Fiat Voluntas Tua

Ilusi Tentang CInta (J. Sudrijanta, SJ)

| 3 Comments

Tak pernah habis cinta dibicarakan. Tapi apa yang dibicarakan kebanyakan hanya sebatas kulit luarnya. Kebanyakan orang tidak sampai menembusnya, karena orang sudah terbius atau terpesona dalam ilusi cinta.

Kata Cinta Bukanlah Cinta

Anda bisa berteori tentang cinta atau menulis puisi cinta. Tapi cinta tak mungkin dikatakan atau dijelaskan. Apa yang bisa dikatakan atau dijelaskan tentang cinta bukanlah cinta.

Anda bisa saja mengatakan dengan penuh gelora kepada orang yang Anda cintai, “Sayang, aku mencintaimu.” Anda merasakan kenikmatan yang tiada tara saat mengatakannya. Orang yang Anda cintai barangkali bersemangat mendengarnya dan menemukan kenikmatan yang sama. Tapi semua kata-kata tentang cinta atau penjelasan tentang cinta bukanlah cinta itu sendiri.

Ada pepatah, “Ungkapkan cinta dengan bunga.” Lalu orang mudah terbius dengan bunga. Tetapi bunga bukanlah cinta itu sendiri. Ungkapan cinta bukanlah cinta itu sendiri. Kata atau ungkapan cinta bisa membius orang, tetapi kata atau ungkapan cinta bukanlah cinta itu sendiri.

Mungkin Anda memiliki teman yang tidak mau terbius oleh rayuan kata. Mungkin ia menuntut bukti bahwa Anda sungguh mencintai. Barangkali Anda pernah mencoba meyakinkan bahwa Anda sungguh mencintai. Tetapi semakin Anda berjuang untuk membuktikan bahwa Anda mencintai, semakin terbukti bahwa Anda tidak mencintai. Bukankah cinta yang sesungguhnya terungkap dengan sendirinya? Bukankah cinta yang sengaja diungkap bukanlah cinta?

Cinta dan Keinginan

Setiap orang mendambakan cinta supaya bahagia. Tetapi cinta yang didambakan bukanlah cinta yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin cinta menjadi objek keinginan dan Anda sungguh bahagia dengan terpenuhinya keinginan? Bagaimana mungkin mencintai orang lain kalau Anda membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan psikologis Anda?

Anda bisa jadi berpikir demikian. “Supaya bahagia, aku harus memiliki seorang teman. Aku harus menemukan cara agar bisa mendapatkannya.” Apa yang Anda lakukan setelah Anda mendapatkannya? Apakah Anda memanfaatkan, mendominasi, memaksa, mengekang kebebasan demi pemenuhan keinginan Anda?

Barangkali Anda memiliki seseorang yang Anda cintai dan Anda berdua merasa sama-sama cocok. “Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Kami belajar untuk saling menerima kelemahan dan kelebihan masing-masing. Terlebih kami belajar untuk saling memuaskan. Aku belajar untuk memenuhi kebutuhannya dan dia belajar untuk memenuhi kebutuhanku.” Apakah keinginan pasangan sungguh-sungguh bisa dipuaskan? Apa yang terjadi ketika keinginan tidak terpuaskan? Apakah Anda marah, jengkel, benci, cemburu, dst? Untuk menghindari kemarahan atau kejengkelan pasangan Anda, apakah Anda terpaksa terus memuaskan kebutuhannya? Sampai kapan Anda akan memuaskan kebutuhan psikologis pasangan Anda atas nama cinta?

Bukankah cinta yang digerakkan oleh hasrat atau keinginan membuat Anda bergelora dalam kenikmatan dan tersiksa dalam kepedihan. Bukankah cinta yang sesungguhnya tidak mungkin berkorelasi dengan keinginan sebagai akar dari kenikmatan dan kepedihan?

Cinta dan Perasaan

Kalau Anda mencintai atau dicintai, bukankah Anda memiliki berbagai macam perasaan? Ada rasa bahagia, merasa berbunga-bunga, merasa berharga, hidup terasa berwarna, dst? Apakah cinta sama dengan perasaan atau emosi?

