Kami sebagai umat katolik sangat kagum dengan kegigihan romo, dimana romo berani membawa suara kenabian. Bahkan kami yang orang indonesia asli harus malu mengakui bahwa romo ternyata lebih indonesia dari kami yang lahir di Indonesia.
Doa kami dan keluarga semoga romo tidak berhenti dan maju terus dengan semangat yang ada, Kami berusaha membantu dengan berbagai cara dengan kemampuan yang ada, melipat gandakan dengan rahmat Tuhan. Sehingga apa yang romo suarakan juga kami ikuti, dan kami lakukan dengan tetap memandang pada salib Kristus. Memang berat salib yang diberikan Tuhan, tapi kalau kita pikul rame-rame rasanya kok semakin semangat saja untuk melangkah.
Juga doa kami agar romo tetap sehat di masa-masa yang berat ini. Menjaga keseimbangan antara istirahat dan kerja ada didalam kontrol romo sendiri. Tentu kami ingin terus mendapat pencerahan romo, tapi kami percaya akan banyak ‘magnis-magnis’ lain bertaburan di seluruh Indonesia akibat tulisan romo yang terus menerus diberitakan secara konsisten.
Semoga seluruh bangsa ini akhirnya bisa melihat mana ‘kebenaran’ yang hakiki sehingga mampu keluar dari kegelapan dan pembohongan yang ada. Salam dan hormat saya – RA
Sebagai seorang pastur Magnis-Suseno memiliki panggilan akrab Romo Magnis.
Magnis-Suseno datang ke Indonesia pada tahun 1961 pada usia 25 tahun[1] untuk belajar filsafat dan teologi di Yogyakarta. Tiba di Indonesia, dia langsung mempelajari bahasa Jawa untuk membantunya berkomunikasi dengan warga setempat. Setelah ditahbiskan menjadi Pastor, ia ditugaskan untuk belajar filsafat di Jerman sampai memperoleh gelar doktor di bidang filsafat dengan disertasi mengenai Karl Marx.
Sebelum menjadi warganegara Indonesia pada tahun 1977, Magnis-Suseno adalah seorang warga Jerman yang bernama Franz Graf von Magnis. Saat berganti kewarganegaraan, dia menambahkan ‘Suseno’ di belakang namanya.
Tulisan-tulisannya telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan artikel. Buku “Etika Jawa” dituliskan setelah ia menjalani sabbatical year di Paroki Sukoharjo Jawa Tengah. Buku lain yang sangat berpengaruh adalah “Etika politik” yang menjadi acuan pokok bagi mahasiswa filsafat dan ilmu politik di Indonesia. Magnis dikenal kalangan ilmiah sebagai seorang cendekiawan yang cerdas dan bersahabat dengan semua orang tanpa pandang bulu. Banyak kandidat doktor yang merasa dibantu dalam menyelesaikan disertasinya.
Franz Magnis mendapat gelar doktor kehormatan di bidang teologi dari Universitas Luzern, Swiss.