“Berbuat baik atau berbuat jahat”
Rasanya hidup ini berpacu dengan waktu, antara yang ingin kita kerjakan dengan yang ‘bisa’ kita lakukan kendala terbesar adalah waktu, tempat dan dana. Keterbatasan dana membuat gerak kita terbatas, pilihanpun tidak banyak. Maunya sih kirim sekolah anak-anak yang terbaik, tapi akhirnya terbaik menurut ukuran kemampuan tabungan kita. Atau kalau mau memaksa sedikit ya minjem lah dari KTA (Kredit Tanpa Agunan) daripada kehilangan kesempatan masuk ke sekolah ternama. Keterbatasan dalam waktu pun membuat kita sering frustasi, apalagi hidup di Jakarta dengan segala hal unpredictable di jalanan. Perkiraan 30 menit bakal sampai ditempat client, eh… ada demo di istana. Merah juga muka datang terlambat di rapat Direksi. Hilang lah kesempatan menunjukkan profesionalisme kita. Kesempitan yang ketiga adalah tempat atau bisa juga wewenang, scope/area of work and authority. Seorang karyawan tentu tidak bisa membuat keputusan berdampak besar pada perusahaan kalau ia tidak memiliki kesempatan untuk menjual idenya ke BOD. Maka kesempatan menjadi seorang pemimpin haruslah berdampak lebih besar bila dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberi dampak positif.
Kesempatan yang diberikan Tuhan muncul dalam keterbatasan waktu, tempat dan dana. Itulah yang kita kenal sebagai penyelenggaraan Ilahi, ada campur tangan Allah dalam keseharian kita. Tantangan kita adalah melihatnya dengan kacamata iman, bagaimana memanfaatkan kesempatan yang ‘sempit’ tadi untuk membuat hal-hal yang maksimal. Mujizat lima roti dan dua ikan adalah contoh bagaimana dalam kesempitan yang begitu sesak mengigit, para murid harus memberi makan ribuan orang. Tapi dalam hal sempit ini bila digunakan untuk memuliakan Tuhan, Ia mampu menggandakannya berlipat kali. So its a matter of choice, adalah pilihan kita dalam menghadapi segala keterbatasan ini, apakah kita mau mendahulukannya bagi kemuliaan Kerajaan Surga, demi kebaikan atau demi kejahatan.
Orang-orang Farisi memanfaatkan aturan yang dibuat berdasarkan Kitab Taurat, juga memanfaatkan posisinya .. DAN.. memanfaatkan perjumpaan dengan Yesus sebagai kesempatan langka untuk menjatuhkan Yesus, membuat perangkap dan jebakan agar mereka terlihat sebagai orang saleh penjaga aturan Taurat. Tidak pandang lagi apakah tindakan mereka menghilangkan kesempatan si lumpuh untuk sembuh. Tetapi pada momen yang singkat itu, Yesus memilih menyembuhkan si lumpuh – karena belum tentu mereka akan bertemu lagi. Ia tidak memperdulikan komentar dan pandangan negatif orang Farisi terhadap tindakannya.
Keputusan ada di tangan kita untuk memilih dalam kesempitan yang memeluk kita saat ini, sesak dada, pikiran buntu, celengan terbatas. Kutub mana yang kita pilih? Inilah kesempatan untuk menyandarkan diri pada penyelenggaraan Ilahi, percaya bahwa janjiNya menyertai kita sampai akhir jaman tetap ya dan amin. Biarlah dalam kesempitan yang ada kita juga tidak mencuri kesempatan milik orang lain serta mau memberikan kesempatan bagi mereka yang lebih menderita dari kita untuk menerima rahmat Allah. Dalam waktu yang sempit pula , semoga kita menggunakan kesempatan bertemu untuk berbuat baik bagi banyak orang. Terutama yang paling sulit adalah berbuat baik kepada mereka yang telah menyakiti kita karena kita tidak tahu kapan kita memiliki kesempatan kedua untuk berbuat baik pula kepada mereka . Apapun kata orang, yang penting kita lebih mengutamakan perbaikan dan kebaikan antara hubungan sesama dan dengan demikian juga menjamin keselarasan hubungan kita dengan Tuhan.
===============================================================================================
Bacaan Injil Mrk 3:1-6
“Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: “Mari, berdirilah di tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.”