Kalau cinta identik dengan perasaan, bukankah cinta selalu berubah-ubah? Sekarang cinta, besok benci. Begitu terus berganti. Apakah cinta sebagai lawan dari benci sungguh cinta? Bukankah apa yang berlawanan masih mengandung lawannya?

Tidak ada perasaan yang tetap. Semua perasaan terus bergerak dan berubah. Kemarin Anda bergelora karena cinta. Sekarang cinta menjadi luntur atau merosot. Cinta yang luntur atau merosot bisa berubah menjadi benci pada waktu tertentu dan pada waktu lain kebencian bisa berubah menjadi cinta yang bergelora kembali. Apakah sesungguhnya cinta bisa merosot atau bisa bergelora kembali? Bukankah perasaan cintalah yang merosot atau bergelora kembali, tetapi bukan cinta itu sendiri?

Amatilah gerak perasaan Anda, perasaan cinta atau perasaan benci, ketika itu muncul. Bagaimana rasanya hati terbakar oleh cinta atau benci? Bukankah rasa benci yang membakar hati tidak berbeda dengan rasa cinta yang membakar hati? Bukankah keduanya menggoncang dan memperkeruh batin?

Amatilah gerak perasaan itu dan biarkan berhenti dengan sendirinya. Bukankah ketika perasaan tidak lagi membelenggu Anda, entah perasaan cinta atau perasaan benci, kepekaan muncul dalam hati? Bukankah hati yang mampu mencinta adalah hati yang peka?

Cinta dan Ketertarikan

Orang mudah mencintai apa saja yang menarik hati. Apakah Anda bisa mencintai seseorang atau sesuatu yang tidak menarik hati Anda? Bukankah kita lebih mudah mencintai sesuatu atau seseorang yang menarik hati kita?

Mengapa Anda secara spontan tertarik pada orang tertentu dan bukan pada yang lain? Kalau ketertarikan begitu kuat, Anda bisa dibuat tergila-gila karenanya. Sesungguhnya apa yang membuat Anda tergila-gila? Apakah cinta membuat Anda tergila-gila? Apakah orangnya membuat Anda tergila-gila? Ataukah gambaran Anda sendiri tentang orang yang menarik hati Anda yang membuat Anda tergila-gila?

Mengapa Anda secara spontan tidak tertarik—tidak suka, bahkan benci–pada orang tertentu dan bukan pada yang lain? Kalau kebencian begitu kuat, Anda bisa dibuat gila karenanya. Sesungguhnya apa yang membuat Anda benci? Apakah orangnya membuat Anda benci atau gambaran Anda sendiri tentang orang tersebut yang membuat Anda benci?

Ketertarikan atau ketidak-tertarikan kita muncul bukan dari objeknya melainkan dari gambaran-gambaran kita sendiri tentang objeknya. Gambaran-gambaran ini merupakan hasil dari akumulasi pengalaman masa lampau. Oleh karena itu, ketertarikan atau ketidak-tertarikan kita pada seseorang atau sesuatu merupakan hasil dari pengkondisian batin.

Apakah cinta sama dengan ketertarikan? Kalau Anda mencintai seseorang hanya karena Anda tertarik padanya, bagaimana mungkin Anda sungguh mencintai karena cinta yang demikian merupakan hasil dari pengkondisian? Apa yang akan terjadi kalau Anda tidak lagi menemukan sesuatu yang menarik dalam diri orang yang Anda cintai? Apakah Anda akan mengatakan, “Aku tidak lagi mencintainya.”

Tidakkah cinta yang sesungguhnya bukan ketertarikan? Agar cinta bisa menjangkau seseorang atau sesuatu melampaui ketertarikan atau ketidak-tertarikan, maka gambaran-gambaran dan pengkondisian batin musti runtuh seluruhnya. Ketika gambaran dan pengkondisian batin runtuh, bukankah muncul cinta yang melampaui suka dan tidak suka, melampaui apa yang menarik dan tidak menarik?

Cinta dan Ketergantungan

Begitu mudah orang bergantung secara psikologis pada orang lain begitu menemukan orang yang dicintai. Kita merasa bahagia kalau ada orang lain di sisi kita dan merasa tidak bahagia kalau tidak ada orang lain di sisi kita. “Aku bahagia kalau engkau hidup bersamaku. Aku tidak bahagia kalau engkau tidak hidup bersamaku.”

