“Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kalian menceraikan isterimu, tetapi semula tidaklah demikian.”
Soal kawin cerai ini memang paling memusingkan. Apalagi di jaman serba instan, serba dikelilingi berbagai gadget yang memungkinkan terjadi persinggungan antar lawan jenis dimanapun. Herannya ada juga teman-teman yang masih ‘jomblo’ di mana segalanya sudah mapan. Disisi lain saya prihatin juga mendengar pendapat beberapa remaja tentang perkawinan katolik yang sekali seumur hidup. Mereka berpendapat ‘tidak masalah’ kalau ayah ibunya berpisah, ‘kalau sudah tidak cocok ya pisah aja, ngapain di paksain’ … halaaah… Kalau masih belia saja berpendapat demikian, maka pandangannya terhadap pernikahan menjadi tanda tanya besar. Inilah hasil pendidikan media elektronik infotainment yang tiada henti menyiarkan berita kawin cerai setiap harinya.
Saya sulit untuk percaya bahwa ‘pasangan’ yang menikah itu adalah takdir Allah, bahwa seseorang itu ‘berjodoh’ dengan orang tertentu karena pekerjaan Allah. Siapa menikah dengan siapa, Allah yang mengatur? Ah, gak percaya deh. Kok usil amat, (maaf) binatang aja mencari sendiri pasangannya. Kalau soal lahir dan mati, itu jelas hak prerogatif Ilahi yang manusia tidak dapat menolak. Mau lahir jadi perempuan, dari suku jawa di keluarga miskin, atau lahir sebagai ‘bule’ kampung , itu baru namanya takdir. Matipun bisa kapan dan dimana saja, tidak ada manusia yang bisa menolaknya. Tapi menikah? Bukanlah takdir…
Keputusan menikah dan tidak menikah adalah pilihan bebas manusia yang mutlak. Kita bebas memutuskan mau menikah dengan siapa… itupun kalau lawan eh pasangan kita juga sepakat mau menikah…..walaupun beda iman, beda suku dan beda bangsa. Kesepakatan dua belah pihaklah yang membawa diri mereka berani melibatkan dan akhirnya menghadap Allah untuk memohon restuNya. Demikian juga keputusan mereka berdua inilah untuk TIDAK melibatkan Allah, seperti halnya pasangan yang memilih menikah sipil saja ataupun memilih untuk tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan.
Hal sebaliknya, perceraian terjadi akibat kesepakatan kedua belah pihak untuk berpisah. Bila hanya satu pihak yang ingin bercerai tapi tidak ditanggapi yang lain, maka perceraian sulit terjadi. Bilamana keduanya sepakat untuk tidak sepakat… ya sudahlah, mau apa lagi. Lalu Allah ada dimana? keduanya mungkin sepakat untuk lupa juga dengan perjanjian nikah mereka dengan alasan ‘sudah tidak cocok lagi’. Lho? waktu dulu sepakat kalau sudah saling cocok dan melengkapi bahkan mengaku tidak ingin dipasahkan…… kok baru sekarang bilang tidak cocok lagi?
Inilah yang disebut Musa sebagai ‘ketegaran hati’ manusia untuk melawan dan menolak kehadiran Allah yang telah menyatukan pasutri: pasangan suami istri. Bahkan mereka yang datang mencari pembenaran kawin-cerai dikategorikan sebagai ‘mencobai Tuhan’ karena dianggap melanggar apa yang sudah tertulis: Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Walhasil bisa dilihat apa yang terjadi bila hukum Ilahi ini dilawan, tidak mudah menemukan kebahagian diantara ‘kawin-cerai’, baik yang dialami para pelaku dan para korban perceraian: anak-anak. Secara tidak langsung Jesus mengingatkan bahwa sekali Allah dilibatkan dalam suatu perikatan suami-istri maka ijinkanlah Allah juga bekerja menjadi ‘orang ketiga’ yang senantiasa menyatukan kedua belah pihak selama mengarungi biduk kehidupan. Kalau Allah adalah sumber kebahagiaan dan kedamaian, tentunya tidak akan mengecewakan siapapun yang datang kepadanya. Sayang seribu sayang, masih banyak ketegaran hati manusia yang merasa bahwa keputusan untuk ‘berpisah’ adalah terbaik, lebih baik dari campur tangan Allah untuk tetap menyatukan. Benarkah? Keputusannya tergantung dari kesepakatan pasutri kembali.
Menikahlah kalau kita yakin bahwa pernikahan akan menjadi berkah untuk pasangan kita dan anak-anak yang akan dilahirkan kemudian. Tetapi pilihan untuk tidak menikah, tetap juga bisa membahagiakan bila kita tetap menyertakan Allah dalam kehidupan kita. Banyak kok teman yang belum menikah dengan berani mengatakan : I am single and happy. Untuk apa menikah bila saat pacaran saja sudah ringan tangan main pukul, baru pacaran sudah cemburu buta dan mudah mengancam. Cinta memang sering membuat kita buta, buta bahwa ada benih ilalang yang ikut dibesarkan. Oleh karenanya gak salah melibatkan Allah setiap saat dimulai pada masa perkenalan agar rahmat kebijaksanaan juga menyertai kita senantiasa. Apapun pilihan kita, sertakanlah Tuhan senantiasa dalam kehidupan kita.
==============================================================================================
Bacaan Injil Matius (19:3-12)
Pada suatu hari datanglah orang-orang Farisi kepada Yesus, untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya: “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka: “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”