lah rahmat itu disimpan untuk diri sendiri, akhirnya bisa busuk dan tidak berguna juga.Bagikanlah sebanyak-banyaknya sehingga mereka juga ‘dikenyangkan’ melalui karya kita.

==================================================================

Bacaan :Yohanes 6:30-35

Maka kata mereka kepada-Nya: “Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.” Maka kata mereka kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.” Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.