Apa yang terjadi ketika seseorang yang menjadi sumber kebahagiaan Anda meninggalkan Anda? Bukankah cinta yang membuat Anda bergantung secara psikologis menciptakan ketakutan? Bagaimana mungkin Anda bahagia bersama dengan ketakutan?

Kalau kita mencintai seseorang, dalam banyak hal kita tergantung pada orang yang kita cintai. Ketergantungan fisik adalah fakta hidup yang tidak bisa dihindari. Namun demikian apakah ketergantungan psikologis merupakan fakta yang juga tak-terelakkan? Bagaimana mungkin cinta yang sesungguhnya menciptakan keterbelengguan?

Bisakah Anda hidup sendirian secara psikologis, tidak mengharapkan apapun dari orang lain untuk kebahagiaan Anda? Hidup sendirian bagaikan hidup di padang gurun, kering dari hiburan tetapi subur bagi tumbuhnya cinta. Kalau Anda bertahan bersama kekeringan, tidak berlari dengan menutupinya dengan berbagai hal yang menghibur atau memuaskan, betul-betul berada sendirian, maka padang gurun batin Anda akan berubah menjadi tanah subur bagi tumbuhnya pohon cinta. Batin yang tidak bisa sendirian, tidak mungkin bisa mencinta.

Tanpa-diri Adalah Cinta

Hati yang tidak peka mudah terseret atau terokupasi oleh objek-objeknya. Ia mudah mencintai yang satu dan membenci yang lain, atau lebih mencintai yang satu dan kurang mencintai yang lain.

Hati yang peka melihat segala sesuatu bukan sebagai objek, tetapi sebagai apa adanya. Oleh karena itu tidak ada objek yang lebih atau kurang untuk dicintai. Demikian cinta yang lahir dari hati yang peka tidak mengenal objek.

Apakah Anda bisa mencintai anak tetangga Anda dengan kualitas cinta yang sama dengan cinta Anda kepada anak Anda sendiri? Tentu saja maksudnya bukan Anda memperlakukan anak tetangga layaknya Anda memperlakukan anak Anda sendiri. Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa cinta tidak mengenal pembedaan objek, tidak pilih-pilih, memiliki ketertiban dan kecerdasannya sendiri. Cinta yang menyentuh anak Anda tidak berbeda dengan cinta yang menyentuh anak tetangga Anda.

Cinta yang sesungguhnya juga tidak mengenal entitas lain di luar cinta itu sendiri. Seseorang yang sedang dilanda cinta, suka mengatakan, “Sayang, aku mencintaimu. Terimalah cintaku.” Dalam cinta yang demikian, masih ada “si aku” yang mencintai dan “si aku” yang memiliki. Bagaimana mungkin mencintai kalau masih ada ambisi untuk memiliki? Bagaimana mungkin mencintai kalau tindakan masih digerakkan oleh diri?

Ada nasehat moral yang sudah umum dipercaya sebagai kebenaran, “Anda harus mencintai sesama, sampai Anda rela disakiti oleh cinta Anda.” Siapa sesungguhnya yang membuat Anda tersakiti atau terluka? Bagaimana mungkin cinta membuat Anda terluka? Bukankah ego atau diri itulah yang membuat Anda terluka dan bukan cinta itu sendiri? Selama masih ada ego atau diri yang mencintai, maka kita masih rentan terluka.

Diri sebagai entitas yang mencintai adalah ilusi. Cinta yang digerakkan oleh diri adalah juga ilusi. Ketika ilusi seluruhnya runtuh, bukankah cinta yang sesungguhnya mungkin bersemi? Bisakah cinta mekar dan bertindak dari dirinya sendiri?

