Fiat Voluntas Tua

Pemimpin Rakyat yang Merakyat

| 0 comments

“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu”

Apa yang kita saksikan di televisi saat sidang paripurna DPR RI kemarin adalah potret para wakil rakyat yang telah kita pilih. 560 anggota dewan diberikan kepercayaan untuk mewakili lebih dari 230 juta penduduk Indonesia. Bisa ditemukan 560 gaya para pemimpin rakyat ini yang  dipublikasikan secara terbuka. Bahkan hari-hari kemarin kita juga menyaksikan  perilaku mereka didalam sidang. Hal ini membuat kita berkaca dan bertanya gaya premanisme seperti inikah potret pemimpin yang kita harapkan?

Kita bisa melihat dan memilih mana gaya pemimpin yang merepresentasikan harapan kita. Ada yang bergaya bak pemain sinetron dan selalu mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa pernyataannya adalah ‘atas nama’ rakyat. Ada wakil rakyat yang menggunakan microphone didepannya untuk meneriakkan “Huuuu…..” saat anggota DPR lainnya membacakan hasil Pansus Century. Ada lagi wakil rakyat yang menggunakan palu sebagai kesempatan menunjukkan ‘kekuasaan’ sebagai pemimpin sidang. Semuanya mengatakan bahwa mereka adalah wakil rakyat, tapi bukan berarti bahwa ucapan tersebut merupakan pembenaran akan tindakan yang ditunjukkan. Kericuhan didalam gedung DPR ternyata juga berlomba dengan kericuhan yang terjadi diluar gedung diantara para demonstran dan polisi. Para demonstranpun menyatakan mewakili aspirasi rakyat dalam mengawal sidang paripurna.

Kita baca juga berbagai komentar protes warga lewat telpon di televisi, komentar di detikcom, SMS bahkan di berbagai status yang mengecam para politisi DPR di jejaring sosial FB dan twitter. Walaupun demikian ada  juga warga yang malah ingin ikut memukul wakil rakyat. Saat konflik memuncak maka emosi tidak dapat dilawan dengan emosi, siapapun dia apakah sebagai wakil rakyat maupun para demonstran. Justru disaat seperti inilah kualitas pemimpin akan ditunjukkan, apakah mereka larut dengan emosi atau bisa tetap berpikiran jernih dan memilih tindakan yang paling bijaksana sesuai dengan tata tertib yang ada. Tindakan anarkis dan premanisme tidak pernah bisa dibenarkan apalagi digunakan sebagai pembenaran ‘atas nama’ rakyat.

Renungan hari ini mengajak kita merefleksikan diri, seandainya kita menjadi wakil rakyat yang ada dalam situasi yang sama pada sidang paripurna apakah yang akan kita lakukan? Seandainya kita menjadi kapten kesebelasan ditengah kericuhan penonton, apa yang akan kita lakukan? Bagian rakyat mana yang kita wakili? Sejauh manakah kita memahami keinginan rakyat, tepatnya rakyat seperti apakah yang kita wakili? Jangan-jangan kitapun bisa terpancing emosi dengan meneriakkan kata ‘huuuu’ bahkan ikut berteriak dan bahkan ‘pasang badan’ mumpung palu ada di tangan kita.

Yesus mengingatkan kita bahwa kekuasaan membuat kita tergoda menggunakannya sebagai kesempatan menunjukkan otoritas, menyatakan pembenaran tindakan kita untuk menekan mereka yang lebih lemah. Bahkan ada yang menyebutkan ‘dinamika politik’ sebagai pembenaran perkataan-perkataan bahkan perilaku yang tidak santun untuk mencemooh orang lain. Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita  bahwa untuk menjadi ‘besar’ harus bersedia untuk terlebih dulu menjadi pelayan, memiliki sikap sebagai orang upahan.

Kalau kita datang ke restoran, sebelum kita membayar pasti mengharapkan dilayani dengan baik. Para pelayan restoran tahu pasti bahwa kalau mereka tidak melayani pengunjung dengan baik, maka lambat laun tidak akan ada penjualan dan akhirnya tidak ada yang dipakai untuk membayar gaji mereka. Mereka berhak minta naik gaji kalau restoran itu laris dan banyak terima tip kalau para pelanggannya puas dan memberi uang tip lebih banyak. Gak bisa menuntut didepan sebelum pelayanan terbaik ditunjukkan. Para pemimpin rakyat sering lupa bahwa mereka hidup dari keringat rakyat para pembayar pajak sehingga yang terjadi adalah pembenaran tindakan sang penguasa, bahkan menuntut berbagai hal atas nama ‘hak’ penguasa, alih-alih mendengarkan keluhan akan penderitaan rakyat akan kesulitan hidupnya.

Kitapun sering lupa bahwa kita dapat menikmati makanan lengkap setiap harinya karena keringat para petani yang bergulat untuk bisa bertahan dari hari kehari, para nelayan yang mempertaruhkan nyawa untuk melaut tiap hari dengan kapal seadanya, para tukang sayur yang pagi-pagi buta harus berjalan ke pasar sampai para tukang sampah yang memunguti sisa-sisa makanan kita setiap harinya dimanapun juga.

Semoga kita tidak memperpanjang litani protes terhadap pemerintah dan para wakil rakyat tapi juga berani melihat kedalam diri kita sendiri, sejauh mana kita memperhatikan orang-orang yang tergantung pada ‘kemurahan dan kebijakan’ kita terutama orang-orang yang  memiliki harapan dan berani bercita-cita untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Sehingga kita lebih sering mendengarkan dan memahami kebutuhan orang lain serta menghindari tindakan anarkis dan premanisme sekecil mungkin. Menjadi pemimpin yang merakyat memang harus dipelajari dan dilatih hari demi hari, bahkan belajar menghadapi konflik demi konflik yang akhirnya membuat kita semakin arif dalam mengambil keputusan dengan memperhatikan norma, tata aturan yang berlaku dan memperhatikan  harapan orang-orang yang ‘dipimpinnya’.

===============================================================================================
Bacaan Injil Mat 20:17-28
“Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.

” Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.