Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa dan luas wilayah 1.919.440 KM² jelas termasuk negara besar. Indonesia juga sebuah negara “demokrasi” penting di dunia, yangtelah menyelenggarakan tiga kali pemilu damai secara demokratis dan ratusan kali pilkada sejak lepas dari kungkungan rezim otoritarian selama lebih 30 tahun. Akankah itu semuaber dampak positif pada kesejahteraan rakyatnya, sebagaimana cita-cita proklamasi yangmenjadi alasan kita perlu hidup dalam suatu tatanan bernama negara? 65 tahun sudah Indonesia merdeka. Apa arti kemerdekaan itu?
Fakta lain menunjukkan bahwa Indonesia dengan PDB 1,6 % atau Rp 98 triliun ini berada pada tingkat kemiskinan yang cukup mengkhawatirkan yaitu 14,15 %. Indeks PembangunanManusia (IPM) Indonesia berada di 0,734 atau menempati urutan 111 dari 182 negara. Sementara Indeks persepsi korupsi berada pada urutan kelima dari sepuluh negara ASEAN. Ironisnya, angka-angka itu menunjukkan bahwa sejauh ini jalan demokrasi tidak berart ijuga makin dekat bangsa ini pada capaian kesejahteraan rakyatnya secara luas. Demokrasi, otoritarianisme, liberal, presidensial atau apapun namanya hanyalah sekedar alat bukan tujuan. Sasarannya adalah mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya.Sejauh ini pilihan demokrasi masih relevan dipertahankan. Setidaknya, suara yang menghendaki sistem politik otoritarian sayup terdengar di antara gemuruh anak bangsa meneriakkan demokrasi.
Bagi kita, demokrasi tetap pilihan, bahkan di sektor ekonomi sekaligus yang sudah berubah menjadi monster liberalisme yang dengan mudah menggusur yang lemah. Peran negara bahkan hanya sekedar penyalur hasrat kapitalisme belaka. National Press Club of Indonesia, dua hari ini urun rembuk dengan anak muda Indonesia untuk memikirkan nasib bangsa ke depan dan merumuskan tekad baru, untuk Indonesia baru.Dari rangkaian diskusi itu, kami menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Politik terus menurun, namun keberadaan Parpol masih diperlukan untuk proses demokrasi. Partai politik perlu mengubah perilaku politiknya menjadi lebih mengedepankan kepentingan rakyat daripada vested interest parpol atau fungsionarisnya semata. Bila partai politik tidak mengubah diri dan meningkatkan kinerjanya, aktifitas politik akan bergeser ke wilayah politik non formal,dalam bentuk lembaga swadaya sosial masayarakat atau komunitas publik yang terus tumbuh. Melalui dukungan teknologi, semua itu saat ini menjadi amat mudah dilakukan.
2. Ormas secara umum sudah kehilangan jati dirinya, kecuali sekedar menjadi kontraktorbagi kepentingan politik yang mensponsorinya. Meskipun demikian, Bangsa Indonesia masih memerlukan keberadaan ormas dengan reposisi untuk menyalurkan aspirasi masyarakat melintasi batas partai dan kepentingan jangka pendek.
3. Negara kesatuan Indonesia dapat lebih baik dari Sriwijaya, Majapahit, dan berbagai bentuk pemerintahan sebelumnya, karena potensinya yang besar, letaknya yang strategis serta solidaritas sosial rakyatnya yang tinggi. Tetapi modal alam dan sosial semacam itu tidak lagi cukup, tanpa dibarengi dengan konsolidasi kekuatan masyarakat dan elitnya secara bersama-sama. Musuh bangsa Indonesia dimasa depan bukan lagi di dalam negeri, melainkan masyarakat global dimana Indonesia dapat memainkan peran strategisnya. Kita tidak
anti pasar, tapi pada waktu yang sama kita juga tidak ingin menjadi hamba penguasa pasar
semata. Pasar adalah salah satu alat mensejahterakan bangsa.
4. Dengan berfokus kepada kemajuan bangsa secara keseluruhan, NPCI memandang perlu mengajak kita semua menyingkirkan ego sektoral di berbagai bidang untuk selanjutnya bergandengan tangan menuju Indonesia yang lebih baik, mengandalkan kemampuan
sendiri dan anugerah kekayaan alam yang diberikan Tuhan. Bangsa Indonesia harus memiliki kembali budaya malu. Malu kok miskin, malu sebagai negra koruptor,malu mengapa terbelakang dari negara tetangga, malu karena diperbodoh orang lain dan malu pula bila tidak mewariskan negara yang subur makmur kepada generasi penerusnya.
5. Bangsa ini membutuhkan pemimpin masa depan yang memegang prinsip ideologis bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan memegang tujuan bernegara sesuai alinea keempat Pembukaan UUD 1945, dan pekerja keras yang diimbangi oleh persepsi yang baik di mata publik.
6. Bangsa ini telah kehilangan budaya malu yang menjadi nilai—nilai luhur, tidak hanya dari sisi kebangsaan, tetapi juga dari perspektif sosial politik. Karena itu menumbuhkan kembali budaya malu merupakan keharusan dari perjalanan sebuah generasi.
7. Media sebagai pelaku sejarah yang mencatat kronik setiap peristiwa yang terjadi di negeriini ke depan sejalan dengan semakin meningkatnya teknologi digital dan dunia tanpa batas, untuk turut menjaga kepentingan rakyatnya menjadi amplifier, mendidik dan tidak sekedar menjadi alat pencitraan belaka.
8. Masa depan Indonesia akan berada di pundak generasi muda. NPCI menilai sudah saatnya orangmuda memimpin Indonesia. Mereka terbebas dari belenggu masa lalu dan punya cukup energi untuk mengurus bangsa ini, dengan mengambil pelajaran dari segala kekurangan pemimpin bangsa yang terdahulu.Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memadukan nilai-nilai, kinerja dan pencitraan.Pemimpin yang mampu menjaga nilai kemerdekaan dalam arti sesungguhnya. Apa yang kami sampaikan saat ini, tentu saja tidak terlalu orisinil, karena yang berkehendak untuk Indonesia yang lebih baik bukan hanya NPCI. Kami percaya banyak orang cinta Indonesia, sebagaimana NPCI sebagai bagian dari posisi kami to protect the public. Mari berusaha bersama untuk Indonesiayang lebih baik. Indonesia bisa.
Jakarta, 12 Januari 2010
Salam kami : National Press Club of Indonesia; Bersama sejumlah anak muda Indonesia:
Effendi Gazali, Fadjroel Rachman, Sebastian Salang, Rosianna Silalahi, Meutya Hafid, Poempida Hidayatullah, Romo Benny Susetyo,Yudhi Haryono,Bambang Harymurti, Ikrar Nusa Bhakti, Jaleswari Pramodhawardani, Oheo Sinapoy, Arief Suditomo, Budiman Sudjatmiko, Halida Hatta, Maruarar Sirait, Hamid Basyaib, Febri Diansyah, Ismed HasanPutro , Dan segenap undangan lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
pengirim tulisan : Benny Susetyo – HAK KWI