By J. Sudrijanta, SJ on April 26th, 2011 sumber: http://www.gerejasanta.org/

3 Comments

  1. Romo,

    Tulsan Romo tentang cinta menarik. Tapi setelah saya baca sampai habis, saya jadi bingung… karena cinta yang Romo sampaikan menjadi sesuatu yang mekanik, kaku dan teknis… bukan kah cinta merupakan proses kimiawi alami yang juga menumbuhkan harapan. Saya setuju kita perlu membedakan antara cinta dan “passion” atau “infatuatiion..” tetapi tidak memperlakukan cinta sebagai objek penelitian yang kaku…

  2. Dialog tentang tulisan di atas tanggal 26 April – 19 Mei 2011. Silahkan disimak.
    ========

    Maria Natasha Poetridjaman romo, nyuwun sewu. you teach and you preach but you don’t tell us how to.
    26 April at 00:06 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Maria Natsha: Mengapa Anda mencari “how to” alias teknik atau metode untuk mendapatkan “cinta”? Selamilah dan pahamilah apa yang bukan-cinta dan biarkan ilusi itu runtuh, barulah batin yang jernih melihat apa itu “cinta”.
    26 April at 00:10 • LikeUnlike • 4 peopleLoading…

    Maria Natasha Poetridjaman bukan teknik mendapatkan cinta, tapi melepaskan belenggu itu harus mulai dari mana? apa saya harus jadi mati rasa?
    26 April at 00:30 • LikeUnlike

    Maria Natasha Poetridjaman bukan teknik mendapatkan cinta, tapi melepaskan belenggu itu harus mulai dari mana? apa saya harus jadi mati rasa? batin yg jernih itu kan relatif sekali romo. kalo teori sih semua advis yang pernah saya baca, rohani maupun psikologis juga semua bilang “batin yang jernih”. romo sbg manusia juga punya kebutuhan yang harus dipuaskan, kan?
    26 April at 00:34 • LikeUnlike

    Koes Adiati Tulisannya bagus sangat Mo… Membuat saya terhenyak dan menyadari bahwa ternyata selama ini saya sangat mencintai ilusi… *sigh*
    26 April at 00:48 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Bambang Bemo monggo mo; maturnuwun pengertosan-pengertosanipun, kulo nderek lampah sa’ duginipun, sa’ wontenipun.
    26 April at 00:59 • LikeUnlike

    Nicholas Pangondian Sinaga Mo apa yang melatarbelakangi kita untuk mengerti “cinta” itu?
    terus apa yang menjadi inspirasi Romo tuk nulis notes ini?
    26 April at 01:11 • LikeUnlike

    Tabah Helmi Nonaka Cinta sejati ada didalam hati manusia yg tidak melekat pada sesuatu. Tapi kebanyakan orang tidak mengenal apa itu cinta sejati. Thanks Romo, I start to realize what real love is…cinta kasih Allah kepada manusia adalah cinta ideal manusia. Apakah kita bisa selami lautan Kerahiman Allah itu ? Butuh keheningan batin utk menjawab.
    26 April at 01:19 • LikeUnlike • 4 peopleLoading…

    Toto Sadarudin Romo, anda mengatakan “Tanpa Diri adalah Cinta”. Betapa sulitnya untuk memahami arti dari “Tanpa Diri”, apalagi menghayatinya, sama sulitnya dengan memahami dan menghayati “Cinta” (versi
    26 April at 02:09 • LikeUnlike

    Toto Sadarudin ‎(versi Romo). Barangkali ada baiknya Romo dalam tulisan berikutnya mulai mengupas arti dari “Tanpa Diri” itu sendiri. Please . . .
    26 April at 02:12 • LikeUnlike

    Henny Yati At first, Selamat Paskah , Romo…. ЈΣ§цŞ £Ov€Ş ϓðυ ..
    26 April at 06:53 • LikeUnlike

    Jaya Kelana Izin share romo……
    26 April at 08:34 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Christina Langitubun
    Selamat pagi, saya ingat ketika ret2 beberapa waktu lalu Romo pernah membahas masalah cinta. dari catatan diatas saya tertarik pada tulisan, “Kalau Anda bertahan bersama kekeringan, tdk berlari menutupinya dgn berbagai hal yg menghibur atau… memuaskan, betul-betul berada sendirian, maka padang gurun batin Anda akan berubah menjadi tanah subur bagi tumbuhnya pohon cinta.” saya disadarkan kembali. ketika rasa cinta datang kadang saya mau lari padahal itu sama saja membuat saya terluka. berani masuk dalam keheningan dan menyadarinya agar mampu memahami dan melihat cinta apa adanya dengan kepekaan batin. terima kasih ya Romo untuk catatannya. good luck.See more
    26 April at 08:42 • LikeUnlike • 2 peopleLoading…

    Sudrijanta Johanes
    ‎@Maria Natsha:
    Anda tidak akan memahami tulisan di atas selama Anda memakai “pendekatan intelektuil” dalam memahami. Ada d…ua macam pemahaman: 1) Pemahaman intelektuil yang bersumber dari pikiran dan 2) pemahaman non-intelektuil yang tidak bersumber dari pikiran. Pemahaman #1 muncul dari olah pikiran (berpikir, menganalisa, dst) dan pemahaman #2 muncul dari olah kesadaran (melihat dalam kejernihan) melalaui meditasi.

