http://www.areapager.com/2012/11/pastor-katolik-di-jaman-majapahit.html
Ini adalah fakta yang sepertinya perlu anda ketahui, bahwa dalam catatan sejarah, seorang Pastor Katolik telah berkunjung ke Indonesia di era Majapahit, jauh sebelum penjajahan Jepang, Belanda, Portugis atau bangsa Eropa lainnya. Bahkan jauh sebelum Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada.
Latar Belakang Jaman
Syahdan, setelah pemerintahan Raden Wijaya, tampuk pemerintahan jatuh kepada anaknya sebagai raja kedua, yakni Prabu Jayanagara. Menurut kitab Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapanca, di usia yang sangat muda ( sekitar 15 tahun) raja bernama kecil “Kala Gemet” ini naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Karena itu untuk menjalankan pemerintahan, Jayanagara diwakili oleh Lembu Sora sebagai Patih Daha.
Masa pemerintahan Jayanagara adalah masa paling kelam dimana pemberontakan terjadi secara terus menerus. Sejumlah teman seperjuangan ayahnya yang tergabung dalam Dharma Putra, terpaksa melakukan pemberontakan karena tidak puas dengan pemerintahan Jayanagara dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan ketidak pantasan Jayanagara menjadi Raja Majapahit karena factor keturunan ( Jayanagara adalah anak Raden Wijaya dengan Dara Petak ( Istri lain dari Sumatera, di luar 4 istri anak prabu Kertanegara yang telah dikawini terlebih dahulu), alasan kebijakan Jayanagara yang tidak peduli dengan rakyat, alasan kepribadian Jayanagara yang gemar berpesta, mabuk-mabukkan, semena-mena mengambil anak gadis atau istri orang, serta berbagai alasan lain yang tidak mungkin diceritakan satu persatu di sini.
Pemberontakan ini adalah juga pemberontakan susulan atas kebijakan Majapahit sejak jaman Raden Wijaya. Para pemberontak itu diantaranya Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa. Khusus pemberontakan Ra Kuti, pemberontakan ini adalah pemberontakan yang paling berhasil karena mampu menguasai istana dan membuat Jayanagara mengungsi di sebuah dusun bernama Badender. Pengungsian Jayanagara tersebut berada dalam kawalan pasukan khusus Bhayangkara dibawah pimpinan Dipa ( kelak bernama Gajah Mada ).
Lewat inisiatifnya sendiri, Dipa dan pasukan kecilnya kemudian mengembalikan pemerintahan ke tangan Jayanagara dengan bantuan rakyat yang masih setia. Pemberontakan Ra Kuti akhirnya berhasil di padamkan dan Jayanagara kembali ke tahta.
Masa Kedatangan
Di tahun 1321, seorang Pastor Katolik dari Biara Fransiskan datang ke Majapahit. Sejak tahun 1316, Pastor yang dikenal dengan nama Odorico da Pordenone telah berlayar mulai dari Venesia, kemudian melalui Konstantinopel, Jazirah Turki dan Iran menuju Hormuz di Teluk Persia. Dari Hormuz perjalanan dilanjutkan dengan berlayar, dan berturut-turut menyinggahi berbagai pelabuhan di Mumbai, Malabar, Srilangka, Madras, Sumatera dan Jawa.
Kedatangan ke Jawa sesungguhnya hanya persinggahan sementara karena tujuan utamanya adalah menjelajahi kawasan yang oleh kalangan Eropa disebut Timur Jauh. Meski hanya persinggahan, namun saat di Jawa, pastor yang bernama asli Odorico Mattiuzzi ini telah banyak berkarya baik secara religi maupun secara kesusasteraan . Salah satunya menghasilkan narasi yang kemudian digunakan sebagai rujukan untuk menggambarkan keadaan Majapahit. Isi catatan tersebut salah satunya demikian :
“…..raja memiliki bawahan tujuh raja bermahkota dan pulaunya berpenduduk banyak,merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada. Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa mengagumkan karena besar, tangga dan ruangannya berlapis emas dan perak,bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan agung dari cina beberapa kali berperang melawan raja ini, akan tetapi selalu gagal,dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya…..”
Terkait catatan ini, setidaknya ada dua analisa tentang situasi Odorico kala itu.
Analisa pertama :
Odorico selain datang langsung ke area Istana dan menjelajah daerah kekuasaan Majapahit, dirinya juga telah melakukan penelusuran sejarah dari sejumlah sumber. Dari sumber itu pulalah Odorico kemudian mengetahui bahwa Majapahit sering kali diserang oleh pasukan Kubilai Khan sebagai bentuk balas dendam terkait kejadian beberapa tahun lalu. Pada tahun 1293, Pasukan Mongol memang pernah di peralat oleh Raden Wijaya untuk menghantam pasukan Jayakatwang, namun saat Jayakatwang kalah, mereka justru balik dihancurkan. Sisa yang berhasil melarikan diri melaporkan pada Kaisar Kubilai Khan.
