Fiat Voluntas Tua

Takut Tuhan

| 0 comments

Saat kantong kolekte diedarkan, seorang nenek yang tubuhnya kecil dan tampak tua mulai mencari-cari uang dalam dompetnya. Semakin dekat kantong itu diedarkan dan di ujung bangku petugas sudah terlihat hampir mendekati tempat duduknya, ia semakin gugup mencari-cari uang di dalam dompetnya itu. Akhirnya tidak tega melihat itu, seorang anak remaja yang duduk di sebelahnya segera bergeser mendekati nenek itu lalu menyentuh tangannya.

“Ini Nek,” kata anak muda itu, “ambil saja koin saya ini.”

Apakah ada aturan jelas dan tegas dalam memberi kolekte di setiap perayaan Misa hari Minggu ? Terus terang tidak ! Sama saja dengan sejumlah sikap dan tindakan dalam partisipasi di gereja : ada tuntunan secara umum dari Gereja Universal dan penerapannya di berbagai konteks yang berbeda telah mengalami berbagai penyesuaian. Sebut saja berpakaian dan perilaku dalam ibadat. Banyak penyesuaian yang telah ada, yang dibuat sedemikian supaya semua orang dalam satu komunitas Gerejawi dapat menerimanya.

Minggu lalu pada waktu Misa sudah berlangsung saat dinyanyikan Mazmur Tanggapan, sejumlah orang sepertinya satu keluarga baru memasuki gereja. Mereka terlihat buru-buru untuk mendapatkan tempat duduk di bagian belakang deretan bangku-bangku. Tidak tampak adanya rasa segan atau malu. Parahnya, keluarga ini selalu terlambat setiap datang ke gereja pada Misa hari Minggu. Saya lalu bertanya-tanya dalam hati, apakah orang-orang ini bisa membuat pilihan sejak tadi bangun pagi : datang tepat waktu atau terlambat ke gereja ?

Apakah ada aturan tertulis dan tegas mengenai datang tepat waktu untuk Misa hari Minggu ? Tentu saja tidak ! Hal seperti memberi kolekte, datang tepat waktu, berpakaian dan tata cara peribadatan memang tidak dibuat begitu terinci. Namun dengan memperhitungkan berbagai himbauan, nasihat dan petunjuk lisan di dalam gereja, orang hendaknya memberi perhatian dan mengikuti. Aturan dasarnya ialah akal sehat. Kesehatan pikiran, kehendak, perasaan dan sifat-sifat kita akan membentuk bagaimana kita bersikap sepantasnya terhadap norma dan pandangan hidup bersama.

Kalau kita renungkan aturan dari Allah dalam bentuk Sepuluh Perintah Allah, hampir-hampir tidak disadari bahwa aturan itu memang tertulis dan tegas, sejak dahulu. Karena begitu mudahnya kita mengetahui dan mengulang-ulang, sifat tegas dan menuntutnya sudah kurang diperhatikan. Misalnya, menyontek bagi anak-anak sekolah dan para mahasiswa itu hampir-hampir tidak dipahami sebagai dosa. Kalau dipersoalkan, mereka gampang sekali berkilah dan mengatakan “setiap orang melakukan itu !” Sehingga menyontek memang tidak dianggap sebagai pelanggaran Perintah Allah tentang mencuri dan berbohong. Wah, kalau dari perbuatan-perbuatan yang pernah kita lakukan di masa kecil kita seperti mencontek dan berbohong terus dilanjutkan sampai dewasa, maka hati nurani kita semakin tergerus bahwa perbuatan yang lebih besar atau lebih jahat seperti korupsi dan menindas orang lain juga sudah dianggap biasa/tidak berdosa, maka kita yang sadar akan aturan akan berkata “Apa kata Tuhan ?”, dan bukan mengatakan “Apa kata dunia ?”. Jadi akal sehat memang sangat perlu untuk membuat Perintah Allah itu menjadi hidup dan berguna bagi kita. Dengan aturan umum ini, orang lalu melihat aturan itu sebagai suatu hal yang positif. Kalau melihat sesuatu secara positif maka akan ada sikap apresiasi dan memelihara. Tindakan menghargai dan memelihara akan selalu menumbuhkan tanggung jawab untuk mempertahankannya dan tidak ingin aturan itu hilang atau musnah.

Dengan akan sehat itu, kita sebenarnya memandang Perintah Allah itu sebagai dasar hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Semua itu adalah dasar-dasar moral yang tidak boleh diremehkan begitu saja. Jadi kalau sahabatku ditanya : bagaimana dapat mengenal dan menjalankan kehendak Allah ? Jawaban paling sederhana dan tepat ialah mengikuti dan menghidupi prinsip-prinsip kokoh Perintah Allah itu. Semua itu adalah ungkapan kehendak Allah supaya diikuti oleh manusia. Tuhan ingin supaya manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupaNya itu, meski sudah terlanjur berdosa, dapat kembali kepadaNya hanya dengan mengikuti kehendakNya dalam Sepuluh Perintah itu.

Prinsip akan sehat dalam berhadapan dengan Perintah Allah menandakan pada kita suatu pilihan, bukan dua pilihan. Tidak ada pilihan mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, melakukan atau tidak melakukan. Berhadapan dengan Tuhan kita hanya ingin menjawab segala kebaikanNya kepada kita dengan satu pilihan saja, ialah kita mengikuti dan taat! Lalu keputusan harus diambil supaya kita bisa masuk ke dalam perjanjian denganNya. Mari kita selalu ingat segala kasih dan kebaikan Tuhan. Maka kita harus memutuskan sekarang juga untuk mendengar dan taat kepadaNya. (Robertus B. Indra G)

Leave a Reply

Required fields are marked *.