“Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?”
Ada harga yang harus dibayar bagi suatu keberhasilan. Bahkan dikatakan sesuatu yang mudah didapat mudah pula lenyap dalam sesaat. Belum teruji oleh waktu dan berbagai situasi. Demikianlah pula proses yang dialami oleh mereka yang meniti karir sebagai profesional, pengusaha bahkan politikus. Kita perlu menyadari bahwa dibalik setiap permohonan doa, ada usaha dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mewujudkannya.
Semalam saya baru kembali jam 1 malam, lelah sekali bahkan ngilu di rahang dan telinga semakin menjadi. Begitu turun dari Ambarawa, masuk semarang sudah ditunggu orang muda komunitas gay sekitar jam 23 di suatu tempat. Tidak mudah bisa menembus masuk komunitas ini karena mereka sangat menjaga privacy sesama anggota komunitas. Saya paham sekali karena hal inipun dialami para penderita HIV, narkoba dan depresi mental yang sering saya jumpai. Ada suatu ketakutan besar disana, takut ditolak (lagi).
Saya terpaksa datang sendiri, bahkan hanya di drop (kayak barang aja!) karena tidak ada teman yang bersedia menemani. Bahkan mereka mengatakan tidak pantas saya datang ke tempat itu dengan berbagai alasan dan berusaha membatalkan pertemuan ini. Saya memahami pertimbangan mereka mengingat minimnya pengalaman berhubungan dengan kelompok minoritas. Tentu sulit dilakukan oleh mereka yang belum pernah menjadi pekerja sosial atau relawan. Tapi saya harus melakukannya kalau memang saya ingin membangun relasi dengan mereka seperti yang saya lakukan di Jakarta juga.
Yesus pun datang ketempat orang berdosa, bukan untuk ikut berbuat dosa, tapi untuk membangun relasi. Duduk ditempat yang sama rendahnya, ngobrol dan makan membicarakan apa yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Maka kalau Yesus menegur muridNya : kamu tidak tahu apa yang kamu minta – bisa dibaca dengan arti ” Kutahu yang Kumau, Berani terima tantangan?” Yesus sudah membuktikannya, Ia berani membayar harga yang mahal bagi kemuliaan yang kemudian diterimaNya. Betul, dengan sengsara dan darahNya Ia bayarkan lunas ! Ia direndahkan untuk kemudian ditinggikan. Tapi murid-muridNya mau nya ditinggikan tapi tidak siap direndahkan terlebih dulu.
Maka kalau saya hanya datang ke tempat yang orang baik-baik saja tidak mau datang, tidak sampai mencucurkan darah seperti Yesus, kok rasanya gak sebanding lah perjuangan saya dalam membangun relasi. Paling-paling saya akan mendapat kecaman. Perempuan baik-baik gak pantas datang kesitu, sendirian lagi ! Tapi apa yang saya alami semalam sungguh memiriskan hati saya sebagai seorang ibu. Melihat puluhan anak muda yang sedang mencari jatidiri dengan segala keterbatasannya, umumnya ditolak keluarga dan masyarakat sehingga beberapa diantaranya pernah mencoba untuk bunuh diri.
Soal penggangguran dan pekerjaan memang tantangan bagi kaum muda, tapi mereka lebih sulit lagi karena sudah ditolak terlebih dahulu karena dinilai memiliki perilaku seksual menyimpang. Paling tidak dalam perjumpaan sesaat sembari menahan ngilu di rahang, saya merasa diterima dalam komunitas ini. Bisa mendengarkan tawa dan godaan mereka sembari bernyanyi adalah sama dengan mendengarkan luapan emosi mereka yang terpendam. Semoga relasi ini tidak berhenti disini saja, karena mereka juga anak-anak kita, anak-anak Ibu Pertiwi. Lets work it out together to make things better in the future.
===================================================================
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo Matius (20:17-28)
Pada waktu Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka, “Sekarang kita pergi ke Yerusalem, dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olok, disesah dan disalibkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus beserta anak-anaknya kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus, “Apa yang kau kehendaki?” Jawab ibu itu, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini kelak boleh duduk di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu, dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya, “Kami dapat”. Yesus berkata kepada mereka, “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu, marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata, “Kamu tahu, bahwa pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu! Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”