“Engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”
Kemarin saya menghadiri perayaan misa mengenang 40 hari wafatnya seorang kawan – Alm. Ari Wartono kawan karib sejak TK sampai SMP. Walaupun usianya belum 50 tahun, tidak ada dari anggota keluarga dan kawan dekatnya yang menyangka betapa cepatnya ia berpulang. Rasanya waktu pertemanan berpuluh tahun lalu masih baru berlalu kemarin. Time flies so fast… Di saat misa kemarin seperti masih dirasakan kehadiran dan keceriaan Ari dalam benak pikiran saya. Tidak pernah ada yang siap saat ajal itu datang menjemput, saat kita harus kehilangan orang-orang yang kita kasihi. Kalau saja kita tahu pasti kita akan mempersiapkan segala sesuatunya, mengisi hari-hari yang indah menyenangkan hatinya dan melakukan berbagai hal bersama-sama.
Injil hari ini mengingatkan kita bahwa ada saatnya nanti Allah sendiri melawat kita dan saat itu pastilah saat yang membawa damai sejahtera. Kalau kunjungan Uskup ke paroki bahkan kunjungan romo paroki ke rumah saja bisa membawa damai dihati, apalagi kunjungan Allah sendiri, sudah seharusnya rasa damai yang kita alami lebih dari semuanya itu. Bila kita memang mempersiapkan diri dengan perjumpaan itu hanya ada rasa damai yang ada – bukan lagi ketakutan yang dialami. Dengan demikian persiapan kunjungan Allah harusnya jauh lebih baik dari persiapan kunjungan Uskup bahkan dalam mempersiapkan kunjungan Paus sekalipun. Sayangnya kedatangan Allah tidak diketahui saatnya sehingga kesibukan serta rutinitas bisa membuat kita lengah. Rasa takut adalah bukti bahwa kita tidak mempersiapkan diri dengan baik.
Walau tidak ada yang tahu kapan hari-H itu datang, suatu saat nanti pasti kita harus menghadap Allah, Bisa besok, bisa 3 bulan lagi, bisa 3 tahun lagi atau 30 tahun lagi. Untuk mereka yang karena kondisi penyakit yang dideritanya, ada yang menyadari bahwa waktu ‘deposito’nya tinggal sedikit – sehingga dengan waktu yang tersisa mereka berjuang untuk menikmati dan mengisi hari-harinya untuk membahagiakan orang-orang disekitarnya. Banyak kisah membuktikan bahwa mereka yang menghadapi kematian dan mempersiapkannya dengan hati gembira – justru hari-harinya malah diperpanjang Tuhan.
Menghadiri misa arwah adalah kesempatan terindah bagi saya pribadi dalam menghayati Ekaristi. Bukan hanya berbagi kenangan dengan keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga kita diingatkan bahwa kitapun sedang menunggu ‘giliran’ dipanggil. Kita diutus untuk mengisi sisa hidup kita untuk senantiasa mewartakan Kabar Baik. Kalau saja kita tahu waktu perjumpaan dengan Sang Pencipta itu masih lama, seharusnya kita menggunakan kesempatan yang ada untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Walaupun demikian karena begitu banyak hal yang menyibukkan kita maka seringkali kita melalaikan dan malalukan hari demi hari begitu saja. Minggu demi minggu berlalu. Bulan demi bulan berlalu begitu saja. Dan… tahu-tahu kita sudah semakin menua seiring dengan berjalannya waktu. Kesibukan membuat kita terlena selama bertahun-tahun dalam mempersiapkan perjumpaan dengan Sang Pencipta dikemudian hari.
Bicara tentang kisah hari-hari kedatangan Tuhan, atau yang kita kenal sebagai kiamat, ada juga dikenal saat ‘kiamat’ kecil yaitu saat kita harus meninggalkan dunia ini. Hari-hari itu pasti akan datang, tapi tidak ada seorangpun yang tahu kapan datangnya. Alangkah baiknya bila kita senantiasa menyisihkan waktu ditengah segala kesibukan dan kelelahan, sekedar merefleksi apa saja yang telah terjadi sehari ini. Siapa saja yang kita temui, siapa saja yang telah menyapa dan memperhatikan kita. Siapa saja yang juga menjadi perhatian kita dan apa yang telah kita lakukan. Bukan hanya untuk menyesali segala kekurangan dan ketidaksempurnaan kita, tapi justru untuk melihat adanya campur tangan Tuhan ditengah hiduk pikuk keseharian kita. Untuk menyadari bahwa Tuhan Allah pun hadir melalui orang-orang yang ada disekitar kita, yang menyapa kita, yang menegur kita dan yang meluangkan waktu mengingatkan kita pada Tuhan.
Ah… memang kalau kita tahu kapan Allah akan melawat kita tentu kita tidak ingin ‘kecolongan’, tetapi kita bisa tidak kecolongan hari ini kalau saja kita mengawali hari dengan menyediakan waktu untuk mengucap syukur akan kasihNya setiap menyambut hari yang baru. Kita juga lebih siap paling tidak sesaat sebelum mengakhiri hari dengan mengucap syukur atas rahmat dan kasihNya yang telah kita terima. Cinta kepada Tuhan juga perlu dijaga serta dipelihara, demikian juga cinta kita kepada satu sama lain sesama manusia termasuk orang-orang terkasih.
Mari kita gunakan sisa waktu yang ada untuk memeluk dan menyatakan cinta kita kepada meraka yang terkasih disekitar kita. Tidak ada gunanya karangan bunga yang mahal, besar dan indah di pemakaman sebagai tanda cinta kita bila kita tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta dan sayang, tanpa pernah menyempatkan diri memberikan sentuhan kasih serta peluk sayang pada saat kita masih bersama-sama. Time flies... jangan sampai kita menyesal karena lupa menyatakan betapa kita mencintai pasangan kita, anak-anak dan orang tua kita….. no matter how bad your situation is.
==============================================================================================
Bacaan Injil Luk 19:41-44
“Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.