“Seorang nabi dihormati dimana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri”
Ada suatu gejala konsumerisme yang semakin parah di Indonesia dengan gencarnya media iklan dan cetak. Segala yang berbau impor dikemas agar memberikan citra lebih bernilai dan lebih bergengsi. Mulai dari daging import, buah import, makanan import, sampai furniture import dan mobil import. Ini karena hasil kerja media yang gencar mempublikasikannya dan mencapnya dengan stempel “gaya hidup”. Makan di KFC lebih gaya dari pada makan di Ayam Mbok Berek. Minum Coca Cola lebih perlente dari pada minum Teh Botol. Demikian juga dengan baju berbagai merek asing menjadi incaran para penggila shopping. Akhirnya terbukalah pasar ‘barang second’ – gak papa bekas yang penting gaya. Duh! Padahal kalau kita tahu semua barang dari luar itu membutuhkan ongkos produksi lebih tinggi, lebih mahal dan ditambah lagi biaya iklan yang jor-joran. Buah import tentu perlu biaya besar untuk masuk freezer dalam proses pengiriman yang mahal, kalau mau cepat ya naik pesawat cargo. Belum lagi biaya packagingnya agar tetap cantik tampilannya sesampainya tujuan. Ada lagi biaya extra untuk penggunaan berbagai bahan kimia untuk menahan hama dan melawan pembusukan dini. Masih ditambah biaya iklan dari berbagai hyper market. Siapa yang bayar semuanya? Konsumen lah….Bandingkan dengan buah lokal yang tinggal dikirim dengan truk, tanpa packaging neko-neko dan tanpa iklan ! Ujung-ujungnya, siapakah yang rugi ? Konsumen membayar mahal untuk buah import, sementara petani kita gigit jari karena buahnya tidak laku di pasaran – kalah bersanding dengan buah import !
Bukan hanya itu, urusan rohanipun juga maunya import. Kalau diperhatikan seringkali kedatangan para hamba Tuhan dari luar negeri dipublikasikan dengan besar-besaran, berbeda jauh bila yang datang adalah mereka yang dari luar kota atau daerah lain. Apalagi kalau yang akan berbicara hanyalah sesama penduduk asli. Tidak perlu publikasi lagi karena dianggap sudah kenal. Kelihatannya semakin jauh tempat asalnya itu semakin berbobot. Apalagi kalau masuk kelompok ‘seleb’ karena sering tampil di media televisi atau media cetak. Padahal yang membaya tiket dan segala biaya selama tinggal di Indonesia pastinya diambil dari uang kita juga. Seharusnya kita menyadari siapapun ‘nabi’ yang diutus tetap hanyalah seorang manusia yang diutus dan diberikan kuasa Tuhan yang satu, yang Esa. Yang mengutus adalah Tuhan yang sama juga yang menciptakan kita. Ia tidak pernah membeda-bedakan manusia, Ia tetap memberkati mereka semua tanpa syarat. Tapi kitalah manusia yang saling mengkotak-kotakkan manusia.
Maka tidak heran kalau tidak terjadi mujizat seperti yang dijelaskan dalam sabda Tuhan hari ini. Yesus berkeliling kemana-mana dan banyak mujizat terjadi, tetapi tidak demikian di tempat asalnya. Orang-orang yang mengenalnya selalu mengaitkan segala sesuatu dengan masa lalu dan keluarganya. Mereka tidak ‘melihat’ siapa yang bekerja dibalik segala karyaNya. Mereka tidak melihat kehadiran Allah dalam diriNya. Yang dilihat hanyalah keluarganya yang tidak masuk kelas ‘siapa-siapa’, yang masuk kelas proletar, strata ekonomi yang biasa-biasa saja. Walhasil, tidak ada mujizat terjadi disana.
Maka bicara tentang perlakuan kita terhadap segala produk luar, produk import, baik itu barang produksi luar negeri sampai hamba Tuhan ‘import’ dipengaruhi oleh paradigma yang kita miliki. Keputusan-keputusan yang diambil tergantung dari pemahaman dan paradigma kita. Mujizat tidak terjadi kalau yang berkarya hanyalah orang-orang lokal – karena mereka diragukan keabsahannya oleh kita sendiri. Padahal yang mengutus adalah sama, semua utusan Tuhan yang kuasanya tidak berubah dari dulu, sekarang sampai nanti. Maka kalau para petani semakin miskin tidak berdaya melawan buah import, kita pun ikut menanggung bebannya kemudian. Barang import makin mahal karena biaya makin tinggi, kemiskinan makin menjadi karena petani tambah miskin. Tidak ada mujizat terjadi bagi petani Indonesia karena kita tidak percaya kemampuan mereka memproduksi buah berkualitas. Padahal Tuhan yang sama juga yang memberikan kemampuan bagi petani kita untuk berkarya di alam ciptaanNya di Indonesia.
Marilah kita saling menghargai segala ‘produk’ yang dihasilkan di rumah sendiri. Cintailah produk dalam negeri, karena justru disitulah kita mempelajari dan mengasah segala keunggulan diri dan akhirnya timbul keunggulan bangsa. Buah dan bunga kita bisa terkenal di luar negeri kalau kita sendiri juga rajin menggunakan dan mempromosikannya. Anak-anak kita bisa berjaya di berbagai pertandingan kesenian dan olah raga di luar negeri kalau dari dalam negeri sudah terasah lewat berbagai pertandingan yang ramai dipromosikan. Demikianpula dalam setiap pemberitaan Injil, siapapun yang memberitakan, marilah kita lihat siapa yang bekerja dibaliknya. Tuhan sendiri telah mengutus nabi-nabiNya dengan segala keterbatasan dan keberadaannya. Sehingga mujizat tetap terjadi sampai saat ini – siapapun yang menyampaikan Sabda Nya karena kuasa Tuhan adalah sama – tidak berubah, dulu, sekarang hingga nanti. Kuasa Tuhan bisa bekerja dalam kehidupan ktia karena kita percaya kepadaNya yang senantiasa menyertai kehidupan orang percaya – melalui tangan-tangan siapapun yang diutusNya. Mujizat tetap terjadi kalau kita menghargai segala yang buatan ‘lokal’ asal kita percaya bahwa Tuhan lah yang bekerja dibalik segalanya.
Mari mulai juga dengan kebiasaan baru mulai dengan habitus baru. Pilihlah buah lokal, jangan sadis juga kalau menawar buah lokal dari pedagang di pasar. Sementara kalau kita ke hypermarket, buah import tidak bisa ditawar tapi dibeli juga kan? kenapa mesti menawar kalau buahnya buah lokal? Apa artinya 5 ribu untuk kita dibandingkan dengan bagi petani lokal? Mulailah juga menggunakan buah lokal dalam rangkaian persembahan bila mempersiapkan Sakramen Ekaristi. Pastor tidak pernah meminta buahnya harus buah import kan? Tidak melanggar aturan liturgis kok. Toh tetap diberkati juga oleh para pastor.
===============================================================================================
Bacaan Injil Mat 13:54-58
Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.