Odorico selain datang langsung ke area Istana dan menjelajah daerah kekuasaan Majapahit, dirinya juga telah melakukan penelusuran sejarah dari sejumlah sumber. Dari sumber itu pulalah Odorico kemudian mengetahui bahwa Majapahit sering kali diserang oleh pasukan Kubilai Khan sebagai bentuk balas dendam terkait kejadian beberapa tahun lalu. Pada tahun 1293, Pasukan Mongol memang pernah di peralat oleh Raden Wijaya untuk menghantam pasukan Jayakatwang, namun saat Jayakatwang kalah, mereka justru balik dihancurkan. Sisa yang berhasil melarikan diri melaporkan pada Kaisar Kubilai Khan.
Analisa Kedua :
Tak lama setelah Odorico tiba, terjadi penyerangan oleh pasukan Mongol sehingga dirinya terjebak dalam situasi perang. Saat itulah dirinya mengetahui hal ihwal penyebab pertempuran. Usai perang, Pastor asal Italia ini kemudian berkesempatan mengunjungi istana dan tempat-tempat lain di wilayah Majapahit.
Tak lama setelah Odorico tiba, terjadi penyerangan oleh pasukan Mongol sehingga dirinya terjebak dalam situasi perang. Saat itulah dirinya mengetahui hal ihwal penyebab pertempuran. Usai perang, Pastor asal Italia ini kemudian berkesempatan mengunjungi istana dan tempat-tempat lain di wilayah Majapahit.
Persinggahan Ordorico di Majapahit kurang menekankan pada unsur pengabaran Injil, ini karena dirinya di perintah Kepausan memang bukan untuk itu, melainkan dalam rangka ilmu pengetahuan, yakni membuka cakrawala gereja Katolik terhadap peradaban bangsa lain. Namun demikian, sangat mungkin Ordorico mengalami dialog religiusitas antara Katolik dengan Hindu, agama yang dianut hampir oleh seluruh penduduk pulau Jawa, mulai dari pesisir hingga pusat kota.
Meninggalkan Majapahit
Seusai menyinggahi Majapahit, Pastor Odorico kemudian melanjutkan pelayarannya ke Burneo, Champa, dan akhirnya Guangzhou, China.Tiga tahun berada di China, di bawah pemerintahan Dinasti Yuan, Odorico kemudian kembali pulang karena masa tugas perjalanannya telah habis. Sayangnya, di tahun 1331, saat hendak melaporkan catatan-catatan perjalanannya kepada Paus di Avignon, beliau jatuh sakit dan wafat di usia 66 tahun.
Catatan lain
Yang menarik, selain catatan tentang pulau Jawa, adalah tulisan yang mendeskripsikan bagaimana praktek-praktek kanibalisme masih terjadi di sebuah pulau yang bisa diindikasikan sebagai pulau Kalimantan ( Burneo). Juga tentang makanan khas yang disebut sagu di nusantara.
Bagi gereja Katolik, misi perjalanan Odorico memang menghasilkan banyak catatan dan pengetahuan baru tentang peradaban Timur Jauh (kemudian disebut Asia). Itu tidak lepas dari ketaatannya untuk mengikuti perintah misi, yakni : terus membuat catatan perjalanan dan tidak boleh pulang sejak mulai diberangkatkan di tahun 1316 hingga tahun 1330.
Pengutusan Odorico sendiri sesungguhnya merupakan pembuktian langsung atas naskah berjudul Sir John Mandeville , sebuah naskah yang ditulis oleh seseorang yang mengaku bernama sama dengan judul. Namun berdasarkan catatan-catatan kesaksian langsung dari Ordorico, akhirnya terbukti, bahwa apa yang terdapat dalam Sir John Mandeville sangatlah kacau dan cenderung fiksi. Padahal buku itu sendiri pernah menjadi inspirasi Christopher Columbus maupun Marco Polo dalam melakukan perjalanan.
Pada periode selanjutnya, berbagai catatan perjalanan Ordorico telah disalin dalam berbagai terjemahan sebagai bahan kajian pengetahuan, referensi perjalanan maupun misi Katolik di kawasan Timur Jauh. Beberapa biarawan Katolik kemudian juga mengikuti jejaknya di Asia dalam misi religius, diantaranya yang cukup terkenal adalah Fransiscus Xaverius (menerima puluhan ribu penduduk Maluku, Malaka , Kalimantan dan Sulawesi menjadi katolik, sehingga menjadi tonggak awal berdirinya gereja katolik di Nusantara) dan Dionysius a Natitivitate & Redemptus a Cruce ( Martir – disiksa dan dibunuh atas perintah Sultan Aceh Iskandar Thani karena hasutan berbau SARA dari Belanda Protestan ).
Oleh karena banyaknya mukjijat yang terjadi pada makam Odorico da Pordenone di Udine, lalu penelusuran religiusitas dan bukti-bukti ketaatan terhadap gereja Katolik, maka pada tahun 1755 Paus Benediktus XIV akhirnya memberikan penghormatan kekudusan lewat beatifikasi . Sebuah patung Odoric juga di dirikan di Pordenone pada tahun 1881 untuk mengenang biarawan yang gemar berpuasa namun tetap giat bekerja ini.