    Kebanyakan buku spiritual atau psikologis masih memakai “pendekatan intelek” dalam menghadapi masalah kejiwaan. Anda cenderung menghadapi persoalan-persoalan kejiwaan dengan lebih banyak berpikir atau berteori. Sebaliknya, dengan “pendekatan kesadaran”. kta menghadapi masalah-masalah kejiwaan secara langsung, bukan lewat teori, ide, konsep, pikiran, dst.

    “Pendekatan intelek” tidak akan mampu memahami segala sesuatu dengan batin yang jernih 100%, karena batin melihat lewat saringan pikiran dan tidak ada pikiran yang jernih 100%. “Pendekatan kesadaran” membuat batin melihat secara langsung (aktuil) perkaranya. Di sebut “langsung” atau “aktuil” karena tidak dimediasi oleh saringan pikiran.

    Karena tidak ada pikiran yang jernih 100%, maka untuk bisa melihat dengan jernih pikiran musti berhenti sepenuhnya. “Pendekatan kesadaran” inilah yang dikembangkan dalam meditasi.See more
    26 April at 09:38 • LikeUnlike • 4 peopleLoading…

    Sudrijanta Johanes
    ‎@Toto Sadarudin:

    Untuk bisa memahami “Cinta” atau “Tanpa-diri”, apa yang disebut “diri” atau “bukan-cinta” itulah yang musti diselami. Kalau kita mencoba-coba untuk memahami “Tanpa-diri” atau “Cinta” dengan pikiran kita atau merumuskan “Tanpa-diri” atau “Cinta” dalam terminologi positif, maka kita mudah jatuh dalam jebakan teori. Itulah perangkap dari dari pendekatan positif, bukan?See more
    26 April at 09:57 • LikeUnlike • 2 peopleLoading…

    Henny Yati Setuju Rm, batin hrs ϑαlαm kesendrian , tnp ќè aku an, terbebas dr keinginan ϑαn hrpan hati Ɣªηƍ memblenggu batin. Ɣªηƍ reaksinya sring melukai hati shg cinta itu sendiri menjadi samar maknanya. •-̶̶•̸Ϟ•̸†ђăñks•̸Ϟ•̸-̶̶•-̶ Rm buat ulasannya . Gbu
    26 April at 10:58 • LikeUnlike

    Stephanus Ivan sepertinya how to be-nya adl mencoba hidup tanpa menilai (scr psikologis bukan teknik/sains) maka cinta yg ditulis romo di atas akan mekar dg sendirinya, gim mooo?
    26 April at 13:54 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Ivan: Betul. Menjalani hidup tanpa-diri adalah awal mekarnya Cinta yang tak terkondisi.
    26 April at 17:21 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Sudrijanta Johanes ‎@Nicholas: Jangan mencoba-coba untuk memahami “Cinta” dengan pikiran Anda atau lewat latar belakang teori tertentu. Anda akan dibuat frustrasi. Saya menulis hanya untuk berbagi keindahan saja.
    26 April at 17:24 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Toto Sadarudin Memahami diri secara tuntas . . . hmmm barangkali inilah awal dari pe
    26 April at 18:27 • LikeUnlike

    Toto Sadarudin barangkali inilah awal dan akhir dari suatu perjalanan spiritual, barangkali . . .
    26 April at 18:29 • LikeUnlike

    Fiona Hartanto Romo, ijin share ya, terima kasih… ini bagus sekali :)
    26 April at 22:16 • LikeUnlike

