“Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. “
Dalam tradisi Yahudi kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki, salahsatunya tersirat dalam Injil; saat Yesus memberi makan orang banyak maka yang dihitung hanya yang laki-laki. Tapi kedudukan anak-anak lebih rendah lagi dari kaum perempuan, yang paling tidak produktif dan tidak bisa apa-apa. Hanya ngerusuhi (=mengganggu) orang laki-laki. Maka tidak heran kalau para murid mengusir anak-anak dan para perempuan yang membawa anak-anak mereka untuk diberkati Yesus.
Di budaya paternalistik, tempat anak-anak masih paling belakang. Tidak diperhatikan, malah kalau bisa dijadikan obyek; Jadi pelampiasan kemarahan orang dewasa. Mereka yang masih sangat tergantung pada orang tuanya, justru ada yang dipekerjakan anak-anak sbg pencari nafkah dengan alasan membantu orang tua. Tanggung jawab orang tua dibebankan pada anak-anak yang harusnya menganyam pendidikan bagi masa depannya. Hak untuk mendapat ASI di awal kelahiran, digantikan susu kaleng dengan alasan praktis oleh ibu-ibu yang tidak kuat menanggung sakitnya menyusui. Kepolosan, ketidaktahuan dan kepasrahan anak-anak diterima dan dimanfaatkan para orang dewasa. Seharusnyalah anak-anak menjadi subyek perhatian sebagai harapan akan masa depan generasi bangsa.
Yesus melihat kepasrahan dan ketulusan itu pada anak-anak, Ia justru marah pada para murid yang ingin memberikan kesan ‘baik’ dihadapan sesama laki-laki bahwa mereka ‘menjaga’ Yesus dengan mengusir anak-anak itu. Mereka pikir Yesus akan memujinya karena menghindarkanNya dari kerumunan anak-anak yang dirasakan ‘mengganggu’ pelayananNya. Topeng inilah yang tidak disukai Yesus. Kesan untuk ingin dihargai, ingin dianggap penting, kesan angker dan “Ja Im” Jaga Image atau CarMuk Cari Muka. Itu semua topeng yang harus ditanggalkan bila ingin masuk Kerajaan Allah. Yesus menghargai para orang tua yang mendampingi dan mengiringi kepolosan anak-anak untuk datang dengan berani dan ‘tidak takut’ pada Yesus.
Kita sebagai orang dewasa paling sering dan tanpa sadar memakai berbagai banyak topeng agar dilihat orang lain “lebih baik”, “lebih suci” dibanding yang lain. Demikian juga para pimpinan kadang terlihat JaIm untuk menjaga jarak dengan karyawannya, agar terlihat berwibawa. Tidak banyak perusahaan memiliki iklim ‘keterbukaan’ dan cair diantara eselon 1 dan staff. Saya jadi bertanya, topeng apa yang sedang dimainkan pemerintah saat istana menyelenggarakan ‘open house’ dimana warga masyarakat dapat berkunjung ke istana tiap hari Sabtu dan Minggu, justru dimulai di hari pengumuman kenaikan BBM. Sementara teriakan para mahasiswa sehari-hari didepan istana sejak berbaulan-bulan, tidak ‘terdengar’para petinggi negara. Hhhhm… mungkin kebetulan, atau saya memang lagi sensi aja .
Saya salut dengan para orang tua yang tidak ‘menyimpan’ anak dengan ‘handicap’ dikurung didalam rumah. Mereka dengan penuh iman mencari dan menggali potensi anak-anak handicap ini;mereka yakin bahwa pasti ada hal positif dari keterbatasan yang ada. Seperti mas Jeff Dompas dengan Oscar yang Autis, gigih mendampingi hingga bisa menyelesaikan S1 dan bekerja di Singapur. Ibu dari Hee Ah Lee yang setia mengajarkan anaknya bermain piano sedari balita padahal tidak punya jari tangan lengkap. Banyak lagi kisah ortu yang berani mengantarkan anaknya yang berhandicap dengan menanggalkan ‘topeng’ malu mereka untuk masuk ditengah masyarakat. Ortu seperti inilah yang mendatangkan Kerajaan Allah bagi anak-anak mereka yang lemah dan tersisihkan.
Kerajaan Allah adalah kasih karunia yang diberikan bagi kita, tidak didapat dari usaha kita dengan berbuat baik, dengan CarMuk. Anak-anak dengan kepasrahannya, adalah potret kepasrahan dari mereka yang siap menerima kasih karunia Allah. Maka jangan lah kepasrahan dan keterbukaan mereka yang rindu akan kasih Allah, dihalangi dan dipersulit dengan dalih ‘demi aturan yang berlaku’. Demikian juga kepasrahan rakyat akan kenaikan BBM, tidak dimanfaatkan para pelaku di panggung politik. Rakyat yang tak berdaya dan tak punya pilihan bukanlah obyek, tapi harus ditempatkan sebagai subyek yang harus diperhatikan.
Inilah Kerajaan ALlah yang sesungguhnya, melayani dan memperhatikan mereka yang tak berdaya dan tak punya banyak pilihan. Di lingkup pemerintahan, kebijakan pro rakyat haruslah diutamakan dibandingkan kepentingan lainnya. Di lingkungan masyarakat, kelompok masyarakat terlemah lah menjadi pusat perhatian agar kesulitan hidup dirasakan dan dianggung bersama. Semangat gotong royong tidak hanya berlaku untuk kalangan sendiri. Di perusahaan, maka karyawan yang tidak punya pilihan untuk bekerja di tempat lain, diperlakukan juga sebagai stake holder. Di lingkungan sekolah, murid jangan sampai terjepit menjadi korban pertikaian antar guru, antar ortu dan pimpinan sekolah. Dalam lingkup keluarga, juga memperhatikan anggota terlemah diantara semuanya : anak-anak dengan segala keterbatasnnya. Would you be the one?
===============================================================
Bacaan: Mrk 10:13-16
“Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid- Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk kedalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka”