“Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?”
Kita sudah berulang kali mendengar dan merenungkan mujizat “Lima Roti dan Dua Ikan” ini, yaitu satu-satunya mujizat yang ditulis di ke empat Injil. Kali ini, bisa jadi kita tidak lagi tertarik untuk membaca renungan ini, karena sesuatu yang sama kalau dilakukan berulang-ulang akan menimbulkan kejenuhan. Kakak saya yang tinggal di biara mengingatkan saya, bahwa selalu saja ada “hal baru” yang bisa kita gali dari Injil, dan saya mencoba untuk merenungkan sesuatu yang terlewatkan itu.
Yesus mencobai iman Filipus, mungkin karena Filipus memang berasal dari Betsaida, kota terdekat dari tempat mereka berkumpul. Sayang sekali jawaban Filipus pesimistik, terkesan skeptis, “Mana mungkin menyediakan makan bagi orang se banyak itu?”.
Ia lupa bahwa bagi Allah semua itu mungkin. Ia masih menggunakan kedagingannya, atau mungkin karena memang imannya belum penuh. Andreas, yang juga berasal dari Betsaida, mencoba melihat kemungkinan Yesus berbuat sesuatu dari 5 roti dan 2 ikan itu, meskipun terkesan ia sendiri masih ragu-ragu. Sayang sekali, tak satu pun murid-Nya yang meminta kepada Yesus, “Guru, berilah mereka makan”, padahal dari pengalaman sebelumnya Yesus dapat melakukan apa saja yang Ia mau.
Selama kita masih menggunakan kacamata duniawi, selama itu pula kita hanya akan merasa banyak kesusahan yang mesti kita hadapi, banyak masalah yang di luar kemampuan kita untuk mengatasinya.
Sama seperti yang saya alami, ketika memutuskan untuk membaca Injil setiap hari, lalu menuliskan renungannya. Bagi saya ini sesuatu yang mustahil kalau saya hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri, karena sebelumnya tidak pernah membaca Injil, apalagi mengikuti kursus kitab suci, rekoleksi, atau pendalaman iman lainnya. Wong saya sering melamun saat mendengarkan Injil dan homili ketika misa di gereja kok.
Saya mengandalkan Tuhan, berharap mendapat pencerahan dari terang-Nya bagi awan tebal yang menyelimuti saya.
Saya tidak “asal meminta”, tetapi saya menunjukkan kepada-Nya bahwa saya bersungguh-sungguh, agar yang mustahil ini bisa menjadi mungkin, agar bisa memberi kepada banyak orang hanya dengan berbekal 5 roti jelai dan 2 ekor ikan, roti yang merupakan makanan rakyat yang murahan dan ikannya pun pastilah bukan ikan salmon.
Selanjutnya, saya terusik dengan pertanyaan, mengapa orang berbondong-bondong datang kepada Yesus? Bagaimana reaksi mereka setelah dikenyangkan oleh 5 roti dan 2 ikan itu? Mereka ingin menjadikan Yesus sebagai raja, agar mereka bisa dikenyangkan setiap hari, tidak perlu lagi bekerja keras untuk se suap nasi. Mereka mau yang enak-enak dan yang gampang-gampang saja. Ini jelas menyimpang dari tujuan Yesus melakukan mujizat, sebagai tanda kekuasaan Ilahi dan supaya orang menjadi percaya.
Ketika menerima sesuatu, kita cenderung lebih memperhatikan pemberian itu ketimbang siapa yang memberikan, bisa jadi kita malah melupakan yang memberikan. Lebih aneh lagi, ketika kita berharap sesuatu, kita meminta dengan memaksa-maksa, seolah-olah memang kewajiban Tuhan untuk memberi, tetapi setelah menerimanya, kita malah melupakan pemberinya. Begitu sulitkah kita mengucapkan satu kata ini, “terimakasih”? (Sandy Kusuma)
==============================================================================================
Bacaan Injil, Yoh 6:1-15
Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. Dan Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat.
Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?”
Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.
Jawab Filipus kepada-Nya: “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.”
Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?”
Kata Yesus: “Suruhlah orang-orang itu duduk.” Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya.
Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang.”
Maka mereka pun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan. Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: “Dia ini adalah benar-benar Nabi yang akan datang ke dalam dunia.” Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.