    Toto Sadarudin Keberadaan “ilusi cinta” dan “cinta” itu sendiri nampaknya saling melengkapi. Dalam konteks dualitas, maka yang dialami adalah “ilusi cinta”, sedangkan dalam konteks nondualitas hanya ada “cinta”. Berbahagialah mereka mereka yang sudah merasakan kedua duanya, sehingga lengkaplah kekayaan batinnya. Tul ga Mo?
    26 April at 23:07 • LikeUnlike

    Bernada Rurit mo,ijin share ya
    27 April at 06:49 • LikeUnlike

    Bernada Rurit kok ndak bisa ya
    27 April at 06:53 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Toto Sadarudin: Setuju.
    27 April at 09:42 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Fiona and all: Silahkan…
    27 April at 09:44 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Bernadeta Lembayung Hapsari mencinta dan dicinta secara hakiki … sesuatu yang sulit ya romo…mmm
    27 April at 12:41 • LikeUnlike

    Familia Novita hahahaha…romo sedang jatuh cinta nich…belakangan sering berbagi tulisan ttg cinta…
    Mmm, akhir2 ini tdk sdkt org (terutama kaum muda) memahami scr bias antara cinta & rasa perasaan. Mudah2an sj sharing tulisanny romo (terutama ttg cinta) mampu mrasuk k dlm dunia kami yg msh bjuang mmahami ttg cinta yg sbenarnya…
    27 April at 15:19 • LikeUnlike

    Alexander Jeffrey Romo..ini benar2 sngat2..hebat..saya berdecak kagum,wlaupn di awal kalimat saya bngung..tetapi stlah saya membaca hingga slesai,wlaupun sangat panjang,akhrny saya pun dpt mengerti..benar2 menakjubkan..

    Saya jg ingin minta izin utk menshare y moo..
    Trima kasih utk pencerahany..
    28 April at 02:25 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Alexander: Silahkan…
    28 April at 10:39 • LikeUnlike

    Albertus Adiwenanto Widyasworo
    romo, saya juga masih belajar, dalam segala hal, saya gak tau si dengan teman2 yang lain, tapi saya setuju sama pendapatnya st johanes dari salib dan st teresia avila, bahwa semua kelekatan dari segala hal termasuk ciptaan tidak akan bisa b…erhasil tanpa campur tangan dari sang pencipta, usaha manusia yang selama ribuan tahun pun ga akan bisa, semuanya akan terjadi karena kasih karunia dan campur tangan ilahi.. terus gimana caranya? menurut saya, semakin kita berusaha untuk lepas, justru tidak ada suatu kelepasan dari hal itu.. semuanya adalah partisipasi secara pasif dari ilahi.. semakin banyak kita bersatu sama sang ilahi, kita akan semakin serupa dengan sang ilahi itu, artinya lepas dari segala ciptaan dan terpusat pada sang pencipta tanpa keinginan untuk lepas.. menurut saya sakramen ekaristi adalah sarana yang paling baik, karena pada saat terima hosti kita bersatu sama sang kristus sendiri.. sakramen pengakuan dosa juga penting banget karena penghalang dari hubungan kita sama Allah adalah ga lain dosa itu sendiri.. selama kita masi bergumul sama dosa, akan sulit untuk mendapatkan kelepasan dari segala sesuatu.. ketiga adorasi di sakramen mahakudus.. jiwa kita akan berkomunikasi dengan Allah dengan cara yang ajaib dan tidak bisa digambarkan, persatuan dan intimasi akan semakin lekat, sehingga semua kelekatan dan ciptaan yang ada di dunia ini adalah sia2 setelah merasakan sang cinta yang sebenernya.. sekedar sharing dari anak kelas 1 sd yang masih belajar dalam segala hal untuk menjalani retret dan ziarah di bumi ini.. :)…. berkah dalem romo..See more
    30 April at 11:01 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes
    ‎@Albertus Adiwenanto: Ekaristi, pengakuan dosa, devosi itu sarana yang baik bagi orang-orang Katolik untuk mengolah batin. Tapi semua itu tidak cukup mengubah batin secara fundamental kalau lika-liku batin, ego atau diri, tidak diolah, tid…ak disadari, tidak diselami, atau tidak dipahami. Tidak ada perubahan sejati tanpa pemahan diri. Ekaristi, pengakuan dosa, devosi kecil dampaknya bagi perubahan batin tanpa ada pemahaman diri.See more
    30 April at 22:34 • LikeUnlike • 1 personLoading…

