Rabu Abu: Yl 2:2-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18
“Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Mulai hari ini kita memasuki Masa Prapaskah, Masa Puasa atau Masa Retret Agung Umat dalam rangka mempersiapkan diri puncak iman kristiani, yaitu Hari Raya Trihari Suci, Wafat dan Kebangkitan Yesus, Penyelamat Dunia. Selama masa ini kita diajak untuk menerungkan tema “Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa”. Dengan kata lain sebagai umat beriman kita diajak dan dipanggil untuk hidup dalam persaudaraan sejati dan secara khusus memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan dalam lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Selama masa Puasa kita juga diajak mawas diri perihal keutamaan “matiraga”, yang secara harafiah berarti mematikan kebutuhan raga atau anggota tubuh, yang dapat diartikan mengendalikan derap langkah atau gerak raga atau anggota tubuh kita sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kehendak Allah. Kegiatan mawas diri ini kiranya dapat dilakukan secara pribadi atau bersama-sama (dalam keluarga, tempat kerja atau lingkungan umat). Hemat saya di masing-masing keuskupan pada umumnya juga menerbitkan panduan pendalaman iman selama Masa Puasa atau Masa Prapaskah, maka baiklah panduan kita gunakan dan kita berpartisipasi dalam pendalaman iman bersama.
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”(Mat 6:1-4)
Kutipan sabda di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam berbuat kepada orang lain tidak perlu berkoar-koar agar diketahui banyak orang dan dengan demikian menerima pujian dan sanjungan yang melimpah ruah, melainkan secara diam-diam saja. “Bapamu (Allah) yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”, demikian sabda Yesus. Demikian juga dalam rangka melakukan matiraga, lakutapa atau berpuasa hendaknya juga diam-diam saja.
Matiraga atau lakutapa masa kini sungguh mengalami kemerosotan atau erosi, mengingat semangat hedonis dan materialistis begitu menjiwai banyak orang, demikian juga budaya instant, terutama di kalangan generasi muda atau remaja. Bagi generasi muda atau remaja rasanya hal itu bukan karena kesalahan mereka, namun karena orangtua mereka yang tidak tahu bagaimana mendidik dan mendampingi anak-anaknya dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Sebagai contoh HP (hand phone), yang menurut data statistik di Indonesia pada tahun 2010 ada sekitar 180 juta pemakai HP. Menurut pengamatan saya HP tanpa sadar membentuk pribadi pemakainya memiliki semangat instant atau apa yang diinginkan harus segera dilayani, dengan kata lain hilang keutamaan kesabaran berproses maupun pengalaman `kegagalan atau keterbatasan’.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman, untuk memberi sedekah, dan tentu saja perlu dijiwai pengorbanan diri atau matiraga atau lakutapa. Selama masa Prapaskah kiranya juga diselenggarakan kegiatan Aksi Puasa Pembangunan, entah itu berupa kegiakan fisik dengan bergotong-royong guna memperbaiki sarana-prasarana masyarakat yang rusak, menyisihkan sebagai harta benda atau uang untuk kemudian disalurkan bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, pendalaman iman dst.. Kami harapkan anda semua berpartisipasi dalam aneka kegiatan tersebut, dan tentu saja jangan melupakan anak-anak dan generasi muda untuk berpartisipasi di dalamnya, karena kegiatan ini juga mengandung pendidikan atau pembinaan matiraga atau lakutapa. Didiklah dan binalah anak-anak dan generasi muda dalam hal matiraga atau lakutapa, “to be man/woman with/for others”. Kepekaan sosial, saling membantu sama lain hendaknya dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak dan generasi muda, terutama membantu mereka yang miskin dan berkekurangan.
“Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu” (Yl 2:12-14)
Selama masa Prapaskah kita diharapkan mawas diri, terutama atau lebih-lebih apa yang ada di dalam hati kita. Kiranya yang mengetahui isi hati saya adalah saya sendiri, sedangkan orang lain hanya menduga-duga saja. “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan”, demikian peringatan bagi kita semua. Memang apa yang ada dalam hati kita, yang kemudian muncul dalam pikiran, yang menentukan cara hidup dan cara bertindak kita, maka bukalah, koyakkan hati anda, agar anda sendiri juga mengetahui dengan benar dan tepat apa yang ada di dalam hati anda.
Di dalam doa malam, doa harian, ada `pemeriksaan batin/hati’, yang berarti kita diharapkan setiap hari memeriksa hati atau batin kita masing-masing. Dalam hati kita pasti ada yang baik dan buruk, namun pada umumnya lebih banyak apa yang baik daripada apa yang buruk. Maka pertama-tama hendaknya dicari dan ditemukan apa-apa yang baik yang ada di dalam hati kita, agar dengan demikian kita memiliki kekuatan dan keberanian untuk melihat dan mengakui apa yang buruk yang ada di dalam hati kita. Hendaknya kita tidak takut dan tidak malu mengakui apa yang buruk yang ada di dalam hati kita, toh kiranya kita semua tidak ada satu pun yang sungguh memiliki hati bersih dan jernih, karena kita adalah orang-orang yang lemah dan rapuh.
Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa rasanya identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang sungguh beriman, mengingat dan memperhatikan bahwa iman merupakan anugerah Allah, dan kita kita sungguh beriman berarti menerima anugerah Allah melimpah ruah. “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5:20-21), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian iman Paulus ini kiranya dapat menjadi teladan dan cermin bagi kita semua.
“Dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”, inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Jika ada yang benar dan baik dalam diri kita tidak lain adalah terutama karena Allah, buah jerih payah atau usaha kita, dan kita hanya pekerjasama yang lemah dan rapuh. Kami berharap dalam aneka kegiatan selama masa Prapaskah kita semakin memahami dan menghayati kebenaran tersebut, dan akhirnya kita juga dapat berkata seperti Paulus “Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami”. Jika kita mampu menasihati saudara-saudari kita tidak lain karena Allah dan kita hanyalah perantara atau penyalur kehendak dan sabda Allah, maka semakin bijak seseorang pada umumnya yang bersangkutan juga semakin rendah hati, lemah lembut.
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa” (Mzm 51:3-6a)
Ign 13 Februari 2013
February 14, 2013 at 1:28 pm
Artikel ini sangat membantu dalam masa perenungan pantang puasa