“Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil kepada orang banyak”
Homili di paroki Blok Q kali ini disampaikan 5 x oleh romo J. Haryatmoko SJ, dosen Sanata Dharma dan dosen UIN Sunan Kalijaga Jogya, yang sedang bertugas di Jakarta. Injil hari ini mengingatkan kita untuk memahami baptisan air yang dilakukan Yohanes Pembaptis yang berarti tanda pertobatan. Yang pertama bertobat berarti berhenti dari kebiasaan buruk terutama apa yang kita biasa lakukan dan kerjakan. Kita perlu berhati-hati dalam bekerja karena ada pekerjaan yang rawan dan rentan akan dosa. Prajurit ada yang suka memeras, petugas pajak juga demikian, bisa saja tergoda untuk menuntut lebih dari yang seharusnya. Demikian juga dengan para petugas dan pejabat Bea cukai, polisi, jaksa, hakim yang kita lihat kasusnya hari-hari ini dilayar kaca. Posisi ini menuntut para pemangku jabatan harus sangat berhati-hati dalam bekerja. Demikian juga kepada mereka yang memiliki tanggungjawab besar. Contohnya seperti pengusaha yang memiliki karyawan ribuan. Maka kesalahan dalam melangkah bisa berakibat pada ribuan karyawan ditambah keluarganya. Apalagi para penentu kebijakan negara dan tingkat daerah.
Kedua, arti pertobatan yang dijelaskan Yohanes pembaptis adalah ajakan untuk berbakti. Dikatakan kalaupun kita miskin, hanya memiliki dua bajupun dapat tetap memberikan salah satunya. Demikian juga berbagi makanan, apa yang ada dihadapan kita juga ditawarkan kepada mereka yang membutuhkan. Gaya hidup yang ditawarkan Yohanes Pembaptis memang merupakan cikal bakal Gereja awal dimana para rasul saling berbagi pada Kisah Para Rasul. Tapi hal tersebut sulit dan tidak dapat dijalankan di jaman ini. Yang dapat kita lakukan adalah menunjukkan tindakan pertobatan dengan mulai berbagi dengan apa yang kita miliki dan bisa kita lakukan.
Apa yang dilakukan Yesus dengan membaptis dengan api, atau membaptis dalam Roh Kudus, adalah agar kita yang telah mendapatkan rahmat pembaptisan mendapatkan kekuatan yang menyucikan. Baptisan dengan api membuat kita siap menerima perjuangan hidup sebagai api pertobatan senantiasa. Bukan sekedar berhenti dari kehidupan lama dan kebiasaan buruk, tapi membawa kita pada pertobatan yang mengubah kita menjadi lebih perduli. Kepedulian harus dilatih, tidak dapat datang tiba-tiba. Kepedulian juga membutuhkan fasilitas.
Seorang yang mengaku bisa berhasa inggris harus melatih dirinya agar bisa mempraktekkannya. Jangan seperti seorang karyawan muda yang mengaku bisa bahasa Inggris dan punya pengalaman 5 tahun, ternyata tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Maka Manager HRD memanggilnya untuk menyatakan kekecewaannya karena tidak seperti yang dikatakan saat wawancara. Jawab si karyawan muda ini : ” Saya membaca iklan lowongan perusahan ini yang mengatakan dicari seorang muda yang penuh imajinasi dan energik. Maka saya mengatakan bahwa saya bisa berbahasa Inggris dan sudah bekerja 5 tahun, karena imajinasi saya menyatakan saya seperti itu.” Hehehe… dipecatlah yauw ?
Kepedulian juga membutuhkan kontrol dan fasilitas, jangan sampai kita terjebak dengan pemahaman “Kalau saya mau, saya pasti bisa” tanpa pernah berusaha untuk memulainya. Hal ini sering terjadi selepas kita dari kamar pengakuan dosa. Kita berpikir begitu selesai pengakuan dosa, kita ujug-ujug punya tabiat baru yang amat baik tanpa berusaha menciptakan sistem pengawasan dan fasilitasnya. Dulu sulit sekali memaksa orang untuk antri, biar sampai berbusa orang tidak akan antri. Tapi begitu ada fasilitas harus antri dengan pengambilan nomor, mau tidak mau orang terpaksa ikut antrian.
Contoh lain orang yang pelit, tetap saja pelit setelah selesai dengan pengakuan dosa kalau ia tidak mulai membuat anggaran. Misalnya akan menyisihkan 5% penghasilan untuk membantu orang lain. Kalau tidak memaksa diri membuat anggaran, sampai Natal tahun depan ya tetap saja pelit. Maka jangan heran kalau tetap saja ada orang kaya yang tetap saja pelit karena tidak mau melatih diri untuk berubah. Pelit adalah habitus yang harus diubah dengan kebiasaan lain. Demikian juga kalau kita memiliki kebiasaan jelek membicarakan kekurangan orang lain, kita bisa minta tolong orang lain untuk mendiamkan kita. Seperti yang terjadi didalam komunitas saya, kalau ada yang mulai membicarakan kejelekkan orang lain, maka semua frater dan romo pasti mendiamkan dan tidak mengajak bicara, akhirnya praktek itu berhenti sendiri.
Kita juga perlu hati-hati dalam menilai orang, kitapun juga membutuhkan orang lain untuk membantu mengontrol kita agar tidak terjerumus pada habitus lama. Demikian juga peduli kepada orang lain tidak akan berubah seketika saat kita keluar dari kamar pengakuan dosa. Diperlukan kerendahan hati dan tidak mudah tersinggung bila diingatkan. Seperti ada cerita saat seorang pewawancara yang tidak punya telinga melakukan seleksi. Dia bertanya kepada setiap kandidat : Apa yang anda lihat berbeda pada saya? Kandidat pertama menjawab : Bapak tidak punya telinga. Wah langsung marah, kandidat pertama langsung ditolak. Demikian juga dengan kandidat kedua yang memberikan jawaban yang sama. Sama juga tidak diterima, langsung ditolak. Kandidat ketiga menjawab lain: “Bapak mengenakan lensa kontak”. Pewawancara kaget dan bertanya:”Lho, kok tahu?” Maka jawab si kandidat ketiga: Betul pak, saya yakin sekali bapak pakai lensa kontak, karena kalau pakai kacamata tidak ada sangkutannya ! Gerrrr…
Yang ingin dikatakan adalah pertobatan juga berarti kita harus berdamai dengan kelemahan kita. Berani terbuka menerima kelemahan dan mengakui bahwa kita membutuhkan rahmat Tuhan untuk mengatasinya. Maka sakramen tobat yang akan kita terima minggu depan menjelang Natal ini adalah sarana untuk memperbarui kehidupan kita. Amin !
=============================================================================================
Bacaan Injil Lukas 3: 10-18
Orang banyak bertanya kepadanya: “Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?” Jawabnya: “Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian.” Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: “Guru, apakah yang harus kami perbuat?” Jawabnya: “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.” Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: “Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?” Jawab Yohanes kepada mereka: “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.” Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
July 23, 2011 at 9:14 pm
hi..
punya emailnya Romo Haryatmoko gak..??
klu punya mohon di kirim ke email saya ya..
trimakasih
GBU