Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikannya sarang penyamun!
Setiap saat terjadi pengotoran dan perusakan rumah ibadah pasti reaksi para penganutnya sangat mudah diperkirakan. Kemarahan dan kekecewaan pasti muncul, bahkan pemerintah pun dipertanyakan komitmennya dalam memberikan kebebasan dalam beribadah dan beragama. Rumah ibadah adalah tempat dimana seseorang dapat melakukan ibadahnya dengan Allah tanpa paksaan dan tekanan orang lain. Mereka bebas melakukannya selama mungkin sesuka mereka. Ijin tentu bisa diberikan kalau semua dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Pertanyaannya siapa yang merawat? pasti bukan pemerintah atau tetangga sekitarnya, sudah pasti dirawat oleh mereka sendiri yang menggunakannya.
Kita bisa melihat bangunan tua bekas gereja di daratan eropa, juga banyak bangunan gereja sudah beralih fungsi menjadi toko di bawahnya, ruang doa dipindah ke lantai 3. Selain lebih kecil ruangan ibadahnya dan lebih murah sewanya, yang datangpun semakin sedikit, sehingga pengelola tidak sanggup lagi membayar pajaknya. Tidak kurang banyak rumah ibadah disana berubah menjadi restoran kafe dan toko buku. Lalu kemana dan dimana tanggungjawab umatnya?
Jangankan rumah ibadah, rumah kita sendiri kalau tidak ditinggali dan dirawat setiap hari maka tidak sampai setahun bisa penuh dengan sawang atau sarang laba-laba. Debu disana sini membuat pengap juga. Kita bisa bedakan aura rumah yang ditingali dan rumah yang dibiarkan kosong tanpa penghuni. Dingin, berdebu, kotor dan tidak ada tanda kehidupan. Tapi rumah yang ditinggali dan setiap hari dibersihkan terlihat rapih, bersih dan terkesan hangat.
Itu tadi bicara rumah ibadah dan rumah kita sendiri. Bagaimana dengan ‘tubuh’ kita sendiri dimana Roh Allah bersemayam didalamnya? Kita sudah menerimanya sejak kita dibaptis. Apakah kita menyiapkan tempat yang layak bagi Ia tinggal? Apakah dirawat dengan doa dan refleksi setiap harinya? Apakah dibersihkan dari segala sesuatu yang mengotori disekitarnya? Atau jangan-jangan kita simpan semua bersama-sama seperti layaknya gudang, ditutup rapat-rapat sehingga terasa pengap dan tidak ada kehidupan sama sekali.
Kalau rumah saja yang kita tinggali perlu dirawat setiap harinya, apalagi tubuh, jiwa dan raga kita. Harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Tidak hanya dengan memperhatikan apa yang masuk kedalamnya, seperti makanan, udara bersih dan air minuman sehat. Tapi juga yang kita masukkan dari segala panca indera seperti bacaan-bacaan, musik dan sentuhan yang kita terima. Semua yang masuk juga harus nya menyegarkan apa yang didalamnya. Yang menyenangkan hati dan menumbuhkan iman, bukan yang justru mencemari benih yang tadinya baik sehingga tidak tumbuh berkembang. Kalau kita juga senang melihat rumah yang bersih, rapih dan nyaman, jangan lah kita sendiri mengijinkan ‘rumah’ kita menjadi sarang penyamun dengan menempatkan segala hal yang tidak layak didalamnya.
Marilah kita jaga kebersihan hati, pikiran dan perkataan kita agar kita sungguh layak disebut rumah Doa, rumah dimana doa dinaikkan sebagai tanda syukur kita kepada Bapa. Bersihkanlah sesering mungkin. Tidak ada yang salah kalau setiap malam melakukan refleksi ditengah keheningan malam. Pagi hari kita sempatkan mengosongkan diri dan mengijinkan Roh Allah menguasai hati dan pikiran kita sebelum memulai aktivitas keseharian kita. Tidak ada salahnya juga kalau kita sering-sering mengaku dosa, paling tidak 2-3 bulan sekali kalau tidak bisa setiap bulan sekali. BTW Bapak Paus kita terkasih ternyata mengaku dosa setiap minggu ! Wow… masa kita yang manusia biasa merasa tidak perlu sering-sering mengaku dosa? Marilah kita bertanggungjawab dengan memelihara tubuh kita senantiasa agar membuat Roh Allah bersuka cita bersemayam didalamnya.
===============================================================================================
Bacaan Injil Lukas 19:45-48
Pada waktu itu Yesus tiba di Yerusalem dan masuk ke bait Allah. Maka mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ. Ia berkata, “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikannya sarang penyamun!” Tiap-tiap hari Yesus mengajar di bait Allah. Para imam kepala dan ahli Taurat serta orang-orang terkemuka bangsa Israel berusaha membinasakan Yesus. Tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.
May 28, 2010 at 11:27 pm
Syaloom,
dalam konteks PL, maka rumah doa ini mengacu kepada bait Allah secara fisik, namun dalam PB, dia mengacu kepada gereja sebagai jemaat Tuhan yang menjadi rumah doa. sebab gereja adalah Tubuh Tuhan. Rumah ibadah yg fisik inipun sdh banyak yg dijadikan “sarang penyamun” alias banyak perkara yang “rohani” (padahal duniawi) yang dibawa masuk dlm ibadah anak-anak Tuhan; belum lagi rumah doa yang mengacu kepada diri kita ini, sebab akitab juga menyebut bahwa tubuh kita ini adalah bait Roh Kudus. wah….pasti banyak hal-hal yg duniawi, satani, dosa dll yang bercokol. seperti tulisan dia atas, memang baiknya kita setiap hari datang kepada Tuhan mohon dibasuh oleh darahNya dari semua perkara “penyamun” yg baik sengaja atau tidak sdh menyelinap masuk. Nice article. GBU