“Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!” — Mengenang wafat nya Johanes Pembaptis
Rasanya tidak banyak ditemui orang yang siap pasang badan untuk berani berbicara demi kebenaran, baik atas hukum yang telah tertulis ataupun atas norma yang berlaku. Setiap tindakan memang ada konsekwensinya, bahkan termasuk memilih untuk tidak bertindak. Lebih sering kita memilih berdiam diri, tidak berbuat apa-apa menyikapi hal-hal yang sering berlawanan dengan hati nurani daripada menghadapi konsekwensi yang mengganggu ‘zona nyaman’ kita.
Kisah martir Santo Johanes Pembaptis merupakan kisah pertama yang terjadi di saat karya pelayanan Jesus baru dimulai. Pewahyuan yang diterima Yohanes pembaptis adalah mempersiapkan jalan bagi Sang Juru Selamat; meratakan yang berbukit dan meluruskan yang bengkok. Bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat ! Itulah yang senantiasa dikampanyekan Johanes Pembaptis. Dia begitu berani melawan tradisi bangsa Yahudi dimana saat itu pengampunan hanya bisa diberikan lewat hewan kurban yang dibakar para imam di Bait Allah sesuai Taurat. Tidak ada cara lain lagi. Maka kalau ia mulai dengan tanda baptisan baru, mempertobatkan orang dengan cara dicelupkan dalam air sungai Jordan, sudah pasti membuat berang para imam dan ahli Taurat. Apalagi mereka yang bisnisnya jual hewan kurban di Bait Allah, terancam bangkrut dong? Berbagai konspirasi bisnis dan politik dilakukan untuk menyingkirkan dan membungkam Johanes Pembaptis ini, yang dengan berani menunjuk kesalahan para pemimpin agama bahkan termasuk Herodes, yang menjadi penguasa saat itu.
Jaman sekarang ini kurang lebih juga begitu lah, orang-orang yang tidak terlibat korupsi apalagi yang berani teriak untuk membongkar skandal yang ada, baik adanya konspirasi bisnis dan intrik politik justru bisa berbalik menjadi ‘terdakwa’. Hukum sudah tidak jelas lagi mana yang salah dan benar. Yang penting disingkirkan saja orang-orang ‘vokal’ agar para pimpinan bisa tetap bebas melakukan apa yang mereka suka.
Kita punya dua pilihan dalam menghadapi ketidak jujuran, ada banyak ketidak-halal-an terjadi disekeliling kita. Begitu banyak jeritan dan tangisan ditangkap lewat media elektronik dan media cetak sebagai akibat intrik-intrik politik dan bisnis antar oknum pejabat dan oknum pengusaha. Mau ikut menolak yang halal atau justru mendiamkannya dan secara tidak langsung menyetujuinya ? Semangat martir bagi kebenaran yang membawa orang lain menuju kebaikan hanya bisa dipelihara kalau ada visi yang kuat, manakala kita menghadapinya sebagai “A Call from Above”. Suara kenabian bisa terus dikumandangkan selagi kita mengenali dan menanggapi panggilan Tuhan. Dan bila terus konsisten di tindaklanjuti maka segala konsekwensi pun dihadapi. Ada harga yang harus dibayar dan tak bisa ditawar bagi setiap nilai yang teguh dipertahankan.
Sayangnya masih banyak para pemimpin dan penguasa tidak ‘peka’ akan suara kenabian, mereka lupa bahwa siapapun menduduki ‘kursi’ pimpinan perlu tunduk pada Sang Pemimpin Agung. Mereka tidak bisa menerima kritik dan peringatan dari siapapun yang bisa dipakai menjadi utusanNya untuk menyatakan bahwa tindakan mereka telah melawan Hukum Allah. Sehingga keputusan dan tindakan mereka justru menghilangkan dan melawan suara kenabian, yang pada akhirnya hanya menyengsarakan orang banyak. Banyak pemimpin tidak mau belajar dari sejarah bahwa revolusi bisa terjadi bila banyak orang menanggapi dan bertindak melawan ketidak adilan, akhirnya tumbanglah rezim penguasa. Vox Populi Vox Deo. Suara rakyat juga suara Tuhan; pada akhirnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Bahkan perusahaan besar pun yang tidak peka dan tidak peduli akan norma yang berlaku bisa jatuh bangkrut dalam semalam di lantai bursa.
Maka marilah memohon pimpinan Roh Kudus agar kita, baik sebagai pemimpin ataupun sebagai rakyat, tetap belajar menajamkan telinga dan hati nurani kita untuk mengenali suara dan panggilanNya lewat berbagai sarana termasuk lewat orang lain atau orang kecil sekalipun. Dengan demikian kita berani menyuarakan dan menyatakan kebenaran, apapun konsekwensinya demi kebaikan, demi rakyat banyak.
====================================================================
Bacaan Mrk 6:17-29
“Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri. Karena Yohanes pernah menegor Herodes: “Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!” Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia. Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarny a, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu: “Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!”, lalu bersumpah kepadanya: “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!” Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: “Apa yang harus kuminta?” Jawabnya: “Kepala Yohanes Pembaptis!” Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta: “Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!” Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan.”