Fiat Voluntas Tua

Matinya Mata Hati

| 0 comments

“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat?”

Memang susah menjadi berbeda untuk sebuah kebenaran. Tahun 1999 sebuah organisasi Gereja berdiri dan hendak membentuk kepengurusan, ketika ini diharapkan lembaga ini menjadi independen, tidak berwarna dan bukan afiliasi partai atau kepentingan politik manapun, maka untuk itu dibuatlah beberapa aturan dasar.

Ketika itu Indonesia sedang kena demam reformasi, dan ada banyak Partai Politik berdiri, mulai dari basis agama, nasionalis, dari LSM, dari Ormas dan ada juga yang hanya nekat, diantara calon pengurus BPH organisasi tersebut ada yang menjadi wakil Sekjen di salah satu partai politik, dan saya yang terlibat dalam rapat pembentukan pengurus tersebut, dan saya pada pendirian dan aturan dasar yang melarang pengurus rangkap sebagai pengurus parpol.

Setelah berdebat panjang lebar dengan argumentasi dan alasan yang dibuat-buat, forum terpaksa menyetujui ambisi teman yang juga pengurus di salah satu partai politik tersebut, kecuali saya yang tetap berpendirian berbeda, dengan berpegang pada aturan dasar, tetap tidak setuju dan meminta dicatat dalam notulen, setelah itu saya tidak pernah diundang oleh organisasi tersebut, walau tidak ada ambisi atau niat atau interest untuk ikut berkecimpung dalam kepengurusan organisasi tersebut. Sikap saya semata-mata hanya berpegang pada prinsip dasar, menjadi ganjalan tersendiri sehingga teman yang sudah menjadi pengurus itu tetap mengambil sikap bermusuhan.

Ini adalah contoh kecil, bahwa untuk menjadi baik dan benar itu tidak mudah, perlu keberanian dan anehnya, banyak teman-teman menganggap saya terlalu idealis sehingga mereka tidak ada yang mendukung walau tidak juga menyalahkan, seolah-olah sedikit melanggar aturan adalah hal yang wajar, hingga akhirnya terjadilah masalah besar akibat conflict of interest tersebut, dan semua kebakaran jenggot, karena membuat Uskup tersinggung.

Dalam kasus yang berbeda, saya melihat betapa tidak berdayanya kepala departemen yang mengurus sumber daya manusia, ketika terjadi pemecatan yang sewenang-wenang terhadap bangsanya sendiri oleh orang asing, bahkan mendukung dengan sepenuh hati, siap membela keputusan yang jelas-jelas melanggar aturan dan perjanjian yang telah ditanda tangani bersama. Padahal dia diwajibkan untuk bersikap objektif membela kepentingan karyawan, yang dalam hal ini berada diposisi lemah, tetapi yang terjadi justru berkomplot ikut menindas. Semoga sikap yang demikian tidak kita teladani, tetapi sebaliknya mengikuti Yesus, berpihak pada yang lemah, miskin dan tertindas. [Samsi Darmawan]

==============================================================================================

Bacaan Injil Mrk 3:1-6

“Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: “Mari, berdirilah di tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.