Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.
Bacaan hari minggu ini tampak pas sekali dengan praktek mark-up yang terjadi dimana-mana, entah itu akibat kolusi, nepotisme buntutnya ya korupsi juga. Dalam homilinya ditengah para tahanan sementara di polda, romo Marwan SJ menjelaskan bagaimana seorang bendahara yang dengan posisinya bisa menentukan keputusan dan menerbitkan surat hutang, ternyata menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Rupanya praktek mark-up menaikkan jumlah pinjaman dengan harapan selebihnya bakal dikantongi sendiri tercium oleh tuannya.
Kepada yang berhutang 50 tempayan minyak, mungkin karena nilainya kecil dia minta komisi sangat besar sehingga ditulis surat hutangnya menjadi seratus tempayan minyak. Lalu kepada yang membutuhkan 80 pikul gandum, dia minta komisi 20 pikul untuk ‘jasa’nya sehingga surat hutangnya dibuat menjadi seratus pikul gandum. Sounds familiar? Praktek mark-up sering terjadi juga disekitar kita. Kalau urusan dagang memang sah-sah saja karena ada posisi tawar menawar dan transparan. Tetapi manakala tidak terbuka apalagi di pihak lain ada yang dirugikan, hal ini tentu menyalahi ketentuan yang berlaku.
Si bendahara dinilai cerdik karena dalam posisi terjepit dimana tuannya sudah mencium perbuatan buruknya, ia buru-buru mengembalikan surat hutang pada posisi yang sebenarnya. Si peminjampun merasa senang, karena ia tidak perlu membayar ‘bunga’ yang sangat besar. Cukup mengembalikan pokoknya saja. Pinjam 50 tempayan minyak ya kembalikan sejumlah itu saja. Pinjam 20 pikul gandum cukup kembalikan 20 pikul gandum yang sama. Kelihatannya dua-duanya happy – win-win solution…. Padahal si bendahara ini sudah tidak jujur, malah dia cari selamat dengan pura-pura berbaik hati kepada para peminjam.
Yang dipuji disini adalah kecerdikan seseorang untuk segera memperbaiki kesalahannya di waktu yang sempit. Ia tahu bahwa ia terancam, tetapi dengan cerdik ia mencari cara menyelamatkan diri dari kesalahannya. Naaah… lalu bagaimana dengan kita? Tahukah bahwa kita terancam dengan kelakuan kita selama ini, siapkah kita menanggung akibat perbuatan kita? Kalau kita tahu bahwa kesempatan itu pasti datang, mari kita buru-buru memperbaiki diri. Merubah diri kita selagi masih ada kesempatan.Ada konsekwensi dari setiap perbuatan salah, tetapi ada sedikit kesempatan untuk memperbaikinya.
Selesai misa di polda yang dihadiri puluhan tahanan sementara karena kasus narkoba, saya terenyuh melihat antusiasme beberapa orang yang saling berebut mengambil beberapa rosario yang disediakan diatas meja selesai Misa. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk memiliki rosario. Rupanya kalau sudah di penjara, rosario adalah benda sangat berharga yang bisa mereka miliki. Padahal mungkin dirumah kita banyak berserakan rosario tanpa jelas kapan terakhir digunakan. Mereka juga cerdik memanfaatkan kesempatan bertemu dengan pastor untuk meminta sakramen pengampunan dosa, dan mereka cerdik untuk meminta rosario, memohon berkat dari romo serta berjanji menggunakannya selama di penjara. Apapun yang mereka lakukan salah atau benar kita tidak tahu, tetapi para tahanan ini cerdik memanfaatkan situasi yang sempit ini. Belum tahu kapan mereka bisa bebas, belum tahu kapan bisa bertemu pastor lagi. Bagaimana dengan kita yang berada diluar penjara, apakah kita tidak menggunakan kesempatan yang tinggal sedikit yang Tuhan berikan?
===============================================================================================
Bacaan Injil Luk 16 (1-13)
Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”