Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya.
Harusnya yang terjadi adalah ‘ good news is best news’; tapi yang sering dilakukan dan mendatangkan fulus adalah ‘bad news is good news’. Itulah yang kita baca di berbagai media cetak dan elektronik. Segala hal yang buruk terdengar dan dibicarakan lebih sering daripada yang baik.Di salah satu pertemuan dengan seorang direktur perusahaan besar, beliau mengeluhkan soal ‘budaya’ yang ada didalam perusahaannya. Budaya ‘ngarasani’ adalah budaya yang paling menakutkannya. Apapun yang baik yang disampaikan Direksi kepada karyawan, kok sampainya bisa berbeda. Rumor atau buah bibir yang berkembang bisa lebih menyeramkan, sehingga sebagai orang ‘luar’ yang baru masuk, ia takut untuk menerapkan ide dan kreativitasnya
Seharusnya segala yang baik lah yang diberitakan, segala yang telah berhasil dilakukan mengatasi berbagai masalah. Segala keberhasilan dalam membongkar korupsi, penyelesaian kasus hukum, solusi bagi para pencari kerja, serta berbagai kisah sukses para wira usaha muda merupakan informasi ‘mahal’. Hal ini bisa menjadi ‘lesson learned’ , menjadi bahan pelajaran yang berguna bagi yang lain untuk juga berani memiliki harapan, berani bermimpi dan bersaha mencapai mimpinya. Itulah yang langka di televisi kita. Acara seperti Kick Andy merupakan acara favorit yang layak dibicarakan dan diberitakan sesering mungkin.
Tetapi adakalanya terjadi bahwa hal yang baik tetap juga diterima dengan negatif, ada saja cerita sumir yang berusaha menjatuhkan segala kredibilitas yang dibangun, menghancurkan kerja keras bahkan mematikan semangat pembaharuan yang ada. Maka kalau keinginan membunuh harapan itu lebih besar, wajar saja kalau Jesus mengatakan “jangan bilang siapa-siapa’ karena karyaNya pasti menjadi inceran orang-orang Farisi yang haus darahNya. Dalam hal demikian maka kita juga bisa melihat situasi dimana lebih baik kesaksian itu disampaikan pada lingkungan yang kondusif sehingga justru membangun iman percaya.
Menjadi tantangan kita yang telah dikaruniai dua telinga dan satu mulut. Apakah akan digunakan lebih sering mendengarkan curhat orang lain dan mendoakan serta menyimpannya dalam hati? Apakah menggunakan mulut untuk memberitakan kebaikan orang lain? Atau sebaliknya menyebarkan ‘grapevine’ yang justru membuat suasana lingkungan kerja atau pelayanan menjadi ‘gerah’. Semoga kita semakin bijaksana untuk memberitakan yang ‘layak tayang’.
=============================================================================================
Bacaan Markus 7:31-37
7:31 Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis.
7:32 Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.
7:33 Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu.
7:34 Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”*, artinya: /Terbukalah!
7:35 Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.
7:36 Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya.
7:37 Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”