“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Suka atau tidak suka kita sering tidak bisa keluar dari paradigma bapak-anak, atau bobot-bibit-bebet, faktor turunan dan semacamnya. Buktinya kita bisa terkaget2 juga kalau dengar seorang remaja jatuh dalam narkoba, padahal kita tahu bapak-ibunya orang baik-baik. Atau kita gak nyadar, mewanti-wanti anak kita, jangan sering2 main dengan si anu karena (kata orang) bapaknya preman. Kita takut anak2 tercinta ketularan bahasa dan gaya hidup preman juga.
Menghakimi dan menghukum adalah hak Hakim, hak aparat penegak hukum, bukan hak sipil. Walau mungkin kita tahu bahwa hukum yang ada di negara ini sifatnya “atur-able“. Bahkan kata pak JK Jarwo Kuat semalam di DemoCrazy Metro TV, HAKIM = Hubungi Aku Kalau Ingin Menang. Sedangkan KUHP = Kasih Uang Habis Perkara…. AAW (Aya2 Wae…:-) Dalam masyarakat sipil pun main hukum/hakim sendiri bisa menyeret tiap warga negara kedalam delik aduan pidana.
Bacaan Injil hari ini menjelaskan ukuran yang digunakan di pengadilan terakhir di terminal kehidupan kita, dimana justru aturan main itu kita sendiri yang menentukan. Aneh ya, berbeda dengan aturan hukum yang ada di bumi. Apa yang kita pakai untuk menghakimi dan menghukum sesama manusia saat kita hidup, menjadi pasal-pasal yang dikenakan bagi kita pribadi.
Berbahagialah mereka yang gak mudah mencemooh, menggosip, menghakimi tanpa bukti dan pada akhirnya melukai hati orang-orang disekitarnya. Lebih baik kita simpan dalam hati, sebelum menyakitkan orang lain. Save it as a draft folder and….. maybe tomorrow with God’s blessing, we have the courage to erase it from our heart.
Gimana caranya? Like Father, like son. Kembali kepada Bapa yang murah hati, tentunya sang Bapa (di Surga) berharap bahwa semua anak-anakNya juga memiliki kemurahan hati yang sama. Sama kan ? kita juga pengen anak-anak kita meniru kita, malah kalau bisa lebih baik dari kita. Supaya suatu hari nanti kita bisa dengan bangga bisa bilang… I’am so proud of you. Thats my baby !
Kenyataannya sering kita temui, dalam setiap keluarga baik-baik, kok ada aja anak yang setelah dewasa, malah menjadi “trouble maker”, yang “nyeleneh”, mungkin agak merongrong bapaknya juga. Kok bisa ya? Itulah bukti adanya kehendak bebas tiap insan manusia, kehendak untuk memilih sendiri yang sesuai dengan kemauannya.
Demikian lah kita juga punya pilihan untuk berusaha tetap “jaga nama baik keluarga” dengan bertindak murah hati seperti Bapa kita di Surga. Bapa yang murah hati, yang memberikan sinar matahari dan udara bagi orang jahat dan orang baik, murah hati dengan pengampunan dan murah hati dengan kasih yang tulus, murah hati dengan selalu memberikan kesempatan untuk berbalik dan bertobat.
Kemurahan hati membuat kita lebih mudah “memberi”, baik memberi senyum, memberi waktu, memberi semangat, memberi bantuan dana, juga memberi perhatian. Dengan demikian kita pun akan menerima kembali dalam bentuk semangat persaudaraan dan kasih dari orang2 disekeliling kita. Mana ada demo di pabrik2 kalau saja manajemen dan pimpinan “murah hati” mendengarkan keluhan para buruh. Mana ada demo di jalanan kalau saja para pemimpin punya hati untuk mendengar jeritan rakyat.
Mereka yang sulit “memberi”, baik memberi waktu, dana dan perhatian, jangan-jangan juga pelit dengan pujian dan senyuman (walaupun gratis lho). Biasanya kelompok ini malah cenderung “mengambil” atau “meminta” lebih dari yang seharusnya diterima. Mungkin orang2 yang korupsi, pembalak liar, pembunuh, adalah orang-orang yang sulit memberi sehingga cenderung pelit dan rakus serta merasa tidak pernah “cukup”. Wah… jangan-jangan saya mulai masuk dalam “menghakimi” neh… biarlah itu jadi porsi hakim di bumi dan di Pengadilan Terakhir.
PS: Buat temen-temen “jadul”ku, di masa prapaskah ini aku minta maaf ya, kalau ada kata-kata yang nyakitin ati. Maklum kecepatan bicara ku waktu itu lebih dari kecepatan berpikir, namanya juga darah muda Peace bro , peace….
=========================================
Bacaan :Lukas 6,36-38
Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”