Fiat Voluntas Tua

HR Semua Orang Kudus (I. Sumarya SJ)

| 0 comments


HR SEMUA ORANG KUDUS: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

“Bersukacita dan bergembiralah karena upahmu besar di Surga”"

Dalam rangka mengenangkan semua orang kudus, para santo dan santa atau saudara-saudari kita yang telah hidup mulia kembali di sorga bersama Allah untuk selama-lamanya, baiklah secara sederhana saya mencoba merefleksikan sabda-sabda bahagia sebagaimana ditulis oleh penginjil Matius di bawah ini:

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:3)

“Miskin di hadapan Allah”  antara lain berarti rindu akan Allah, haus dan lapar akan sabda dan kehendak Allah serta berkehendak kuat untuk melaksanakannya di dalam hidup sehari-hari. Kehendak Allah antara lain tercermin dalam kehendak baik diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita serta dalam aneka tata tertib hidup dan kerja bersama. Marilah dengan rendah hati kita dengarkan dan terima kehendak baik saudara-saudari kita serta kita tanggapi secara positif, artinya kita wujudkan dalam tindakan atau perilaku. Yang tidak kalah penting untuk masa kini adalah setia dan taat pada aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, maka marilah kita menjadi pelaksana-pelaksana tata tertib yang unggul dan handal. Orang yang miskin di hadapan Allah senantiasa siap sedia untuk berubah, tanda bahwa yang bersangkutan sungguh hidup serta memberi harapan yang menggairahkan. 

“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”(Mat 5:4)

Yang dimaksudkan dengan `berdukacita’ antara lain bekerja keras serta meninggalkan keinginan, kehendak dan kemauan pribadi dalam menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan. Dengan kata lain orang tidak hidup dan bertindak mengikuti selera pribadi, melainkan mengikuti dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup dan panggilannya. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Kerja keras perlu disertai dengan perjuangan dan pengorbanan, sebagaimana pepatah berkata “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”.

“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” (Mat 5:5)

Lemah lembut erat kaitannya dengan rendah hati. Orang yang lemah lembut pada umumnya berbudi bahasa halus dan suaranya enak didengarkan, yang bersangkutan juga hidup `membumi’, artinya tahu dan memahami dengan baik seluk beluk atau hal-ikhwal duniawi, yang menjadi kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Orang yang lemah lembut dapat bergaul dengan siapapun tanpa pandang bulu; ia dapat bergaul dengan mereka yang miskin dan tersingkir serta menderita maupun dengan para tokoh hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka orang yang lemah lembut `memiliki bumi’, mengurus atau mengelola bumi seisinya sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana diperintahkan oleh Allah kepada manusia pertama “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej 1:28). Orang yang lemah lembut akhirnya sungguh dapat menjadi `citra atau gambar Allah’ di bumi ini, karena ia senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah.
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” (Mat 5:6)

Orang yang lapar dan haus akan kebenaran adalah “orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (1Yoh 3:3). Dengan bergariah, penuh semangat dan energik ia berusaha untuk mengenal kehendak Allah serta melaksanakannya di dalam hidup sehari-hari. Yang bersangkutan rajin membaca, merenungkan dan merefleksikan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, serta membaca, mempelajari dan merefleksikan buku-buku atau karangan-karangan baru yang sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusannya. Orang yang lapar dan haus akan kebenaran berarti orang yang memiliki sikap mental `belajar terus menerus sampai mati’: menghayati hidup, tugas pekerjaan atau kewajiban sebagai `pembelajaran’.

“Berbahagialah orang yang murah hatinya,karena mereka akan beroleh kemurahan.”(Mat 5:7)

“Murah hati”  berarti hatinya dijual murah, sehingga siapapun mampu membelinya, artinya memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu atau SARA, tentu saja  terutama terhadap mereka yang hidup dan bekerja bersama dengannya.  Jika kita jujur mawas diri kiranya kita akan menyadari dan menghayati bahwa masing-masing dari kita telah menerima kemurahan hati melimpah ruah dari Allah melalui orang-orang yang mengasihi dan berbuat baik kepada kita sejak kita dilahirkan di dunia ini. Tanpa kemurahan hati, kasih dan kebaikan orang lain kita tak mungkin dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini. Maka marilah kita saling bermurah hati, saling memperhatikan satu sama lain dimanapun dan kapanpun.