    Toto Sadarudin Ujung ujungnya yang namanya pemahaman diri itu = membedah dan mengurai “ego”, padahal yang namanya ego, itu bak harta yang paling disayang oleh kita kita. Biasanya ajakan untuk menyelami “ego”, tidak ada yang mau ikut, kecuali beberapa very sincere seeker. Aaaach ego-ku sayang, masa mau dikutak katik, ga mau aaaach . . . . kabuuuur. Bener ga?
    04 May at 09:27 • LikeUnlike

    Si Boru Sorbadjati romo, buatkan terusan permenungannya untuk orang2 yg menahankan (rela disakiti) perbuatan kekerasan oleh pacar, pasangan n anggota keluarga dlm nama cinta. menurut sy org2 spt ini amat bodoh n layak dibantu agar mengerti n berdaya bhw jika dia cinta dia justru tdk boleh menerima perlakuan dikerasi (violence). terima kasih. berkah dalem.
    06 May at 13:55 • LikeUnlike

    Toto Sadarudin ‎@SBS, Salam kenal dulu. Yang suka nyakitin disebut SADIST. Yang suka disakitin disebut MASOCHIST. Suatu ketika si M bilang sama si S, “eh, kau boleh cambuk aku sepuasmu”. Diluar dugaannya S menjawab,”ga ach”. Got it? Selamat ber akhir pekan, kawan.
    07 May at 09:18 • LikeUnlike

    Wenny Rahmayanti
    Romo, mungkin awalnya cinta antara laki2 dan perempuan berasal dari ketertarikan, lalu timbul perasaan suka, cinta, lalu timbul keinginan untuk saling memiliki, untuk selalu bersama dan hidup menjadi suami istri, timbul rasa obsesif terhada…p satu sama lain, timbul rasa ketergantungan yg begitu besar terhadap pasangan. Sampai2 kalau salah satu meninggal, yang lain akan begitu terpukul, seperti yg saya saksikan selama ini….jadi timbul belenggu seperti yang romo utarakan di tulisan romo….sulit sekali untuk tidak terlekat pada orang2 yang kita cintai….sulit melepaskan diri dari belenggu ini….jadi memang menakutkan romo…karena tiap melihat adanya orang2 yang kehilangan orang2 yang sangat dicintai (anak/orangtua, saudara kandung dsb) karena sakit, kecelakaan ataupun bencana alam, kita jadi ikut merasakan sedih dan saya biasanya merasakan takutnya kalau hal itu terjadi, lalu berdoa. Saya tau bahwa tidak boleh ada kelekatan dengan orang2 yang kita cintai, tapi prakteknya sulit romo….butuh how to nya romoSee more
    18 May at 18:47 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Wenny: “Tahu” bahwa cinta yang kita alami ini ilusi berbeda dengan “sadar” bahwa cinta yang kita alami ini betul-betul ilusi. “Kesadaran” yang membuat kita paham itulah yang mengubah, bukan “tahu” secara intelektuil.
    19 May at 00:09 • LikeUnlike

    Wenny Rahmayanti Untuk menjadi sadar (aware) itu yg susah ya romo. Bagaimana caranya romo?
    19 May at 12:11 • LikeUnlike

    Sudrijanta Johanes ‎@Wenny: Kesadaran (aware atau eling) muncul dengan sendirinya ketika Anda tidak-sadar. Mulailah sadar setiap kali tidak sadar. Cukuplah itu. Kalau itu bisa dibiasakan, maka kesadaran akan makin menguat dengan sendirinya. Penguatan kesadaran ini bukan hasil dari upaya pikiran/ego/diri.
    19 May at 15:24 • LikeUnlike • 1 personWenny Rahmayanti likes this.

    Wenny Rahmayanti trims romo….
    19 May 1t 15:30

  3. Romo saya ingin ikut sesi meditasi. Saya pendeta. Apakah bisa dapatkan pengalaman meditasi bersama romo? Bolehkah dapat jadwal pelaksanaan meditasi yang romo layankan? Terima kasih! Salam

Leave a Reply to Sudrijanta Cancel reply

Required fields are marked *.