Fiat Voluntas Tua

Fore-raidernya Kristus

| 1 Comment

Bacaan Injil, Mrk 6:7-13

Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat,  dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan,boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju.  Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.” Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.

Renungan

Yesus mengetahui bahwa Ia tidak berlama-lama tinggal di dunia ini. Pada masa itu, orang bisa mencapai umur seratusan tahun, tetapi Yesus hanya sepertiganya saja. Yesus mati muda, ia tidak mengalami “Life begins at forty”, karena memang Ia diutus bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk mengalami sengsara-Nya sebagai penebusan. Tugas pewartaan perihal Kerajaan Allah harus terus berlanjut, turun-temurun.

Sebelum ajal-Nya tiba, Yesus telah mempersiapkan dua belas murid-Nya untuk meneruskan tongkat estafet, membekali mereka dengan berbagai hal. Yesus mengutus ke dua belas murid-Nya untuk melaksanakan “job training”, agar pada saatnya nanti, murid-murid-Nya mampu melaksanakan “job” yang sesungguhnya. Setelah job training pertama ini sukses, Yesus melanjutkan job training yang kedua.

Yesus mengutus lebih banyak lagi murid-murid-Nya, kali ini diutus-Nya tujuh puluh murid-murid-Nya yang lain, melaksanakan tugas berdua-berdua, menjadi semacam fore-raider menuju tempat-tempat yang akan dikunjungi Yesus, sehingga pada saatnya nanti Yesus tiba di tempat itu, akan terjadi puncak pewartaan oleh Yesus sendiri.

Job training berlangsung sukses, membuat heboh dimana-mana, sampai-sampai Herodes sendiri menjadi penasaran ingin bertemu Yesus, siapa sebenarnya Yesus itu? Setelah Yesus kembali ke rumah Bapa-Nya, job itu menjadi yang sesungguhnya, tidak lagi berupa training. Murid Yesus bukan cuma dua belas orang yang disebut rasul itu, melainkan setiap pengikut-Nya adalah murid-Nya, termasuk kita. Dan jumlah murid-Nya terus bertambah berlipat-lipat. Sekarang ini, di Indonesia saja sudah ada ribuan klerus yang meneruskan tugas perutusan itu.

Menjadi jelas bahwa Yesus juga mengutus kita untuk melaksanakan tugas pewartaan itu. Menjadi jelas juga bahwa Yesus mengutus kita bukan ke tempat yang nyaman atau untuk  bersenang-senang, melainkan untuk memikul salib kita masing-masing, menghadapi sengsara kita sendiri-sendiri. Menjadi abu-abu ketika kita merasa tidak pantas menerima tugas ini, merasa tidak mampu melaksanakannya. Menjadi hitam-legam ketika kita berpikir, “Untuk apa saya melakukannya?”.

Saya bisa membayangkan betapa sulitnya seorang nelayan yang buta aksara mesti menjadi “presenter” apalagi menjadi “orator”,  menyampaikan sesuatu yang kontroversial dan sulit diterima oleh akal-budi manusia. Belum lagi mesti menghadapi pertentangan dari orang-orang yang mendengarkannya, bahkan dari sanak-saudaranya sendiri. Belum lagi mesti menghadapi siksaan dan ancaman dari para penguasa negeri. Tantangan yang terberat justru datang dari dalam diri sendiri, menghadapi berbagai godaan duniawi, kecongkakan, egoisme, dan sebagainya.

Saya juga mengalaminya. Mula-mula “untuk apa”, lalu berubah “apa saya pantas dan mampu”. Tetapi ketika meyakini bahwa saya hanyalah fore-raider, dan percaya bahwa Yesus akan tampil sebagai pamungkas di setiap tugas saya itu, saya menjadi teguh hati. Selalu saja Roh Kudus datang tepat pada saat puncak sehingga tugas bisa tuntas.

Beberapa kali terjadi, saya diminta sebagai pembicara rekoleksi secara mendadak, tak cukup waktu untuk mempersiapkannya tetapi saya tak kuasa untuk menolak tugas itu. Meski akhirnya terpaksa menunda tidur karena mesti bergadang semalaman mempersiapkannya, toh pada akhirnya Roh Kudus pula yang menuntaskannya. Pengalaman ini membuat saya semakin yakin bahwa tidak dibutuhkan kemampuan diri untuk dapat melaksanakan tugas itu, melainkan dibutuhkan kemauan diri, dan itu sudah cukup.

Petrus yang penjala ikan itu mampu menjadi penjala manusia. Tidak salah kalau saya ingin menjadi seperti Petrus, dipercaya Yesus untuk menjadi fore-raider bagi-Nya. (Sandy Kusuma)

One Comment

  1. Terimakasih atas renungannya ini. meghibur,menguatkan dan meneguhkan. Berkah Dalem Gusti.

Leave a Reply

Required fields are marked *.