“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”(Mat  5:8)

“Suci”  berarti disisihkan atau dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan, maka orang yang suci hatinya adalah orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga seluruh pribadi, anggota tubuhnya suci, tak berkerut atau bernoda sedikitpun dalam hal spiritual atau rohani. Orang yang suci hatinya pada umumnya jarang atau sama sekali tak pernah menyakiti hati orang lain, sebaliknya yang bersangkutan mungkin berkali-kali atau senantiasa disakiti hatinya oleh orang lain namun tidak pernah marah, mengeluh atau menggerutu. Orang yang suci hatinya juga menerima segala sapaan, sentuhan, perlakuan orang lain terhadap dirinya sebagai perwujudan kasih, entah itu yang enak atau tidak enak, nikmat atau tidak nikmat, dst.., semuanya dihayati sebagai kasih. Mak orang yang suci hatinya senantiasa hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, sehingga kehadirannya dimanapun dan kapanpun tak akan menjadi beban bagi orang lain, tetapi menjadi rahmat atau anugerah bagi orang lain. Marilah kita saling membantu mempertahankan, mengembangkan dan mengusahakan kesucian hati kita masing-masing!  Orang yang suci hatinya “adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba” (Why 7:14).
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”(Mat 5:9)

“There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” =” Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampuan”, demikian pesan paus Yohanes Paulus II di hari Peerdamian Sedunia 2000, memasuki Millennium Ketiga. Perdamaian sering dibicarakan, didiskusikan dan disuarakan dimana melalui berbagai cara dan kesempatan, namun tawuran dan permusuhan yang membawa korban manusia rasanya juga semakin gencar terjadi dimana-mana. Atas nama dan demi agama tertentu merusak dan melakukan perbuatan yang tak terpuji, yang menimbulkan kebencian dan kedeningkian serta balas dendam. Balas dendam itulah kiranya yang masih bercokol di dalam hati mereka yang melakukan tawuran atau bermusuhan, maka kasih pengampunan sungguh mendesak untuk dihayati dan disebar-luaskan. Marilah kita saling mengasihi dan mengampuni agar damai dan sejahtera sejati menjadi nyata dalam kehidupan kita bersama dimanapun dan kapanpun.

“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:10)

Para pejuang dan pembela kebenaran senantiasa siap sedia menghadapi dan mengalami aneka macam bentuk aniaya dalam usaha memberantas aneka macam bentuk kebohongan dan kepalsuan serta manipulasi yang masih marak di sana-sini. Apa yang disebut benar senantiasa berlaku secara universal, berlaku dimana saja dan kapan saja. Di Indonesia ini masih sering terjadi bahwa para penegak kebenaran melakukan kebohongan, kepalsuan dan manipulasi demi keuntungan atau kenikmatan diri sendiri atau kelompoknya. Kami berharap kepada para pejuang dan pembela kebenaran pantang mundur, terus bergairah dan gembira dalam memperjuangkan dan membela kebenaran di berbagai kesempatan. Jadikan dan hayati aneka bentuk penganiayaan sebagai jalan atau wahana untuk semakin mencari, memperjuangkan dan membela kebenaran. Ingat untuk mengusahakan emas murni perlu pembakaran dan pengolahan yang menyakitkan.

“Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Mat 5:11)

Sabda bahagia di atas ini mengingatkan kita semua untuk menghayati cirikhas kenabian hidup beriman dan keagamaan kita masing-masing. Nasib seorang nabi memang sering menerima fitnah-fitnah, celaan-celaan yang menyakitkan, sebagaimana dialami oleh para nabi, termasuk Yesus yang diejek, dihina, difitnah di puncak penderitaanNya di kayu salib. Penghayatan dimensi atau cirikhas kenabian hidup beriman dan beragama pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan. Seorang nabi kiranya menghayati apa yang tertulis di dalam Kitab Wahyu ini, yaitu ” “Aku melihat seorang malaikat lain muncul dari tempat matahari terbit. Ia membawa meterai Allah yang hidup; dan ia berseru dengan suara nyaring kepada keempat malaikat yang ditugaskan untuk merusakkan bumi dan laut, katanya: “Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka” (Why 7:2-3). Perusakan bumi atau laut atau pohon-pohon terus berlangsung sampai kini, sehingga menimbulkan `pemanasan global’, yang membuat manusia semakin menderita. Maka marilah kita hentikan aneka macam bentuk perusakan bumi, laut dan pohon-pohon guna menciptakan lingkungan hidup yang enak, nyaman dan menyelamatkan.

“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?” “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.” (Mzm 24:1-5)

Jakarta, 1 November 2010 – I Sumarya SJ

Leave a Reply

Required fields are marked *.