Diplomasi meja makan memang paling sering berhasil dilakukan para diplomat, politisi bahkan para pebisnis sekalipun. Merupakan suatu kehormatan bila seseorang diundang makan bersama. Kadang sekedar mencoba menu baru atau resto baru, hal ini pun sering kami lakukan bersama anak-anak. Waktu anak-anak masih kecil saya sering membuatkan makanan kesukaan mereka. Beruntung juga punya suami yang hobby masak, sehingga kalau kepepet selalu ada saja cara cerdik membuat makanan istimewa. Di saat makan bersama itulah kami membicarakan hal ringan sehari-hari bahkan juga saling meledek satu sama lain sehingga saat makan menjadi saat yang menyenangkan. Karenanya saya sering heran melihat dan mendengar ibu-ibu curhat tentang anak-anaknya yang sulit makan; sampai ibu dan mbaknya mencari berbagai cara mengajak si anak menghabiskan makanannya. Mungkin mereka kurang mengusahakan suasana yang menyenangkan saat makan, sehingga anak menjadi trauma di setiap acara makan.
Beberapa keputusan bisnis juga politik dengan mudah bisa selesai lewat diplomasi meja makan. Bahkan saya pernah dapat diskon lumayan besar saat bertemu sang pemilik ruko yang akan kami sewa hanya karena dia merasa ‘sreg’ setelah ngobrol-ngobrol dengan saya dan suami, padahal belum diajak makan tuh? Kekuatan dialog, diplomasi ditambah lagi suasana keterbukaan sambil makan memberikan aura tersendiri karena ada sentuhan personal didalamnya. It;s not always about business, it’s not always about politic, it’s just only about people. Benar sekali, Yesus hanya tertarik pada pribadi seseorang. Ia menyapa secara personal, begitu sangat menyentuh sehingga tidak akan seorangpun akan menolakNya.
Dalam Injil sering sekali kita menemukan kisah dimana Jesus menghadiri berbagai undangan makan, demikian pula saat Ia sendiri yang ingin datang bertamu dan makan dirumah Zakeus. Sebagai seorang yang banyak pengikutNya, maka orang-orang yang bisa mengundang Yesus pun merasa terhormat bila Ia mau datang. Bahkan Zakeus menanggapi kehadiranNya dirumah Zakheus dengan tindakan pertobatan yang nyata, ia mau mengembalikan kerugian akibat tindakannya. Yesus rupanya memiliki keahlian berinteraksi dengan berbagai macam orang sehingga mereka yang terlibat didalamnya sungguh merasa disapa dan dihargai.
Suasana saat makan bersama adalah suasana keterbukaan, saling menerima satu sama lain dan saling membuka diri. Demikianlah yang terjadi dengan Zakheus. Ia yang merasa dirinya terbuang, terhina dan tersisihkan diantara orang Yahudi karena profesinya sebagai pemungut cukai, merasa tidak layak mendekat dengan Yesus. Ia yang merasa begitu hina telah menemukan suatu kedamaian saat mengalami perjumpaan dengan Yesus. Ia yang merasa tidak ada harapan lagi, tersisihkan diantara keramaian, kesepian diantara banyak orang, Zakheus kembali menemukan harapan dalam kehidupan barunya. Sehingga rasa syukurnya ia tumpahkan dengan mengembalikan sebagian hartanya kepada mereka yang ditipunya. Tetapi kejadian ini rupanya tidak disambut positif oleh orang-orang disekitarnya yang telah ‘mencap’ Zakheus si pendosa.
Di saat seseorang bertobat dan menerima rahmat Tuhan, kadang kita juga mengambil posisi seperti orang-orang yang merasa diri paling benar – kita meragukan pertobatan seseorang. Kita bahkan tidak hendak memberi kesempatan seseorang untuk bertobat atau mengalami perjumpaan dengan Yesus dengan cara mereka sendiri. Contoh sederhana saja, saat kita sedang merayakan perjamuan bersama menerima Tubuh Kristus dalam Misa, kita sering tanpa sadar mencermati satu persatu orang yang datang dalam Misa. Bahkan kita secara tidak langsung menghakimi beberapa orang yang menurut kita tidak layak datang ke perjamuan Tuhan. Kita menghakimi seseorang dari apa yang mereka lakukan, padahal Yesus sendiri melihat isi hati setiap orang termasuk Zakheus dan juga isi hati kita.
Semoga hari ini kita belajar untuk semakin merendahkan hati dan menerima bahkan mengantar siapapun yang ingin mengalami perjumpaan dengan Yesus dalam kehidupannya. Pengalaman iman bersama Yesus justru akan menyelamatkan hidup mereka sendiri, termasuk juga kita sendiri perlu terus menerus mengalami perjumpaan dengan Kristus, Sang Juru Selamat. Jadi kalau minggu depan kita sudah punya janji lunch bareng atau dinner jangan sampai ditolak… siapa tahu itulah kesempatan kita menemukan domba yang ‘hilang’ …
==============================================================================================
Bacaan Injil Lukas (19:1-10)
Sekali peristiwa Yesus memasuki kota Yerikho dan berjalan melintasi kota itu. Di situ ada seorang kepala pemungut cukai yang amat kaya bernama Zakheus. Ia berusaha melihat orang apakah Yesus itu, tetapi tidak berhasil karena orang banyak, sebab ia berbadan pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika sampai di tempat itu, Yesus melihat ke atas dan berkata, “Zakheus, segeralah turun! Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi, semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya, “Ia menumpang di rumah orang berdosa!” Tetapi, Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, “Tuhan, separo dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin, dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya, “Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini, karena orang ini pun Anak Abraham. Sebab, Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”