“Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.” (Yoh 3:31)
Sebenarnya kalau dihitung-hitung cukup lama saya tinggal di Bandung, rasanya kalau 8 tahun ada termasuk saat kuliah di Sipil UNPAR dan magister manajemen. Tadinya saya pikir, asyik juga bisa belajar bahasa sunda dengan tinngal di Bandung. Tapi yang jadi fasih bukan bahasa sunda tapi justru bahasa Jawa. Karena selama di Bandung, lingkungan saya orang Jawa semua, ya orang rumah, teman kost dan teman kuliah. Jadi bahasa gaulnya kalau bukan bahasa Jakarta ya bahasa Jawa. Sulit bagi saya untuk menangkap isi obrolan teman2 yang berbahasa sunda. Sebaliknya, suami saya yang jawa tulen, bahasa sunda nya bisa lebih halus dari orang sunda. Dari SMP sampai mahasiswa sahabat2nya orang sunda bahkan sunda Tasik yang dikenal halus tata kramanya. Demikian juga teman2 dari Jakarta yang di tempat kostnya banyak orang sunda, dengan cepat mereka bisa becanda dengan bahasa sunda. Ngiri juga sih…
Kita cenderung menggunakan bahasa yang kita akrabi, bahasa ibu, yang diajarkan lingkungan asal kita. Tidak mudah menerima bahasa-bahasa baru saat kita harus pindah tempat atau bertemu orang-orang baru yang berbahasa lain dengan kita. Saya percaya kalau kita akan ditugaskan ke Amerika pasti kita setengah mati belajar bahasa inggris, kalau perlu ambil kursus bahasa lah. Repot nanti kalau mau cari toilet saja bisa kesasar masuk garasi karena tidak bisa bicara bahasa inggris. Demikian pula kalau kita mau diterima di surga, belajarlah bahasa surga dari sekarang.
Yesus datang dari surga, tentu bicara tentang surga dan norma-norma yang berlaku di surga. Sementara orang-orang di bumi menggunakan aturan-aturan dan berkata-kata dalam bahasa bumi, bahasa antar manusia. Kalau perlu bahasa rimba : Siapa kuat dia menang, dialah pemimpin dan bisa jadi raja hutan. Dan sang raja inilah yang menentukan aturan main yang berlaku di wilayahnya. Sebaliknya raja surga pun menentukan aturan main yang berlaku di surga. Sehingga kalau mau hidup dalam suasana rimba raya, yang menyeramkan, bahasa yang dipakai adalah saling menerkam sesama mahluk. Sedangkan kalau mau masuk ke surga, cari tahulah apa yang dipahami para mahluk surgawi. Tidak heran kalau Jesus mengingatkan bahwa manusia harus lahir kembali dari daring menjadi roh, karena di surga yang ada hanyalah roh. Tidak adalagi sentuh menyentuh secara fisik. Tidak ada lagi nafsu amarah, iri hati dan kedengkian. Tidak ada lagi lahir dan melahirkan.
Allah adalah kasih, sehingga tidak mungkin ia menerima orang-orang yang bahasanya kekerasan, penipuan, pemerasan dan paksaan. Jesus yang telah turun dari surga, telah meninggalkan ajaran-ajaranNya untuk kita pelajari dan hayati dalam kehidupan di bumi. Kita harus belajar membiasakan hidup dengan bahasa kasih, saling mengampuni dan memperhatikan. Apa yang terjadi antara Jesus dengan bahasa surga dengan murid-muridNya dan juga orang-orang Yahudi disekitarnya yang berbahasa dan berkata-kata dengan cara Yahudi? Banyak terjadi friksi karena mereka tidak bisa menerima ‘bahasa’ asing yang tidak umum dan berbeda dengan tataran yang ada.
Tetapi memang untuk itulah kita dipanggil, mewartakan Kasih, sebagai kabar sukacita bagi seluruh mahluk di bumi. Kita belajar untuk membiasakan diri dalam segala tindakan dan pikiran kita berdasarkan kasih. Kabar sukacitanya adalah bahwa Allah yang maha kasih, sungguh mencintai segala ciptaanNya dan mengharap seluruh ciptaanNya kembali kepadaNya. Soal apakah kabar sukacita itu diterima atau ditolak, itu sih terserah setiap orang; apakah mau belajar bahasa surga atau ikut-ikutan bergaya hukum rimba. For sure, time is running fast…
==============================================================
Bacaan ( Yoh 3:31-36)
“Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya. Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar. Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.”