“Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Perempuan biasanya paling cepat dapat info tentang big sale dimana-mana, apa yang di ‘sale’, kapan dan syaratnya. Termasuk didalamnya midnight sale dan garage sale. Tujuannya sederhana, mengharapkan bisa mendapatkan barang yang dicari – lebih sering tidak dibutuhkan dengan harga miring alias murces. Seringkali saat kita keliling di mall, tergoda untuk mampir menengok-nengok toko yang bertanda ‘Sale’ besar-besar. Ini yang kita kenal sebagai ‘impulsive buying’ – metode belanja yang tiba-tiba muncul, dan selama uang ada – apalagi ada kartu kredit, terlampiaskanlah keinginan belanja itu. Tapi bisa jadi godaan ini menjadi pisau bermata dua, akhir bulan kita pusing memikirkan bagaimana membayar tagihan kartu kredit, apalagi mengisi tabungan.
Disisi lain kita lebih gengsi kalau mendapatkan hadiah yang kita tahu ‘mahal’, bukan barang ‘sale’, bukan barang second. Kita merasa disepelekan begitu tahu bahwa hadiah tersebut bernilai ‘murah’ walaupun untuk mencarinya diperlukan kerja keras juga seperti layaknya berebut barang ‘sale’. Kita bisa bercerita dengan bangga bahwa pasangan kita menghadiahi kita barang ‘mahal’, bukan barang murahan. Mungkin saya salah, tapi sebagian teman setuju bila dikatakan inilah paradoks perempuan : suka membeli barang murah, tapi tidak suka diberi barang murahan.
Kita sering bertindak selaku paradoks tersebut juga. Sering kita jual murah pada orang lain, tapi jual mahal pada orang-orang terdekat kita. Kita sering murah hati pada orang-orang yang baru kita kenal, atau kawan yang jarang ditemui, hanya sekedar untuk memberi kesan ramah, murah senyum dan suka menolong. Tetapi kalau kita mau jujur, apakah kita juga murah hati kepada orang-orang yang setiap hari kita jumpai? Para karyawan di kantor, pembantu rumah tangga bahkan anak-anak dan pasangan kita? Kita tidak perlu menutup-nutupi dengan berbagai cara karena mereka sendiri melihat apakah kita melakukannya dengan tulus, tanpa tedeng aling-aling. Murah hati dengan tidak serta merta menghakimi dan mudah menghukum, hanya karena kita atasan mereka, orang tua yang memiliki kuasa atas anak-anak, atau serta merta ingin menunjukkan lebih berkuasa atas pasangan kita.
Murah hati juga berarti mudah memaafkan, memberi harapan senantiasa dan percaya bahwa dengan perhatian dan kasih maka seseorang akan menjadi lebih baik. Semoga kita mau belajar untuk senantiasa murah hati, murah senyum, murah pujian bukan hanya bagi orang-orang yang baru kita kenal, tapi juga bagi mereka yang membutuhkan perhatian dan kasih kita.
==============================================================================================
Bacaan Injil Luk 6:36-38
“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” “Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”