Kita sering mendapati protes masyarakat lewat telpon di televisi serta komentar di portal berita dan jejearing sosial yang mengecam tingkah polah para politisi dan birokrat. Sering ditemui benturan fisik terjadi manakala muncul ketidak-jujuran dan ketidak-puasan. Repotnya bila masing-masing pihak yang bertikai memiliki massa seperti ditemui di berbagai Pilkada. Justru disaat menghadapi konflik seperti inilah kualitas pemimpin akan ditunjukkan, apakah mereka larut dengan emosi atau bisa tetap berpikiran jernih dan memilih tindakan yang paling bijaksana sesuai dengan tata tertib yang ada. Tindakan anarkis tidak pernah bisa dibenarkan apalagi digunakan sebagai pembenaran ‘atas nama’ rakyat.
Renungan hari ini mengajak kita merefleksikan diri, seandainya kita menjadi wakil rakyat ataupun pemimpin di masyarakat yang berada dalam situasi yang sama apakah yang akan kita lakukan? Seandainya kita menjadi kapten kesebelasan ditengah kericuhan penonton, apa yang akan kita lakukan? Bagian rakyat mana yang kita wakili? Sejauh manakah kita memahami keinginan rakyat, tepatnya rakyat seperti apakah yang kita wakili? Jangan-jangan kitapun bisa terpancing emosi dengan mencari kesempatan untuk menunjukkan diri kita.
Yesus mengingatkan kita bahwa kekuasaan membuat kita tergoda menggunakannya sebagai kesempatan menunjukkan otoritas, menyatakan pembenaran tindakan kita untuk menekan mereka yang lebih lemah. Bahkan ada yang menyebutkan ‘dinamika politik’ sebagai pembenaran perkataan-perkataan bahkan perilaku yang tidak santun untuk mencemooh orang lain. Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk menjadi ‘besar’ harus bersedia untuk terlebih dulu menjadi pelayan, memiliki sikap sebagai orang upahan.
Kalau kita datang ke restoran, sebelum kita membayar pasti mengharapkan dilayani dengan baik. Para pelayan restoran tahu pasti bahwa kalau mereka tidak melayani pengunjung dengan baik, maka lambat laun tidak akan ada penjualan dan akhirnya tidak ada yang dipakai untuk membayar gaji mereka. Mereka berhak minta naik gaji kalau restoran itu laris dan banyak terima tip kalau para pelanggannya puas dan memberi uang tip lebih banyak. Gak bisa menuntut didepan sebelum pelayanan terbaik ditunjukkan. Para pemimpin rakyat sering lupa bahwa mereka hidup dari keringat rakyat para pembayar pajak sehingga yang terjadi adalah pembenaran tindakan sang penguasa, bahkan menuntut berbagai hal atas nama ‘hak’ penguasa, alih-alih mendengarkan keluhan akan penderitaan rakyat akan kesulitan hidupnya.
Kitapun sering lupa bahwa kita dapat menikmati makanan lengkap setiap harinya karena keringat para petani yang bergulat untuk bisa bertahan dari hari kehari, para nelayan yang mempertaruhkan nyawa untuk melaut tiap hari dengan kapal seadanya, para tukang sayur yang pagi-pagi buta harus berjalan ke pasar sampai para tukang sampah yang memunguti sisa-sisa makanan kita setiap harinya dimanapun juga.
Semoga kita tidak memperpanjang litani protes terhadap pemerintah dan para wakil rakyat tapi juga berani melihat kedalam diri kita sendiri, sejauh mana kita memperhatikan orang-orang yang tergantung pada ‘kemurahan dan kebijakan’ kita terutama orang-orang yang memiliki harapan dan berani bercita-cita untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Sehingga kita lebih sering mendengarkan dan memahami kebutuhan orang lain serta menghindari tindakan anarkis dan premanisme sekecil mungkin. Menjadi pemimpin yang merakyat memang harus dipelajari dan dilatih hari demi hari, bahkan belajar menghadapi konflik demi konflik yang akhirnya membuat kita semakin arif dalam mengambil keputusan dengan memperhatikan norma, tata aturan yang berlaku dan memperhatikan harapan orang-orang yang ‘dipimpinnya’.
Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya, kata-Nya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!” Jawab-Nya kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?” Lalu kata mereka: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.” Tetapi kata Yesus kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” Jawab mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.” Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”