“Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”
Yesus banyak melakukan penyembuhan. Banyak pula yang dapat saya petik sebagai pelajaran dari mujizat penyembuhan Yesus ini. Pada bacaan hari ini saya menemukan lagi satu kunci dari mujizat penyembuhan itu. Seringkali karena imannyalah seseorang itu disembuhkan. Tetapi bisa jadi juga Yesus menyembuhkan justru untuk membangkitkan iman orang yang disembuhkan itu. Inilah yang saya maksudkan sebagai salah satu kunci itu, bahwa iman kita dapat menyembuhkan orang lain sekalipun yang kita sembuhkan itu kurang beriman.
Seorang tuli dan gagap dibawa orang bertemu Yesus. Yesus tidak melakukan karya penyembuhan dengan perkataan, karena orang itu tuli, tentu ia tidak dapat mendengar apa yang dikatakan Yesus. Yesus melakukannya dengan perbuatan, menggunakan ujung jari-Nya. Bisa jadi orang tuli itu mau datang kepada Yesus karena ajakan orang-orang itu, bukan karena keinginannya sendiri. Orang-orang itu membawa dia kepada Yesus tentu karena mereka percaya bahwa Yesus memiliki kuasa penyembuhan.
Demikian pula halnya, jika sekumpulan orang-orang yang beriman membawa seseorang yang menderita sakit datang kepada Yesus melalui doa-doa yang dipanjatkan, niscaya akan menggerakkan belas-kasih Yesus sehingga memperoleh penyembuhan.
Ketika kita mendengar seseorang di-opname karena sakit, lalu kita memutuskan untuk menjenguknya, apa sebenarnya yang mendasari mengapa kita datang ke rumah sakit untuk menjenguknya itu? Apakah karena kita berharap balasan kalau-kalau suatu saat nanti kita sendiri yang di-opname? Apakah karena memang sudah tradisi bahwa orang sakit itu perlu ditengok?
Ketika orang berduyun-duyun datang untuk menjenguk, apalagi seringkali dengan mengabaikan jam bezuk, maka orang itu tidak dapat beristirahat dengan baik dan malahan merasa terganggu karena mesti menerima orang-orang yang bezuk itu. Belum lagi ia atau keluarga yang menunggui mesti menjelaskan perihal sakit yang diderita berulang-ulang setiap kali ada yang datang menjenguk. Tetapi umumnya orang yang sakit itu justru mendapat penghiburan ketika dijenguk. Semakin banyak yang menjenguk, semakin banyak penghiburan yang diterimanya. Setidaknya ia akan merasa bahwa ada banyak orang yang mengasihi dia.
Saya heran ketika mendengar seseorang berkata, “Enak lho, di rumah sakit itu tidak ada jam bezuk. Kita bisa datang kapan saja”. Ini adalah pemikiran yang ego-sentris, ia hanya memikirkan kemudahan untuk bezuk tetapi tidak memikirkan orang yang dibezuk. Bisa jadi ia sibuk memikirkan makanan apa yang sebaiknya ia bawa ketika bezuk, tetapi ia lupa mendoakan orang yang akan dibezuknya.
Sejujurnya, seberapa sering sih kita membawa orang lain di dalam doa-doa kita? Pernahkah kita berdoa untuk orang lain dan sama sekali tidak mendoakan diri sendiri? Bukankah sudah sepatutnya kita meniru Yesus, menjadikan segala-galanya baik? (Sandy Kusuma)
==============================================================================================
Bacaan Injil, Mrk 7:31-37
Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”