Pada suatu malam, aku memimpin pendalaman Kitab Suci disebuah lingkungan. Aku bertemu dengan seorang ibu, yang adalah ketua lingkungannya. Wajahnya tetap memantulkan kegembiraan dari sanubarinya walaupun ia baru saja berduka cita karena anaknya tercinta telah dipanggil Tuhan. Aku memimpin misa pelepasan jenazahnya di Rumah Duka Oasis Lestari.
Ungkapan kata2 yang indah tentang putranya itu sungguh menyentuh hatiku:
“Putraku yang baru saja dipanggil Tuhan sudah membentuk kehidupan rohaniku dan suamiku. Dia adalah malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan Yesus kepada kami. Karena kami sangat mencintainya, kami tidak terus menerus dirundung kesedihan, tetapi semakin tekun dalam pelayanan Tuhan seperti yang ia cita2kan selama ia masih hidup didunia ini.”
Ia menikah pada tahun 1988 dan dikaruniai seorang anak laki2 pada tahun 1990. Dua tahun kemudian, ia sangat sedih dan sempat marah kepada Tuhan karena ia mengalami keguguran anak kedua yang diimpikannya. Keguguran janinnya disebabkan penyakit “Toksoplasma”; suatu penyakit yang diakibatkan oleh sebuah parasit yang dapat menyebabkan keguguran dan kecacatan pada janin.
Tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 23 Desembar 1993, ia diliputi kegembiraan karena dianugerahi lagi seorang anak laki2. Kegembiraan itu hanya dapat dialami selama dua minggu karena dokter memvonis bahwa putranya itu mengidap kelainan jantung bawaan. Dinding serambi jantungnya tidak ada sehingga jantung sebelah kirinya lebih kecil. Ada penyumbatan saluran peredaran darah dari jantung ke paru2. Jantung putranya itu harus segera dioperasi. Kalau tidak dioperasi, ia hanya bisa bertahan hidup selama dua bulan saja. Ia bertanya kepada Tuhan: “Mengapa hal ini terjadi pada kami? Salah kami apa? Kami tidak berbuat jahat terhadap orang lain!”
Lima tahun berlalu, Tuhan masih memberikan kehidupan pada putranya itu secara ajaib tanpa menjalani operasi. Lagi2 terjadi kejadian yang tak dimengertinya. Putranya itu tiba2 jatuh disekolah. Dokter mengatakan bahwa ia menderita “absesrable” (penimbunan nanah) diotak, bisa tumor, bisa “hydrocepallus” (akumulasi cairan yang berlebihan diotak), bisa cairan biasa yang membesar yang menekan syarafnya sehingga ia menjadi seperti seorang yang menderita “stroke”. Ia harus segera menjalani operasi. Kalau ia terlambat menjalani operasi, nyawanya mungkin tidak akan tertolong. “Aduuuuuuuuh….. Tuhan Yesus. Betapa beratnya beban hidup anakku ini? Aku tak sanggup menanggungnya,” keluhnya.
Namun, anaknya itu tidak mengeluh atas setiap penyakit yang ditanggungnya. Ketabahan anaknya itu menguatkannya. Akan tetapi, keinginan anaknya untuk bisa menjadi seperti anak lainnya membuatnya mengelus dada: “Mama, aku juga mau main bola basket dan sepak bola seperti koko (kakak) dan teman2ku.” Ia hanya mengatakan: “Tuhan, sungguh aku tidak sanggup. Biarlah aku yang menderita, tetapi jangan anakku.”
Puji Tuhan operasi anaknya berhasil. Ia harus dirawat dirumah sakit selama tiga puluh hari. Selama anaknya dirawat dirumah sakit, ia dan suaminya terus menerus mendoakan doa “Bapa Kami”, “Salam Maria”, dan Rosario serta tak henti2nya menyanyikan lagu2 rohani.
Beban berat kehidupan itu membuatnya, suaminya dan putranya itu semakin mengandalkan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menunjukkan mujizatNya. Setelah tiga puluh hari dirumah sakit, ia diperbolehkan pulang. Dalam perjalanan pulang, putranya itu tiba2 berkata kepada papanya: “Papa cepetan donk dibaptis, masa mau begini terus, setiap kali kegereja kami menerima Komuni, sedangkan papa cuma duduk dikursi. Kapan kita sama2 menerima Komuni?” Pertanyaan putranya itu membuatnya rela belajar agama dan dibaptis. Sejak saat itu, ia dan suaminya aktif melayani dilingkungan. Ia akhirnya menjadi pengurus lingkungan dan Gereja.
Karena sering mengalami sesak napas, putranya itu pada tanggal 10 April 2011 dibawa lagi ke rumah sakit. Dokter menyarankan agar ia dibawa ke Malaysia untuk mendapatkan operasi jantung. Putranya menolaknya:
“Aduuuuh, mama kan sudah berkali2 aku bilang, mama dan papa tak usah repot2 mencari penyembuhan. Karena Tuhan Yesus mengizinkan aku sakit, biarlah Dia yang menyembuhkan dan mengurus aku. Mama…. Mama…. setiap orang itu pasti meninggal dunia, tinggal menunggu waktu saja, tidak ada orang yang akan hidup selamanya, kita tidak tahu kapan kita meninggal dunia, dan tidak usah takut deh… kalau Yesus bilang kita harus meninggalkan dunia ini, yaaaa kita terima saja.”
Sejenak ia terdiam karena terkesima dengan kata2nya yang begitu dalam. Tanggal 29 April 2011 putranya menghembuskan napas terakhir pada usia tujuh belas tahun dalam iringan doa “Aku Percaya”, “Bapa Kami”, dan “Salam Maria”.
“Adakah nilai dibalik dukacita?” tanyaku. Dibalik duka selalu menanti harta yang tak ternilai dan abadi. Penghiburan Tuhan menjadi nyata justru dalam duka cita. Duka cita merupakan kesempatan berdiam diri dihadapan Tuhan. Berdiam diri membuatku mengenal Tuhan lebih baik melalui pergumulan denganNya dalam doa. SabdaNya menjadi penghiburan abadi karena Ia telah berjanji untuk mengakhiri air mata:
“Dan Ia akan menghapus segala air mata mereka, dan maut tak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau duka cita sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Wahyu 21:4).
Surga merupakan suatu tempat sukacita selama2nya: “Dan orang2 yang dibebaskan Tuhan akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh” (Yesaya 35:10). Karena itu, jangan sia2kan air mata anda tertumpah di kedalaman makam, tetapi jadikan air mata anda sebuah tangga menuju surga dimana Tuhan rindu untuk memberikan penghiburan sempurna.